Mute

3K 204 5
                                    

Renan tengah menuliskan nomor ponselnya di atas sebuah kertas note kecil. Ia senyum-senyum sendiri sembari menyiapkan kata-kata yang akan ia utarakan ketika memberi kertas note itu esok.

Jika ada yang bertanya untuk siapa kertas atau lebih tepatnya nomor ponsel itu, jawabannya adalah untuk Marko. Renan ingat sepulang sekolah tadi Marko memintanya untuk memberi nomor ponselnya dan Renan berkata 'besok ya' yang dibalas senyuman bahagia oleh Marko.

Salah. Renan tidak, ah belum menyukai Marko. Ia hanya ingin mulai belajar menerima dominan meskipun sulit. Ia saja tidak yakin jika kata-kata yang telah ia siapkan sekarang akan lancar diutarakan esok nanti.

Menghela nafas panjang, Renan bangkit dari meja belajarnya lalu menuju kamar mandi. Kebiasaan baiknya, selalu bersih-bersih sebelum tidur.

-I'M SHY!-

Renan berjalan sendiri di koridor dan sedikit berharap untuk berpapasan dengan Marko.

Iya, Renan sendirian. Ia belum memiliki teman kelas sampai saat ini. Itu semua terjadi tentu karena dirinya sendiri yang sulit berbaur dengan orang lain. Dimana orang-orang tengah sibuk bercanda dan bercakap bahagia, Renan lebih memilih berpura-pura mencatat atau membaca buku seolah ia tengah menyelesaikan tugas dari guru. Padahal, tidak ada tugas sama sekali.

Renan berjengit kaget ketika merasa pundaknya ditepuk seseorang. Ah ternyata Marko orangnya. Baru saja tengah dipikirkan.

"Pulang sendiri?" Tanya Marko.

Renan mengangguk sebagai jawaban. Untuk membuka mulut saja rasanya sangat kaku. Padahal, ini saat yang tepat untuknya memberi nomor ponsel pada Marko.

"Aku anterin, mau ya? Kamu tunggu depan gerbang. Aku ambil motor di parkiran dulu."

Belum sempat Renan menjawab, Marko sudah buru-buru pergi meninggalkan Renan.

Renan kembali dilanda rasa gugup dan berdebar. Untuk berjalan saja rasanya lemas sekali.

"Aduh gimana nih? M-maluuu," monolog Renan. Ia memainkan jari-jarinya sambil terus berjalan, melupakan perkataan Marko yang menyuruhnya untuk menunggu di depan gerbang.

Salahkan saja rasa gugupnya yang membuatnya hilang konsentrasi.

"Renan!"

Yang dipanggil berhenti tepat disebelah Marko memberhentikan motornya. Ia menatap bingung Marko dan seperkian detik ia baru teringat jika ia akan diantar pulang oleh Marko. Lihatlah, dia sudah berjalan hampir setengah kilometer dari gerbang sekolah.

"Kok aku ditinggal? Aku kan nyuruh kamu nunggu depan gerbang."

Renan menggaruk tengkuknya. "M-maaf. Lupa," cengirnya.

Marko lagi-lagi terkekeh. Kenapa submisiv satu ini lucu sekali? Dicubit bolehkan?

Marko melakukannya. Mencubit pipi kanan Renan yang terbilang cukup chubby.

Renan terkejut tentu saja. Jantungnya semakin berdebar tak karuan. Katakan saja Renan berlebihan. Tapi, nyatanya memang seperti itu. Ia selalu berdebar hebat ketika menerima skinship yang sengaja diberikan oleh dominan.

Setelah dirasa sang submisiv duduk di motornya dengan benar, barulah Marko menjalankan motornya dengan sangat-sangat pelan. Takut terjatuh dan melukai sang pujaan hati.

Dalam perjalanan, Renan hanya diam dan sesekali menjawab pertanyaan Marko seadanya. Hal itu membuat Marko kesal. Ia merasa tak diharagai disini. Wajar saja kan jika Marko menilai Renan tak menyukai adanya Marko?

"Renan, kamu lagi sariawan ya?"

"H-hah? Enggaa."

"Kenapa diem aja? Ngomong dong."

I'm shy! -norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang