11. SEBUAH KEPALSUAN

5 4 0
                                    

Sungguh! Luka itu masih membekas di hati. Bukannya kau menghilangkan malah menorehkan.
~Alda Khaula Nuha

Setelah tergapai kau pergi tanpa melambai
~Alda Khaula Nuha

DD

"Alvin?" kaget Alda setelah menyalakan lampu itu.

Alvin segera duduk dan melepas rengkuhannya pada gadis yang tidak Alda ketahui. "Kamu ngapain disini?"

Alda menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya atas apa yang ia lihat. Ia melihat Alvin melumat habis bibir gadis cantik dan seksi itu. Gadis yang hanya memakai celana sebatas paha dan atasan yang begitu memalukan. Tanpa terduga, air mata Alda meluruh tanpa aba-aba. Melihat dirinya yang memprihatinkan sangat membuat hati Alda bagai tersayat tujuh puluh pisau. "Apa yang kamu lakukan Alvin? Kamu menghianatiku?" Isakan kecil terdengar sangat memilukan dari bibir Alda yang bergetar.

Alvin beralih berdiri dan menghampiri Alda yang tidak berani menatapnya. Dengan telanjang dada ia menarik dagu Alda agar menatapnya. "Kau sudah tahu." Alvin dengan bangganya tertawa melihat linangan air mata Alda.

Alda menatap tidak percaya atas apa yang dikatakan Alvin. Dia kira, Alvin akan meminta maaf dan berusaha untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi di atas ranjang ini.

"Kau pikir aku akan minta maaf? Cih." Alvin meludah di dinding samping kepala Alda. "Bagus lah jika kau tahu, Alda. Itu lebih membuatku gampang untuk pergi darimu tanpa harus drama lagi."

"Apa maksud kamu?" Dengan suara yang bergetar Alda menatap nanar pada Alvin dan gadis yang sekarang juga berdiri di samping Alvin.

Alvin merangkul pinggang terbuka gadis cantik itu. Ingin menunjukkan pada Alda bahwa dia tidak butuh Alda lagi. "Kita putus. Jadi, mulai sekarang kita gak ada hubungan lagi. Toh, kamu sudah nikmati kan sama Alan? Itu sebagai kado terakhir aku."

Alda kembali tidak percaya. Jadi semua yang dikatakan Alan itu memang benar. Buat apa dia hadir di pesta ini jika memang itu penjelasan yang Alvin kasih setelah tiga hari menghilang. Buat apa dia berdandan selayaknya gadis murahan jika Alvin malah berpaling darinya. Buat apa? Sungguh kali ini Alda berpikir lagi bahwa semesta tidak adil padanya. Dia kira, Alvin adalah hujan dan senja yang selalu ia nantikan dan rindukan. Tapi, nyatanya Alvin tidak lebih dari petir dan badai yang sangat tidak ia inginkan. "Berengsek kamu, Vin!"

Alvin terkekeh kecil. Ia mengusap air mata Alda lembut. "Gak usah nangis kali. Gue juga gak akan kembali ke lo meskipun lo nangis darah sekalipun." Alvin mematikan lampu tidur itu dan beralih kembali keatas ranjang membawa gadis cantik itu dalam dekapannya. "Lo bisa keluar. Jangan lupa tutup pintunya."

Alda menatap sendu sosok Alvin yang teramat beda dari yang ia kenal. Tutur kata yang biasa selalu lembut kini itu sudah sirna. Kata lo-gue dari Alvin sangat membuat dadanya ngilu dan sesak. Dengan langkah pelan Alda keluar dari kamar itu dan menuruti perintah Alvin untuk menutup pintu kembali.

Alda berjalan gontai menuju lantai bawah lalu pintu keluar. Terlihat ketiga sahabatnya sedang berdiri di samping jalan seperti menunggunya dengan guratan bahagia dari mereka. Andrina yang terlihat cemong karena selai strawberry dikedua pipinya. Giska dan Rere yang tertawa melihat hal itu. Tapi, ketika melihat Alda yang keluar dengan wajah sedih membuat mereka segera menghampiri Alda.

"Kenapa, Al?" tanya Giska.

"Alda kamu darimana aja? Tadi seru tau dansanya, sama makanan nya enak-enak tau," celoteh Andrina sambil mengelap selai di pipinya.

Melihat pandangan Alda yang kosong membuat ketiganya heran. Terutama Giska, dia merasakan bahwa ada hal yang membuat Alda seperti ini.

"Al, lo kenapa?" lontar Giska lagi. "Terus Alvin mana? Kok gak nganterin lo?" lanjut nya dengan menatap kebelakang, mencari keberadaan Alvin.

ANTARA DIRI DAN DURITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang