Lembar 25: Luapan amarah

317 31 1
                                    

Setelah dua hari Rangga dirawat oleh dokter. Firman akhirnya bisa bernapas lega, Rangga sudah melewati masa kritis. Ia sekarang sudah lebih tenang, Firman dan Reyhan kini berada di ruangan Rangga.

Rangga masih tertidur dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya. Reyhan duduk di samping bangkar Rangga. Meski kata dokter adiknya sudah membaik, ia masih belum bisa tenang, ia sangat takut Rangga tak lagi membuka mata. Reyhan masih ingat jelas darah Rangga yang mengalir di tangannya.

Pasti sangat menyakitkan. Reyhan tak bisa membayangkan sesakit apa itu. Pasti Rangga sangat kesakitkan. Mungkin benar jika Aldebaran seseorang yang baik. Reyhan menyesal telah peduli pada anak itu dan mengabaikan Rangga. Seharusnya ia lebih peduli terhadap Rangga. Adik kandungnya.

"Maaf," gumam Reyhan, ia benar-benar menyesali semuanya.

Firman yang mendengar ucapan Reyhan pun menyahut, "Gapapa, nak. Bukan salah kamu. Semua salah ayah. Seharusnya ayah gak nerima Aldebaran dari awal. Kalau dari awal Aldebaran ga ada di rumah kita, mungkin Rangga gak akan kayak gini."

Reyhan hanya diam. Di sini Aldebaranlah yang bersalah, karena sudah melukai Rangga. Tapi, ia tau betul siapa yang paling bersalah atas apa saja yang terjadi dalam keluarganya. Yaitu ayah. Ayah yang lebih bersalah, ia tau betul.

"Kamu jangan khawatir, ya? Adek kamu bakal baik-baik aja. Ayah tau Rangga itu kuat, ayah juga tau Reyhan juga kuat. Anak-anak ayah itu hebat," ucap Firman mencoba menenangkan putra kesayangannya.

Reyhan hanya diam, terpaku pada pikirannya, ia tak peduli dengan semua yang ayahnya katakan. Ia hanya ingin Rangga membuka mata dan berbicara padanya.

Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan Sarah yang terlihat panik memasuki ruangan Rangga, wanita itu langsung mendekati Reyhan dan memeluknya dari belakang. Ia sudah mendengar semuanya, ia juga tau siapa yang membuat putranya seperti ini.

"Rangga pasti bakalan baik-baik aja," ucap Sarah pada Reyhan. Ia tau jika putra pertamanya itu pasti sangat khawatir pada Rangga, apalagi Reyhan sendiri yang melihat keadaan Rangga. Pasti sangat menyakitkan.

"Aku tau," balas Reyhan, ia memeluk tangan sang ibu, ia sangat merindukan wanita itu.

Firman hanya terdiam melihat Sarah, ia tak bisa berbuat apa-apa. Semenjak wanita itu meninggalkannya. Ia sudah berulang kali mencoba berbicara, tapi Sarah tak pernah mau lagi dengannya.

Firman maju mendekati mantan istri dan anaknya. Ia pun menggumamkan kata, "Maaf."

Sarah melepas pelukannya pada Reyhan. Ia menatap tajam Firman. Kini ia sangat membenci mantan suaminya itu. Sangat menyakitkan mengingat masa lalu.

"Semuanya salah kamu! Kalau aja kamu gak aneh-aneh! Pasti anak aku gak bakalan kayak gini!" sentak Sarah membuat Firman terkejut, emosinya memuncak, tak terima dengan perkataan Sarah.

"Salah aku?" Firman terkekeh.

"Kamu gak inget masalah kita yang dulu itu? Kamu yang bikin aku selingkuh! Ini bukan cuma salah aku! Salah kamu juga!" kesal Firman.

"Mau gimana pun! Selingkuh itu gak bener! Kamu yang gak bisa jaga rumah tangga kita! Enak aja nyalahin aku!"

"Aku ngelakuinnya gak sadar! Toh aku juga udah kasih uang ke Mira biar dia bisa ngerawat Aldebaran! Tapi malah dateng lagi!"

"Siapa suruh kamu minum? Kamu selalu gitu! Kalau ada masalah perginya minum! Liat apa akibatnya kamu minum! Yang kena imbasnya bukan kamu! Tapi anak-anak!"

Firman dan Sarah saling menatap tajam, tak terima saling menyalahkan. Rasa amarah yang terpendam kini mereka keluarkan. Namun, malah menciptakan luka yang baru. Terutama Reyhan yang dalam diamnya tangannya mengepal kuat.

Rahangnya mengeras, ia sangat marah pada kedua orang tuanya yang sangat egois. Ia tersenyum tipis dan berbicara dengan nada yang dingin.

"Kalian kalau mau bertengkar jangan di sini! Jangan ganggu adek aku! Pergi dari sini! Aku sama adek aku gak butuh orang tua yang egois! Pergi!"

Firman dan Sarah sangat terkejut mendengar Reyhan, baru pertama kalinya Reyhan membentak mereka, Reyhan muak dengan semua yang terjadi dalam hidupnya. Ia sudah sangat khawatir pada sang adik. Tapi kedua orang tuanya malah bertengkar dengan suara yang memekikkan telinga.

"Masih mau bertengkar? Aku bilang pergi dari sini!" bentak Reyhan.

Sarah langsung mendekati Reyhan dan memeluknya. Saat itulah ia mengetahui jika putranya menangis. Rasa bersalah tiba dalam relung dada. Tak tega dengan putranya yang kesakitan.

"Maafin, bunda sayang! Maaf," ucap Sarah sambil mengelus lembut rambut Reyhan.

"Yang salah itu kalian! Kalian egois! Kalian yang bikin adek aku kayak gini! Coba aja kalian saling ngerti, Rangga gak akan kayak gini! Aldebaran juga gak akan ada! Kalian mana tau seberapa lukanya aku? Seberapa lukanya Rangga? Kalian gak tau apa-apa!"

"Maaf, ya? Bunda minta maaf karena udah egois."

Reyhan hanya bisa menangis, napasnya tersenggal-senggal karena marah. Ia lelah dengan semuanya, ia sedikit lega karena sudah mengeluarkan semua emosinya. Luapan amarah yang selama ini dipendam sendiri. Membuatnya sangat kesakitan, bahkan tak ada seorangpun tau tentang itu.

Firman hanya bisa menghela napas mendengar semua anaknya ucapkan. Kenapa keluarganya sangat hancur sekarang? Bahkan sampai melukai anak-anaknya. Ini semua karena Aldebaran dan Mira. Firman bersumpah dalam hati akan menghancurkan keluarga Mira juga. Ia juga akan menghukum Aldebaran atas semua yang anak itu lakukan. Karena mereka berdua, Reyhan harus merasa kesakitan. Ia tak terima.

"Ayah pulang dulu, ya," pamit Firman lalu keluar dari ruangan Rangga.

Reyhan hanya diam mendengar suara derap langkah ayah yang meninggalkan Ruangan, ia tau betul ayah pasti akan melakukan sesuatu pada Aldebaran. Tapi ia tak mau lagi peduli. Reyhan sangat kecewa dengan Aldebaran.

Jadi biarkan saja Aldebaran mendapatkan hukumannya.

***
Firman melangkah pelan di halaman rumah. Pertengkaran dengan Sarah sangat memanas, ditambah dengan ucapan Reyhan. Ia menjadi sangat kesal sekarang.

Langkahnya tiba di ruang kerja, netranya mencari keberadaan Aldebaran, tapi nihil, ia tak dapat menemukannya. Ia juga mencari di seluruh ruangan, tapi tetap saja tak menemukan siapapun.

Apakah anak itu kabur? Emosi Firman kembali memuncak. Bisa-bisanya anak itu kabur dari rumah ini.

"Brengsek!" kesal Firman. Ia pun mengambil kunci mobil lagi, dan memilih pergi.

Jika ia dapat menemukan Aldebaran, Firman pastikan anak itu akan mati di tangannya.

TBC

Dahlah gak tau ini nulis apaan. Maaf yah kemaren aku ga update soalnya sibuk banget, baru masuk sekul udah diserang tugas berat. huhu

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang