Mengandung di trimester akhir ini memang luar biasa, ada perasaan tidak sabar untuk cepat-cepat melahirkan dan melihat rupa anak kita. Itulah yang aku rasakan sekarang.
Bulan ini, kandungan ku sudah menginjak usia sembilan bulan dan perkiraan seminggu lagi aku akan melahirkan.
"Kamu yakin izinin aku buat keluar kota?"
Pertanyaan itu sudah di ulang Mas Dewa hingga kesekian kalinya.
"Iya Mas." Aku menutup koper Mas Dewa lalu membantunya memakaikan dasi.
"Kalau kamu enggak yakin, aku bisa cancel keluar kotanya atau aku suruh orang buat gantiin aku."
"Aku itu udah janji sama diri sendiri, kalau pas kamu lahiran nanti, aku bakal ada di samping kamu."
Aku mendorong bahunya pelan agar Mas Dewa menghadap ke cermin.
"Enggak usah. Palingan kamu cuma dua hari kan di sana? Perkiraan hari melahirkan masih seminggu lagi."
"Tapi ingat, kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin aku. Ponsel aku aktif 24 jam buat kamu!"
"Iya-iya, Pak Dewandaru Alfian yang bawelnya kayak emak-emak."
"Hati-hati ya."
"Flora."
"Apalagi Mas? Ada yang ketinggalan?"
Mas Dewa mengangguk.
"Apa?"
"Ini." Mas Dewa mencium kening ku. Setelahnya tersenyum lebar bak bintang iklan pasta gigi.
"Ikan hiu kena paku, I love you istriku."
Melihat tingkahnya bak abg sedang kasmaran, aku tertawa. "Apaan sih? Alay tahu," ucapku.
"Satu lagi. Ikan hiu makan wafer, I love you forever ."
"Mas, ih sana berangkat. Hati-hati ya, bilangin sopirnya jangan ngebut-ngebut."
Mas Dewa mengangkat jempolnya. Usai berpamitan, dia langsung masuk ke mobil yang akan dibawa sopir menuju Bandung. Mas Dewa akan berada di sana selama empat hari.Karena tentu saja di rumah sendiri akan bosan, aku memilih untuk menginap di rumah Mama. Tadi Mas Dewa juga sudah mewanti-wanti agar aku tidak sendirian di rumah dan menyarankan untuk nginap di rumah Mama.
Satu jam perjalanan, aku sampai. Mama yang sepenuhnya sudah menjadi ibu rumah tangga itu terlihat asyik menyiangi tanaman mawar nya.
"Mama." Aku memanggilnya.
"Hai, kok tumben pagi-pagi udah kesini? Dewa udah berangkat ke kantor?" Mama memelukku dan menggandeng tangan ku untuk masuk ke dalam. Rumah dalam keadaan sepi karena Papa pasti sudah berangkat kerja.
"Mas Dewa ada kerjaan di Bandung selama empat hari, Ma. Jadi aku mau nginep disini."
"Wah bagus dong. Lagian setelah kamu menikah, Mama kesepian tahu. Rumah sebesar ini isinya cuma dua orang aja."
"Bikin adik dong, Ma."
"Ish, sembarangan kamu kalau ngomong. Mama ini udah menopause terus seusia Mama ini lebih pantes gendong cucu daripada gendong bayi sendiri!"
Aku tertawa. Resiko memiliki anak tunggal seperti Mama adalah harus siap kesepian jika mereka sudah besar dan berkeluarga.
"Sini Mama bawain tas nya. Kelihatannya berat banget. Kamu bawa apa aja sih?"
"Enggak usah. Isinya paling baju aja kok."
"Eh ingat, Ibu hamil itu enggak boleh angkat benda yang berat-berat. Sini tas nya."
Sebelum ke kamar, Mama mengajakku untuk duduk dulu di depan ruang tv. Baru saja aku duduk belum ada semenit, Mama sudah memanjakan ku dengan aneka makanan dan cemilan.
"Tahu enggak Flo, setelah kamu nikah dan punya rumah sendiri, Mama jarang banget bikin makanan ini. Kebetulan Papa dapat oleh-oleh dari karyawan nya di kantor. Pas dapat, Mama langsung ingat kamu."
Makanan yang Mama maksud adalah ontbijtkoek , bolu jadul yang di buat dari campuran rempah-rempah. Bolu ini merupakan makanan kesukaan ku sejak kecil, Oma adalah orang pertama yang mengenalkan makanan manis itu kepadaku.
"Sebenarnya aku juga kangen sama makanan ini, Ma. Resepnya sih banyak banget di internet, tapi pas aku coba, enggak seenak kayak resep dari Oma."
"Nanti Mama kasih bocoran deh resep rahasianya. Eh, kok tiba-tiba perut Mama mules ya. Mama tinggal dulu ke belakang ya, kalau ada apa-apa panggil aja Mama."
Aku menaikkan jempol. Karena di bawah sepi, aku memilih naik ke atas sembari memboyong bolu ontbijtkoek nya.
***
Tengah malam, aku terbangun karena perutku tiba-tiba mulas. Apa ini efek makan buah Mangga sama sambal tadi siang ya? Tapi kenapa setelah sampai di toilet, aku tidak diare.Hingga kesekian kalinya, perutku masih mulas saja. Duh, kayaknya sih ini bukan efek makan sambal tapi sepertinya aku akan melahirkan. Selang beberapa menit kemudian, di bawah daster ku terasa basah di susul rasa sakit di perut bagian bawah.
"Argh,,, sabar ya sayang. Mama panggil Opa sama Oma dulu ya." Aku mengelus perut dengan lembut sambil menahan rasa sakit yang semakin menjadi.
Aku berjalan sambil berpegangan pada tembok, tubuhku tidak bisa berjalan dengan tegak lagi. Syaraf-syaraf di tubuhku sedang berkonsentrasi dengan rasa sakit.
"Ya Allah, Flora. Kamu kenapa, Nak?"
Mama yang baru saja dari dapur langsung membantuku berdiri dengan tegak.
"Papa! Flora mau melahirkan, Pa!"
"Papa!"
Dari kamarnya, Papa langsung berlari.
"Ayo kita ke rumah sakit. Biar Mama mu yang mengabari Dewa." Papa menggendong ku untuk turun ke bawah.
Di saat seperti ini, aku jadi mengingat Mas Dewa. Entah kenapa tiba-tiba aku menangis.
"Kenapa sayang? Apa rasanya sakit sekali?"
"Mas Dewa, Pa. Aku mau sama Mas Dewa, Pa."
"Iya-iya nanti Dewa datang. Sekarang kita pikirkan kondisi kamu sama cucu Papa dulu."
Sampai di mobil, Papa langsung membantu Mama untuk memasukkan beberapa keperluan yang di butuhkan saat persalinan nanti. Kebetulan tadi aku sudah membawanya di dalam tas.
"Mama udah nelpon Dewa, dia lagi dalam perjalanan pulang. Kamu yang tenang ya. Jangan mengejan dulu. Atur pernapasan aja." Mama mengelus punggung ku dengan lembut.
"Mama juga udah kabarin mertua kamu, Flo. Mereka juga udah berangkat ke rumah sakit."
"Ayo Pa, buruan."
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, aku menggenggam tangan Mama dengan erat untuk menyalurkan rasa sakit yang masih setia mendera.
Dalam hati, aku tidak berhenti merapalkan doa-doa. Doa keselamatan dan juga doa mohon di lancarkan segalanya. Aku berharap juga Mas Dewa bisa sampai di Jakarta dengan selamat dan bisa mendampingi ku nanti, meski kecil kemungkinannya, jarak antara Jakarta Bandung tidak sedekat Jakarta ke Bogor.
"Ma, nanti kalau Mas Dewa enggak bisa nemenin Flora di dalam, mama mau ya nemenin."
"Iya sayang. Jangan di pikirin dulu. Mama pasti bakal ada di samping kamu terus. Sekarang fokus sama kondisi kamu dulu ya. Sebentar lagi kita sampai. Dewa juga bakal kesini pakai pesawat. Kalau enggak delay ya bisa 15 menit sampai."
Bismillah, aku benar-benar menyerahkan diri kepada Allah. Semoga semuanya di lancarkan. Amin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Richie Hubby [Terbit Ebook]
Romance[Terbit Ebook] Ebook bisa dibeli di: https://play.google.com/store/books/details?id=_XmXEAAAQBAJ&PAffiliateID=1101l7N6J "when two humans are brought together in a bond called marriage"