Kukira obat, ternyata luka terhebat.
~Alda Khaula Nuha-
≈DD≈
Pagi ini, Alda berjalan gontai menuju jalan raya. Kepalanya berdenyut kencang akibat semalaman tidak bisa tidur. "Ini kepala minta gue banting ke jalanan kali, ya!" gerutu Alda dengan memegang kepalanya.
Tiba dijalan raya, Alda mencari angkutan umum agar ia bisa segera kesekolah dan mengisi perutnya yang belum terisi. Akibat, sang mama yang masih tidur dan tidak pernah masak sejak resmi berpisah dari sang papa.
Tatapan Alda berhenti di seberang jalan. Dimana Alvin yang selalu tersenyum khas pagi padanya. Sedangkan kali ini, tempat itu terlihat bersih, tidak ada motor sport yang berdiri disana. Alda menghembuskan nafasnya gusar. Ia tidak boleh seperti ini. "Ingat Alda. Lo harus ingat keburukannya! Kebaikan dan perhatiannya itu hanya sebuah pencitraan!"
≈DD≈
"Alda, aku bawa cokelat, ni," ujar Andrina yang baru datang bersama Rere. Tapi, tidak dengan Giska.Alda yang baru menelungkupkan kepala di atas meja hanya menghela nafas panjang. Kepalanya makin ngilu. Selera sarapannya juga sudah hilang saat tidak sengaja berpapasan dengan Alvin di lorong sekolah tadi.
"Sorry Alda. Gue gak maksud nyakitin lo, kok. Gue hanya mau ngenal lo. Tapi, lo nya aja yang perasaan banget."
Bisikan Alvin di lorong tadi membuat Alda berpikir bahwa Alvin bukan manusia. Ucapan Alvin itu sangat tidak masuk akal bagi Alda. Jelas-jelas dirinya yang datang dengan kata cinta. Tapi, kini dia membuat seakan-akan Alda lah yang kepede-an atau ge-er. Benar, otak buaya emang beda.
"Alda, ish." Andrina kembali menyondorkan beberapa cokelat pada Alda.
Alda mengangkat kepalanya dan memandang Andrina dengan mata yang sayu. "Makan cokelat pagi-pagi gak baik, And." Meskipun kelihatan tidak vit. Alda tetap terkekeh dan memancarkan senyum pagi pada sahabatnya.
"Lo gak sehat, Al?" lontar Rere dengan menyampingkan tasnya.
"Sehat kok, Re." Bohong. Keadaan fisik dan batin Alda sedang tidak sehat. Tapi, karena ujian kenaikan kelas dimulai hari ini. Alda harus tetap sekolah. Ia tidak mau ujian susul karena pasti rasanya beda dan lebih ribet lagi.
Giska datang dengan guru yang bertugas di ujian pertama dibelakangnya.
"Kok baru datang, Gis?" tanya Alda.
"Ada urusan penting tadi, Al." Giska tersenyum tipis dan duduk di samping Alda.
Ujian berlangsung. Kelas berubah menjadi hening. Semua atensi siswa mengarah pada lembar kertas di hadapannya masing-masing. Termasuk Alda. Meskipun dengan kepala yang tidak baik untuk digunakan berfikir. Alda tetap memaksa otaknya untuk mengingat kembali pelajaran yang diterangkan sebelumnya. Meskipun, ujian kali ini dia tidak punya kesiapan.
Tujuh jam lebih Alda berkutat dengan otaknya. Bukan Alda sahaja. Giska, Rere bahkan Andrina yang memiliki otak minim juga sama-sama memaksa otaknya untuk berfikir.
Waktu sekolah sudah selesai. Dan ujian matematika adalah penutup hari ini. Alda berjalan lesu beriringan dengan yang lain. "Gue pulang dulu, ya. Bye."
"Oke, Alda. Sampai jumpa esok," teriak Andrina yang masih semangat.
Alda mengangguk dan masuk pada kompleks perumahan nya yang berbeda dengan kompleks perumahan ketiga sahabatnya.
Ketika hampir sampai didepan rumah, Alda mendapatkan mobil bermerk terkenal terparkir agak jauh dari kontrakannya. "Mobil siapa, ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA DIRI DAN DURI
Dla nastolatkówPerubahan mulai terjadi dalam kehidupan Alda. Mulai dari harta dan keimanannya. Pada umur yang masih labil, ia sudah menjalani kehidupan dengan keadaan orang tuanya yang berpisah. Awalnya Alda berpikir bahwa lelaki paling berengsek adalah Papa nya...