Understanding

1.5K 148 10
                                    

"Pegangan."

"Ngga perlu."

"Gue bilang pegangan."

"Apasih? Ngga usah sok peduli!"

"Gue ngga lagi sok peduli. Gue cuma ngga mau lo jatoh terus gue yang harus tanggung jawab. Kalo lo yang tanggung jawab sendiri sih terserah."

Dengan perasaan gondok, Renan mencengkram pinggang Noah dengan kencang. Noah sangat-sangat menyebalkan.

-I'M SHY!-

Begitu sampai di kediaman keluarga Jeffrey, Renan mengedarkan pandangannya. Rumah yang sudah beberapa kali ia kunjungi ini nampak sepi dari biasanya. Tidak ada Naren yang menyambutnya ataupun Tian. Bahkan sampai Renan masuk lebih dalam, ia tidak melihat tanda-tanda orang lagi selain para pekerja rumah itu.

"Naren mana?" Renan terpaksa bertanya karena penasaran.

Noah yang tadinya di depan Renan, berbalik, melangkah satu untuk mengikis jaraknya dan kekasihnya. Ia lantas menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan submisiv mungil yang sudah membuatnya kesal itu. "Naren, Bunda sama Ayah ngga ada di rumah." Noah menegakan badannya lagi dan segera membawa Renan ke kamarnya.

Noah menyuruh Renan duduk di sofa untuk menunggunya. Beberapa menit kemudian Noah keluar dari kamar mandi dengan sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian santai dan ia membawa satu setel pakaian di tangannya.

"Pake. Gue ngga mau ngobrol kalo lo masih pake seragam." Noah melempar pakaian yang ia bawa pada Renan.

Sedang yang disuruh ganti baju tiba-tiba mengernyitkan dahinya. Apa hubungan ngobrol dan pakai seragam? "Apa hubungannya? Kamu risih liat aku pake seragam? Aku bau? Aku kumel? Iya?"

"Ck. Ngga gitu. Tinggal ganti aja kenapa sih? Ribet amat."

Tidak mau berdebat lebih panjang lagi  Renan akhirnya menurut. Ia melirik sinis Noah sebelum pergi ke kamar mandi dengan langkah kesalnya. Setelah masuk ke kamar mandi dan tidak lupa mengunci pintunya, Renan langsung melepas seluruh pakaiannya dan hanya menyisakan celana dalam putih yang menutup area selangkangannya. Ia memakai kaos putij kebesaran milik Noah dengan bibir yang tak henti-henti menggerutu kesal. Apalagi saat ia melihat celana pendek abu-abu yang juga harus ia kenakan. Apakah dominan itu sengaja menyuruhnya mengenakan celana sependek ini? Bahkan ini lebih pendek dari celana yang waktu lalu Noah pinjamkan.

Renan memakai celananya dengan kesal. Lihatlah, bahkan celananya hampir tenggelam di kaos kebesarannya. Ia menatap dirinya pada bayangan cermin di depannya. Ia sering berpakaian seperti ini di rumah atau bahkan lebih terbuka lagi. Tapi sekarang masalahnya di rumah orang. Dan orangnya adalah kekasihnya sendiri. Ah, biarkan saja. Lagipula ia dan Noah masih dalam kondisi pundung.

Noah mengalihkan atensinya pada pemuda mungil yang baru saja keluar dari kamar mandi dan kini berjalan ke arahnya. Ia mengerang dalam hati melihat penampilan Renan. Jika saja ia tidak sedang kesal dengan submisiv itu, ia pasti sudah menerkam habis tubuh mungil itu.

Renan mendudukan dirinya di samping Noah, lalu sedikit mengibaskan rambutnya yang basah karena ia tadi sempat membasuh wajahnya. Dan hal itu tidak luput dari pandangan Noah.

"Siapa yang mau jelasin duluan?" Renan bertanya tanpa melihat dominan di sebelahnya.

"Ya lo lah. Kan lo yang bikin kesel gue duluan."

Renan sontak menoleh, menatap bengis Noah. "Aku? Jelas-jelas kamu yang bikin aku kesel duluan!" Sengitnya tidak mau kalah.

"Ngga mau tau. Pokoknya lo duluan."

Hidung Renan kembang kempis saking kesalnya. Ingin rasanya menghajar dominan yang sayangnya kekasihnya itu. Tapi Renan lebih baik mengalah daripada masalah ini tidak kunjung terselesaikan.

I'm shy! -norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang