Lembar 18: Manusia Topeng

402 48 5
                                    

Jadi, yang menyebarkan berita seperti itu adalah Rangga?

Aldebaran bertanya dalam hati. Jika benar adalah Rangga, bagaimana bisa? Seingatnya, tadi pagi, ia berangkat lebih dulu dari Rangga. Jadi bagaimana bisa Rangga memberitakan hal itu, jika Rangga saja tak pernah memijakkan kakinya di sekolah Aldebaran.

Pasti ada yang membantunya untuk menyebarkan hal itu di sekolahnya. Dan yang pasti, salah satu dari siswa di sana yang membantu Rangga. Hanya saja, siapa? Siapa yang melakukan itu? Aldebaran menghela napasnya. Setiap kali ia mempertanyakan sesuatu, dan ketemu jawabannya. Selalu saja muncul pertanyaan baru.

Ini cukup membuatnya frustasi. Tunggu dulu, apa ada hari tanpa ia frustasi? Sepertinya tidak. Aldebaran tersenyum kecut. Tidak ada hari yang bisa membuatnya benar-benar tenang. Ada saja masalah yang datang, seperti sekarang. Hari esok, apa yang harus ia lakukan? Diam dan tidak peduli? Atau ia berhenti saja dari sekolah?

Ah, sudahlah. Masalah sudah banyak. Aldebaran akan memilih untuk tidak peduli. Lebih baik fokus saja pada dirinya sendiri. Hanya itu.

Tadi, ketika ia membuka pintu rumah. Terdapat Reyhan yang sedang memanggil Rangga. Lalu menyuruh ia untuk duduk di sofa. Tentu saja Aldebaran bingung, karena sungguh tiba-tiba. Ia juga merasakan jika kakaknya tersebut marah. Terlihat bagaimana gelagatnya.

Setelah itu, Rangga tiba di hadapan Reyhan. Saat itulah Aldebaran baru tau, kalau pelakunya adalah Rangga. Dan pertengkaran hebat tadi mampu membuatnya terdiam. Hubungan kedua kakaknya semakin renggang. Menjauh dan membuat benteng mereka masing-masing. Apakah ada cara untuk membuat mereka berbaikan?

Meskipun ia tahu betul, bahwa yang membuat mereka begini adalah kehadirannya di keluarga mereka. Tapi, Aldebaran ingin mereka tetap bersama meski ada dia di sini. Atau mungkin Reyhan, Rangga dan dirinya dapat akur seperti saudara lainnya.

Hati Aldebaran meragukan hal tersebut jika melihat keadaan sekarang. Yang sudah tak memungkinkan lagi untuk diperbaiki. Aldebaran kembali menghela napas.

"Al? Kamu gak diapa-apain, 'kan sama temen-temenmu?"

Aldebaran mendongak sejak awal Reyhan memulai pembicaraan. Wajah kakaknya sudah tidak seperti tadi.

"Gak kak."

Dia dapat mendengar helaan napas lega dari Reyhan. Jadi, kakaknya itu sedang khawatir, ya? Aldebaran sedikit tersenyum. Ia suka Reyhan yang ini.

"Kalo ada apa-apa bilang, ya! Kalo ada yang nanya soal berita itu, bilang aja itu palsu," ucap Reyhan sembari duduk kembali ke sofa dan mulai mengambil laptop yang tadi ia biarkan ketika ia sedang memarahi Rangga.

Sedangkan cowok itu hanya tersenyum lalu mengangguki ucapan kakak. Ia tak tau harus berkata apa lagi. Memang betul ia tak diapa-apakan oleh teman-temannya. Hanya saja, kini semua orang telah tau siapa dirinya. Itu yang membuat Aldebaran tak bisa merasa nyaman. Ia sangat benci sewaktu ada orang lain yang mengetahui betapa menyedihkannya kehidupan seorang Aldebaran.

Bintang yang tak pernah bersinar terang.

Oh iya, untuk tadi, niat Aldebaran yang ingin membuat kedua kakaknya kembali akur, Aldebaran ingin sekali melakukannya. Tapi bagaimana caranya, ya? Karena ia tak akan pernah bisa tenang melihat semua itu. Itu hanya membuatnya terus merasa bersalah.

Jika boleh memutar waktu, coba saja, di hari ketika ia datang kemari. Ia ingin menghapus semua harapan yang pernah ia gumamkan pada sang ayah. Kalau semua harapan tersebut tak pernah ada. Mungkin Aldebaran sekarang hidup di jalanan. Tapi lebih baik begitu, dia tak akan menyakiti siapapun, iya, 'kan?

"Kak," gumam Aldebaran.

Reyhan menjawab dengan deheman.

"Emang, kak Reyhan sama kak Rangga, gak bisa akur lagi? Bukannya kalian dulu itu baik-baik, ya?"

Bintang Terang Di Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang