1. MAMA

10 4 7
                                    

DD

"Giska. Kalok kamu masih rame. Ibu tidak segan-segan coreng nama kamu dari absen milik ibu!" pekik guru itu dengan ekspresi wajah tidak bersahabat.

"Maaf, Bu.” Giska mengubah posisinya duduknya, menghadap full kedepan. Dan guru itu melanjutkan aktivitasnya.

Dua jam berlalu begitupun pelajaran sudah berakhir. Kali ini, Alda berpikir bingung. Ia harus acuh seperti usulan Rere atau ia balas aja perasaan Alvin?

"Ayo, Al," ajak Giska yang sudah siap untuk pulang. Giska melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Alda. Karena, Alda tidak menggubris ajakannya. "Woi!"

Alda terkaget sehingga buku yang tadi dia niatkan untuk dimasukkan terjatuh ke lantai. "Astaga, Gis. Biasa aja panggilnya, gue gak budek." Alda mengambil kembali buku yang terjatuh dan segera berdiri dengan tas merah di gendongannya.

"Ya suruh siapa ngelamun?"

Alda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena dia sendiri yang salah. "Gak ngelamun. Cuman bengong doang."

"Terus bedanya apa, Alda?" geram Giska. "Ayo, ah. Nanti Rere marah karena kita kelamaan." Ya, Rere dan Andrina sudah duluan keluar. Karena, Andrina yang tidak kuat menahan pipis.

Keduanya berjalan keluar dari kelas, menuju gerbang depan. Disela-sela perjalanan, Alda berkata, "Tumben tadi lo gak ngelawan guru?"

Giska menghembuskan nafasnya malas. "Nyokap gue. Kalok gue masih nakal maka gue bakal dijebloskan ke pesantren. Ya... Terpaksa, sih, gue ngelakuinnya," jelas Giska. Akibat kejadian kemarin, orang tuanya dipanggil karena dia berkali-kali masuk BK. Nyokap nya tidak mengampuninya dan mengancamnya akan dimasukkan ke pesantren jika ia masih nakal. Sebab itulah Giska menurunkan ego nya untuk lebih giat dan berperilaku sopan. Setidaknya sampai dia lulus.

Alda tertawa ringan melihat seorang Giska yang biasanya tidak bungkam ketika ditegur guru. Hari ini, semuanya berubah.

Rere menatap sangar pada gadis yang bercanda ria yang baru muncul seperti tidak menghawatirkan nya. Ia sedari tadi merasa kepanasan menunggu kedua gadis yang sudah ia kutuk dalam hatinya. "Lama," ucapnya dengan wajah datar ketika mereka sudah berada didepannya.

Andrina yang tadi berteduh di pos satpam dengan para siswa lelaki itu, berlari menuju tempat Rere yang berdiri kepanasan. "Hai," cengir nya tanpa dosa.

"Sori, Re," balas Giska merasa tidak enak. "Lagian kenapa gak ikut berteduh sama Andrina, sih?"

Andrina memegang tali tas nya dengan wajah lugunya. "Tadi tuh, aku udah ajak Rere ngumpul disitu. Bareng sama cogan-cogan yang lagi nungguin Alda. Eh, tapi Rere nya gak mau," jelas Andrina dengan tampang polos nya.

Rere memutar bola matanya malas. "Ya udah ayo pulang!" Lama-lama disini, dia bisa terbakar dengan sifat satu persatu sahabat nya.

"Tunggu. Lo bilang cowok disana nungguin gue?" tanya Alda mengintimidasi pada Andrina sebelum keluar dari gerbang.

Andrina mengangguk mantap dan menunjuk pada beberapa siswa cowok yang berjalan kearah mereka. "Itu kesini."

Spontan ketiga yang lain menoleh kebelakang. Dan benar, siswa yang berjumlah empat itu berjalan menuju pada mereka.

"Itu si Alvin," ungkap Giska.

Alvin tersenyum tipis ketika berada didepan Alda. Ia menatap hangat pada mata lentik hitam pekat milik Alda yang sudah bisa meluluhkan hatinya. Sudah berapa lama ia menahan rasa cintanya. Tapi, kali ini dia tidak bisa. Baik Alda sudah membaca surat nya atau tidak. Ia tidak peduli lagi. "Hai, Alda."

ANTARA DIRI DAN DURITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang