Lembar 32: Tertangkap

410 27 1
                                    

Hari telah berganti lagi, meninggalkan yang lalu. Tapi, Dave masih saja sibuk memikirkan rencana yang akan ia lakukan. Ia masih kesal dengan rencananya yang gagal.

Pasti akan sulit untuk mendekati Rangga lagi, jika dia terbangun nanti, maka semuanya akan terungkap dan ia tak akan bisa membalaskan dendam adiknya.

Sialan sekali!

Padahal semuanya sudah terencana. Tapi hancur begitu saja. Ia merasa sangat frustasi.

Dave duduk di atas sofa dengan beberapa bungkus makanan yang berserakan, sambil memikirkan cara terbaik untuk membangun kembali rencananya. Sejak kemarin ia merasa buntu. Tak dapat memikirkan apapun.

"Apa yang harus gue lakuin?" tanyanya pada diri sendiri.

Tak lama, ponselnya berdering, telepon itu dari nomer yang tak ia kenal. Dave memilih untuk mengangkatnya.

"Hallo? Siapa?" tanya Dave.

"Hallo, nak. Ini saya, ayahnya Rangga. Gini, kamu bisa engga dateng ke rumah sakit? Saya mau bawa perkara ini ke polisi, karena kemaren Aldebaran nyerang Rangga, sampe anak saya hampir celaka. Saya mau dia dihukum biar jera. Kamu saya panggil ke sini, soalnya kamu jadi saksi kuncinya. Bisa engga?"

Dave tersenyum tipis mendengar penjelasan Firman. Jadi, yang kemarin itu, mereka mengira bahwa yang menyerang Rangga adalah Aldebaran?

Baiklah, sepertinya ia sudah tau mau melakukan apa.

"Bisa kok om, saya berangkat ke sana."

Setelah mematikan telepon, ia bergegas mengambil jaket dan pergi dari rumah. Dave baru saja telah merencanakan sesuatu.

***
Sesampainya ia di rumah sakit, segera ia jalan ke kamar Rangga. Setelah sampai, ia membuka perlahan pintu kamar Rangga dan menutupnya pelan.

Namun, pemandangan yang ia lihat adalah, Rangga yang sudah terbangun, ia duduk di atas ranjang sambil melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada juga Reyhan, Faris, Sarah dan Firman yang memandang dirinya.

Tak sampai di sana, beberapa polisi juga hadir seperti sudah siap menyergapnya.

"Ada apa ini? Kok om gak bilang kalo Rangga udah sadar?" Dave sebenarnya gugup. Ia kira Rangga belum sadar.

"Kalo om bilang, nanti kamu kabur! Pak! Tolong tangkap dia!" titah Firman pada polisi.

Dave mencoba kabur dengan membuka pintu kamar, tapi polisi dengan cepat menahannya agar tak bisa lari ke mana-mana.

Lelaki itu memberontak agar dilepaskan.

"Lepasin!"

"Maksud kamu apa nusuk anak saya? Kamu mau bunuh anak saya? Perbuatan kamu kemaren itu bikin nyawa anak saya terancam tau gak! Berani-beraninya! Dasar brengsek!"

Dave tertawa kecil, "Om gak tau apapun yang anak bapak lakuin? Karena Rangga itu udah bunuh adek saya! Dia bikin adek saya menderita! Harusnya, dia juga harus ngerasain rasa sakit yang sama seperti adek saya!"

Firman terhenyak, "Maksudmu apa? Anak saya gak mungkin bunuh orang lain!"

"Rangga! Apa lo inget Diva? Cewek yang selalu lo bully itu adek gue! Yang bikin dia mati bunuh diri itu lo! Lo yang bikin dia menderita! Lo bikin dia harus ngerasain rasa sakit! Persis sama apa yang lo lakuin ke Aldebaran!"

"Lo selalu ngerasa hidup lo berat, gak ada orang yang sayang sama lo! Tapi, tanpa lo tau! Hidup Aldebaran dan Diva jauh lebih berat dari hidup lo!"

"Lo masih punya keluarga yang sayang sama lo. Tapi mereka? Gak ada! Dan lo malah nambah beban hidup mereka!"

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang