Spilled

1.7K 174 2
                                    

"Hai."

Renan, orang yang disapa barusan mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang dominan yang telah membantunya ketika istirahat pertama tadi.

"Eum, hai," sapanya balik.

"Gue boleh duduk disitu ngga?" Noah menunjuk bangku yang biasa Feri duduki. Kebetulan, orangnya sedang keluar. Sekarang memang waktunya istirahat kedua. Mustahil bagi Feri dan kawan-kawan untuk tetap berdiam diri di kelas seperti Renan.

Renan mengangguk lalu mengubah duduknya menjadi menyamping, memberi jalan Noah masuk. Kenapa masuk? Karena bangku Feri berada dekat tembok.

"Kenapa ngga ke kantin lagi? Kapok ya?" Tanya si dominan sambil mendudukan pantatnya di kursi Feri.

Renan menggeleng pelan. Aktivitas menggambarnya ia hentikan. "Aku cuma masih parno aja."

Noah manggut-manggut. "Yandu emang udah terkenal mesum bahkan ke kakak-kakak kelas kita. Lo tau ngga? Dia pernah kepergok sama anak kelas ipa satu, lagi ngew* sama kakak kelas dan bangkenya sampe sekarang guru ngga ada yang tau."

"Lo harus lebih hati-hati dan terus jaga diri," tambahnya.

Renan sempat terkejut mendengar fakta baru tentang Yandu. Seburuk itukah Yandu?

"A-ku takut... " cicit Renan. Jari jemari kurus nan mungilnya ia mainkan. Wajahnya murung. Ia sedih, baru saja ia ingin mencoba berbaur, tapi kejadian tadi pagi membuatnya ingin kembali menutup diri dan menjauh dari orang-orang.

Noah yang tadinya menghadap depan kini menyamping menghadap Renan. Diusapnya pundak sempit Renan. "Jangan jadiin kejadian ini buat lo makin menutup diri. Lo harus buka diri, Ren. Mau sampe kapan lo diem gini terus? Sampe lulus?"

Renan menggeleng. Ia pun tak tau akan sampai kapan ia menutup diri seperti ini. Terlihat sepele namun bagi Renan sangatlah sulit. Apalagi setelah kejadian tadi.

"Aku takut, Noah. Aku takut Yandu... "

"Sst..." Noah mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Renan. "Yandu emang mesum. Tapi masih bisa dicegah kok. Dia kayanya ngga mungkin modus kalo lagi di tempat rame. Jadi lo jangan sendirian lagi ya?"

Renan menyingkirkan tangan Noah sebelum berkata, "Kata siapa di tempat rame engga? Yandu pegang pipi aku, pegang tangan aku, niup tengkuk aku, nempel-nempel ke aku. Di kantin!"

"S-serius?" Noah terpengangah. Setaunya, Yandu tidak sampai seberani itu. Tadi saja ketika Yandu hampir melecehkan pantat Renan suasana saat itu tidak begitu ramai. Tapi-

Tapi kenapa ia merasa tambah kesal dengan Yandu? Bukan karena sifatnya, tapi karena Yandu yang sudah berani menyentuh wajah Renan. Noah yang selama ini ahli dalam bidang modus saja belum terkabulkan untuk menyentuh wajah imut Renan. Tapi, si sialan itu rupanya sudah mendahuluinya. Kurang ajar!

Noah menyukai Renan? Tentu saja. Siapasih yang tidak akan terpesona dengan Renan? Secara, Renan itu manis, cantik, dan juga imut dalam satu waktu. Jemi juga mengakui jika ia suka dengan Renan.

Tapi suka bukan berarti cinta. Noah sekedar mengagumi paras ayu Renan. Untuk cinta, ia belum sampai kesana. Ia tipe orang yang gampang suka, tapi sangat sulit jatuh cinta. Bahkan, sampai saat ini ia belum menemukan pujaan hati yang berhasil menetap lama di hatinya.

"Serius. Aku takut ketemu dia lagi. Aku risih disentuh-sentuh sama orang asing kaya gitu."

Ngomong-ngomong soal sentuh dan orang asing, Noah jadi teringat dengan kejadian kemarin dimana ia memangku Renan dan dengan lancangnya bergerak.

"Bay the way, gue jadi keinget kemaren yang kita pangku-pangkuan. Sorry banget. Gue ngga bermaksud mesum apa gimana udah lancang... ya itulah lo tau sendiri. Lo aja sampe ngedesah?

I'm shy! -norenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang