Lembar 33: Maaf Bintang yang Redup

743 25 1
                                    

Satu minggu telah berjalan semenjak kejadian waktu itu. Selama itu pula Aldebaran tinggal bersama keluarga Faris. Bahkan, ia disiapkan kamar sendiri yang cukup nyaman.

Sekarang, Aldebaran resmi tinggal bersama keluarga Faris. Ia merasa senang, karena mereka bisa menerimanya. Memberikan kasih sayang yang selalu ia dambakan. Aldebaran berharap dia bisa menjadi bintang yang lebih terang di langit malam.

"Kamu kalo di sini harus bahagia, yah? Jangan sedih terus, tante sama om sayang sama kamu. Hidup kamu memang berat, tapi jangan sampe kamu benci orang tua kamu, ya?" ucap Dewi pada Aldebaran.

Aldebaran sedang tertidur di pangkuan Dewi, wanita itu menghelus pelan rambut keponakannya. Dewi memberikan nasehat agar Aldebaran tak membenci kedua orang tuanya.

Mereka berdua berada di kamar Aldebaran.

"Iya tante, aku bakal coba buat gak benci mereka.

Dewi tersenyum, "Pelan-pelan aja gak apa-apa."

Aldebaran mengangguk. Hatinya tenang melihat senyuman Dewi. Tak pernah ada yang senyum setulus itu untuknya.

Ia merasa bangga dengan keputusannya yang memilih pergi dari rumah mama. Lalu berakhir di rumah ini. Ia senang, karena penderitaannya kini mulai sirna.

"Kamu boleh manggil tante mama, dan om Faris papa. Karna mulai sekarang, kamu anak kita."

Mama Papa, ya? Rasanya masih asing di telinganya. Ia tak terbiasa dengan panggilan itu. Tapi, sekarang ia punya orang tua baru. Aldebaran harap, ini bisa berlangsung selamanya.

"Iya, mama," panggil Aldebaran dengan tulus.

"Oh iya, Al. Kamu mau gak ketemu Rangga? Kamu, 'kan tau kejadian seminggu yang lalu. Kira-kira kamu udah siap gak buat maafin Rangga? Dia terus nanyain kamu, mama rasa, dia beneran nyesel sama apa yang dia perbuat. Mama tau, maafin orang yang jahatin kita itu sulit. Tapi, kita harus coba buat maafin dan kasih kesempatan buat berubah."

"Barang kali, Rangga bisa jadi lebih baik lagi."

"Kalo urusan itu, aku udah bisa maafin kak Rangga, walaupun gak sepenuhnya. Tapi, gimana soal Ayah? Dia masih benci sama aku."

"Ayahmu itu ngikutin keinginan Rangga. Kalo Rangga mau ketemu sama kamu. Yah, dia bakal bolehin. Dia gak bisa nolak."

Aldebaran mengangguk, tak mungkin ayah ingin bertemu dirinya karena merasa bersalah. Pasti karena Rangga ia akan datang kemari.

"Jadi, kamu udah nyoba maafin Rangga?"

Lelaki itu mengangguk.

"Kamu mau ketemu Rangga?"

"Boleh."

"Yasudah mama nanti bilang ke papa, yah."

"Iya, ma."

Ah, beginikah rasanya memiliki kehangatan di tempat yang disebut rumah? Rasanya cukup menenangkan. Aldebaran harap, ia bisa terus ada di sini.

Dan menjadi bintang terang di langit malam.

***
Setelah Aldebaran menyetujui untuk bertemu dengan Rangga yang sudah keluar dari rumah sakit dan juga Reyhan. Besok harinya, Faris mengundang mereka berdua ke rumah. Firman tak ikut karena memang tak ingin bertemu Aldebaran.

Pada malam hari, Reyhan dan Rangga telah tiba di rumah Faris, sampai di dalam rumah, mereka langsung dipersilahkan duduk.

Faris tersenyum, "Makan aja makanannya! Al lagi siap-siap," ucap Faris menunjuk makanan yang tersedia di atas meja.

Mereka berdua mengangguk. Entah kenapa keadaan menjadi canggung, cukup mendebarkan untuk bertemu seseorang yang mereka sakiti.

Rasa bersalah yang membelenggu hati mereka, ingin sekali mereka lepaskan.

Reyhan masih merasa bersalah karena sudah tak mempercayai Aldebaran. Jika saja waktu itu ia percaya, pasti Dave akan langsung ditangkap. Semuanya akan terbuka lebih awal.

Tapi masa lalu adalah masa lalu. Yang terpenting sekarang ialah. Bagaimana cara mereka menembus kesalahan mereka.

Setelah menunggu sebentar, Aldebaran keluar dari kamar bersama Dewi. Mereka duduk bersama di sofa.

"Oke, jadi ini gimana?" tanya Faris sebagai pembuka.

"Gue minta maaf, Al. Perbuatan gue salah banget!" sesal Rangga.

Aldebaran mencoba tersenyum, "Gak apa-apa, kak. Aku maafin, walaupun ga sepenuhnya. Aku juga minta maaf kalo aku salah."

Rangga menggelengkan kepalanya, "Perbuatan gue jauh lebih salah!"

"Yaudahlah, emang mau gimana lagi, kak? Yang penting kakak sekarang sadar. Jadi jangan nyalahin diri kakak terus."

Aldebaran sudah memaafkan Rangga walau tak akan pernah lupa. Meskipun menyakitkan mengingat masa lalu, tapi, kini ia telah mendapatkan rumah baru. Jadi, ia harus menerima segala masa lalu yang menyedihkan. Setidaknya, itulah yang Faris ajarkan padanya.

"Oke, sekarang kita baik-baik aja, 'kan?" tanya Rangga memastikan.

Lelaki itu mengangguk, "Iya, kak!

"Al, gue juga minta maaf, ya? Kalo aja waktu itu gue percaya sama lo. Pasti kejadian kayak gini bisa dicegah."

Kini giliran Reyhan yang meminta maaf. Aldebaran yang mendengar itu hanya tersenyum.

"Gak apa-apa, kak. Aku ngerti kok."

"Makasih, Al!"

Faris berdehem, "Udah nih maaf-maafnya? Kayak lebaran aja yah! Yuk sekarang kita makan-makan!"

"Lupain masa lalu! Mulai yang baru!"

Ya, masa lalu adalah masa lalu. Biarkan saja berlalu. Tak perlu untuk disesali, tak perlu juga menyalahkan. Cukup terima apa adanya, dan mulailah dengan yang baru.

Karena masa depan yang kita dambakan, akan terlihat ketika kita berusaha membuang semua hal yang menyakitkan.

E N D I N G

Bintang Terang di Langit Malam.

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang