4

913 55 0
                                    

"Kayaknya aku bosan deh Mas di rumah terus. Setiap hari cuma masak, bersih-bersih rumah terus main, bersihin tanaman. Kayak gitu terus!"

"Terus kamu mau gimana? Aku dukung apapun yang kamu lakukan kecuali bekerja di kantor lagi."

Aku mendesah lelah.

"Kamu ada saran enggak aku mesti ngapain?"

"Em, belanja? Ikut arisan berlian? Nonton acara fashion show? Liburan? Atau nemenin aku kerja?" Mas Dewa mengerling jahil. Pikirannya tidak jauh-jauh dari bagaimana cara mengabiskan uang dalam waktu sekejap.

"Semuanya membosankan! Eh, Mas kalau aku ikut bisnis kayak Mami gimana?" usul ku tiba-tiba. Tadi malam setelah bertukar pesan dengan Mami mertua lewat aplikasi perpesanan, aku jadi kepikiran untuk membuka toko online seperti Mami.

"Jualan kembang?" Mas Dewa meletakkan garpu nya. Tampak nya dia tidak setuju dengan usulan ku.

"Bukan jualan kembang juga, Mas. Aku pengen jualan roti. Bikin cake, kue kering terus dessert-dessert yang manis gitu. Gimana?"

"Enggak ah nanti kamu kecapekan. Mas kan udah janji sama Papa untuk membahagiakan kamu lahir dan batin. Jadi enggak usah ya sayang?"

Aku kesal. Pemikiran macam apa itu. Aku bahagia jika ada pekerjaan yang bisa di lakukan bukan hanya ongkang-ongkang kaki saja.Lama-lama aku bisa stress kalau kayak gitu.

"Memangnya kamu tahu kalau aku bahagia?"

Mas Dewa mengangguk dengan yakin.

"Sok tahu!" Aku mendengus. Ku lipat kedua tangan di dada.

Helaan nafas panjang terdengar dari meja sebelah. Mas Dewa terlihat gusar. Aku tahu dia pasti sedang di landa dilema antara menyetujui usulan ku tapi melanggar prinsip nya atau menolaknya tapi harus menghadapi istrinya yang sedang merajuk.

"Ya udah." Mas Dewa akhirnya mengalah. Ku peluk tubuhnya saking senang. Akhirnya aku punya kegiatan baru yang terlihat menyenangkan.

"Hari ini aku mau ke rumah Mami. Mau minta resep kue yang enak-enak. Kamu mau di bawain makan siang apa? Biar sekalian jalan."

"Apa aja sayang." Mas Dewa mengusap mulutnya menggunakan tisu. Aku pamit ke belakang sebentar untuk mengambilkannya camilan sebagai teman bekerja.

"Jangan lupa di makan ya, Mas. Tunggu aku di jam makan siang."

Mas Dewa tersenyum. Tangannya sibuk mengotak-atik ponsel. Mungkin dia sedang mengecek pekerjaan nya.

"Flo?"

"Iya, Mas?"

"Sudah Mas siapkan toko kue nya sekalian pegawainya. Besok kamu bisa cek tempatnya. Lusa atau hari selanjutnya kamu bisa grand opening. Lokasinya ada di dekat kantor aku, jadi aku bisa lihat kamu setiap hari."

"Astaghfirullah, Mas Dewa! Kamu itu enggak ada kapok-kapok nya ya?!" Baru saja aku terpesona dengan sikapnya yang mau mengalah dan menuruti kemauan istrinya. Eh tahu-tahunya hanya sebagai ajang unjuk gigi sifat borosnya.

"Aku kan cuma mau jualan roti kecil-kecilan dari rumah gitu bukan bikin toko gede."

"Jangan membantah kalau kamu mau tetap jualan. Assalamualaikum istriku yang cantik. Jangan suka marah-marah nanti suami nya di gondol cewek lain!"

Aku melempar tutup toples ke arah Mas Dewa. Seenaknya saja kalau ngomong. Sabar-sabar.

"Kamu harus mulai membiasakan diri, Flo. Dewa itu kalau sudah sayang ya begitu. Dulu sebelum dia nikah, Mami yang sering jadi sasaran. Di beliin inilah beliin itulah. Sampai Mami itu pusing!"

"Ya tapi itu enggak boleh di biasakan, Mi. Coba nanti kalau kita udah punya anak. Itu bisa jadi contoh yang enggak baik."

Mami menyerahkan resep kue yang tadi ku minta. Aku membacanya sekilas dan kembali fokus membicarakan keborosan Mas Dewa.

"Tenang aja. Meski Dewa itu terlihat boros dia itu pandai menabung loh. Mungkin uang yang selama ini dia belanjakan itu hasil kerjanya semasa muda. Coba deh tanya sama Dewa."

Mengingat kembali masa muda Mas Dewa, tiba-tiba aku kepikiran tentang track record nya dalam bidang percintaan.

"Oh iya Mi, Mas Dewa itu playboy enggak sih?"

Mami tergelak. Entah kenapa. Tapi aku merasa kalau cerita yang akan Mami tuturkan mengandung unsur komedi yang tanpa sadar juga membuat ku ikut tertawa.

"Dia itu bodoh kalau menyangkut asmara, Flo. Em ini rahasia ya." Mami sedikit merendahkan suaranya. Otomatis aku sedikit mencondongkan badan mendekati Mami.

"Dewa itu cuma pacaran sama kamu doang loh."

Hah? Yang benar saja. Seorang Dewandaru Alfian cuma pacaran sekali dan itu cuma dengan aku, Flora Adiyaksa? Boleh kah aku jumawa sedikit?

"Masak sih, Mi? Mas Dewa itu terkenal banget loh di kampus. Julukannya aja mahasiswa paling tampan seantero universitas Gunadarma."

"Tanya aja sana. Dewa itu orang nya enggak bisa romantis, susah mengutarakan perasaannya dan gengsian. Makanya dia jadi boros setelah nikah ya karena dia itu bingung mau ungkapin perasaan sayang nya itu pakai apa."

"Terus nih. Pas waktu dia izin mau ngelamar kamu, semalaman dia enggak berhenti senyum. Mami tanya, kamu kenapa sih Wa? Dia cuma jawab begini, bahagia Mi bisa ngerasain punya pacar kayak Flora."

Tawa ku tidak bisa di bendung lagi. Berarti si Rebecca alias ulat bulu itu tidak bakalan bisa menggaet Mas Dewa lagi. Wah, bangga sekali aku punya suami bucin kayak dia.

Setelah dari rumah Mami, aku langsung mengantarkan makan siang ke kantor Mas Dewa. Lewat jalan biasa, aku langsung tahu di mana Mas Dewa menyewakan ruko untuk membuat toko kue. Lokasinya sangat strategis karena tepat berada di tepi jalan raya. Di sekelilingnya pun belum ada yang menjual kue. Peluang usaha yang bagus.

Sampai di parkiran khusus mobil, aku langsung turun. Banyak karyawan yang mengenaliku sebagai istri dari atasan mereka. Maka tak heran jika sepanjang jalan mereka menyapaku dengan sopan.

"Wah Mbak Flo, apa kabar? Baru kelihatan aja nih," sapa Dena, sekretaris Mas Dewa yang sudah memiliki dua bayi kembar di usianya yang baru 23 tahun. Luar biasa memang.

"Sibuk di rumah. Kamu apa kabar? Si kembar di titip sama siapa dong kalau kamu kerja?"

"Sama ncus nya, Mbak. Rencana bulan depan mau resign tapi belum di ACC sama Pak Dewa."

"Iya kah?"

Wah keterlaluan sekali Mas Dewa. Aku bisa membayangkan bagaimana repot nya Dena mengurus kedua bayinya dan pekerjaan.

"Iya, Mbak. Kata Pak Dewa sebelum beliau punya ganti yang baru, saya belum boleh resign."

"Kamu tenang aja biar aku yang urus nanti. Secepatnya kamu bisa resign dari sini."

"Wah thanks banget Mbak." Dena memelukku kencang. Aku jadi terharu. Mungkin rasanya asyik ya jika punya bayi di rumah. Ah memikirkan hal itu membuat aku sedikit sedih.

"Pak Dewa beruntung banget punya istri pengertian kayak Mbak Flo. Makanya kemarin Pak Dewa bela-belain kasih bid yang paling tinggi buat tebus satu kalung berlian langka, buat Mbak Flo mah apa sih yang enggak!"

What? Kalung berlian paling langka? Habis berapa duit itu. Ya Allah, keborosan apalagi ini yang sudah di lakukan suami Hamba.

The Richie Hubby [Terbit Ebook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang