04|Anti-Hero

317 61 17
                                    

HOLAAAA....
bestie bestieeee, awalnya mau update hari rabu, eh kelupaan aku gara gara ada urusan, jadinya hari ini update, sama besok tentunya.

SELAMAT MEMBACA YAA❤️❤️❤️

----


Amina melangkah masuk tanpa izin, pandangannya terkunci pada Giwang yang sudah mengeraskan ototnya untuk menahan pukulan bunda yang bisa datang kapan saja.

Kamarnya ini kecil, dua ranjang yang terpisahkan oleh nakas juga jendela cukup membuat sesak, tidak akan mampu menahan mereka berlima didalam, Amina pasti akan lebih mudah menangkap tubuhnya. Jika Bunda marah besar, Giwang akan melompat saja dari satu satunya jendela dikamarnya.

Giwang menunduk sembari mengeratkan gerhamnya, pukulan pertama biasanya pada pipi. Pertahanannya melemah setelah merasakan sentuhan lembut dipunggungnya. Giwang membuka mata dan menemukan Amina memeluknya meskipun tinggi wanita itu hanya sepundak Giwang, Amina tetap mencoba meraih kepala putra tunggalnya. "Maafkan bunda" Bisik Amina.

Entah apa yang merasuki Amina. Giwang pikir dia akan babak belur kali ini, kesalahannya lumayan fatal karena menentang keputusan Amina, apalagi di waktu yang tidak tepat. Namun, disisi lain Giwang bersyukur bisa merasakan hangatnya dekapan bunda, lagi. Sama seperti dulu, sebelum keluarganya pecah.

Suasana menjadi lebih menegangkan saat Giwang merasa mereka akan mengadilinya. Duduk melingkar mengisi penuh sofa di ruang tamu, Giwang mempersiapkan diri untuk diskusi, ralat! Untuk interogasi.

"Ayah sama bunda udah dengar semuanya, Giwang, bisa tolong jelaskan? Biar kita nggak salah paham" Senyum tipis terpahat pada wajah Robi yang terlihat lelah.

"Ngomong, sial!"

"Aldevan!" tegur Robi. Disaat yang bersamaan Sherine mengelus lutut Aldevan, menjaga kesadarannya supaya tidak menuruti emosi.

Giwang menelusur sekitar, melihat semua orang disana menatapnya membuat Giwang kebingungan harus berkata apa, "Aku.. Memang nggak keberatan kalau bunda menikah lagi, tapi aku nggak pernah bilang kalo bisa menerima orang baru"

"Lalu?"

"Aku akui, Om- Maaf! Maksudnya Ayah Robi memang baik, sangat baik. Tapi darahku ini darah Ayah Adam, bukan Ayah Robi"

Robi memajukan tubuhnya, menumpukan kedua siku pada lutut dan menautkan kedua telapak tangan, menatap teduh Giwang, "Kamu tahu apa yang Adam sudah lakukan?"

Giwang menggeleng.

"Adam sebenarnya adalah orang yang baik. Ayah Robi nggak akan bisa menggantikan Adam dihati Giwang, tapi Ayah Robi bisa menemani Giwang. Banyak hal yang Giwang sulit pahami, Aldevan juga bahkan Kak Sherine belum tentu bisa, tapi Bunda pengecualian. Paling nggak Giwang bisa bantu bunda, kan? Untuk kesempatan kedua ini, biar bunda punya keluarga yang lebih baik lagi"

Giwang menggigit bibir,"Aku nggak tahu! Aku-"

Amina memegang tangan Giwang, tidak tega melihatnya frustasi seperti ini, "Istirahat, ya?" Curang rasanya membahas sisi lemah seorang ibu didepan anak anaknya.

Giwang mengangguk, menyetujui tawaran Amina, juga untuk melarikan diri dari situasi canggung yang lumayan memalukan untuknya. Ini menjadi akhir perbincangan keluarga Akbar yang lumayan serius, baiknya tidak ada masalah yang timbul.

Kelihatannya suasana hati Amina sedang dalam kondisi yang baik. Mungkin perusahaannya mendapat mitra atau sedang untung besar, jadi kesalahan Giwang bisa dikesampingkan.

Kamar putra Akbar masih menyala terang lampunya, biasanya kedua anak itu akan sedikit memperdebatkan lampu itu akan dibiarkan atau dimatikan, namun kali ini hening. Aldevan sepertinya merajuk. Giwang bangkit dan memutuskan malam ini lampu dimatikan, Giwang mengalah. Membuat Aldevan yang pura pura tidur meringkuk membelakangi Giwang membuka matanya.

THE SALVATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang