40|Validasi

214 39 15
                                    

Memang pundak lelaki masih pundak manusia, hati lelaki juga masih hati manusia ; yang bisa merasakan sakit, sedih, senang, dan perasaan ingin diakui

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memang pundak lelaki masih pundak manusia, hati lelaki juga masih hati manusia ; yang bisa merasakan sakit, sedih, senang, dan perasaan ingin diakui.

---


Aldevan sampai di tempat yang familiar, yang tidak berubah sejak sepuluh tahun lalu, tempat bekerja ayah lebih mirip boothcamp peta sanhok yang sering Aldevan datangi saat bermain game online bersama Zayyan, kan jadi teringat dia ; Teriakan penuh emosi 'tembak dulu lah!!' saat Aldevan sibuk memposisikan diri karena mules sudah tidak akan dia dengar lagi.

Teman teman Robi sudah mengenal baik si Akbar junior ini. Maklum, Robi memang sering membawa anak itu ke tempat bekerja karena tidak ada yang merawat jika ditinggal di rumah. Latihan bela diri yang dia kuasai selama ini juga karena pengaruh lingkungan masa kecil yang dikelilingi oleh para pria dewasa berbadan kekar, ternyata dia memiliki bakat dari sana dan mencoba mengembangkannya sendiri. Tentu saja Robi sangat mendukung.

"Katanya mau pergi sama Giwang, kenapa malah ke sini? Dokumen ayah nggak perlu diantar sekarang juga nggak apa apa, belum mau digunakan cepat cepat"

"Orang Giwang nggak ada kabar. Kemarin dia pernah ngambek gara gara Devan ke Gramedia sendiri, eh ini waktu mau diajak malah hilang nggak tahu kemana" Pandangan Aldevan menatap beberapa orang yang berlari memutari lapangan sembari  mengikuti yel yel sang instruktur, "Itu Om Agam Yah? Wih, katanya kemarin dua kali tertembak, kok masih kuat aja lari lari?"

"Om Agam udah kebal disakiti, joging udah jadi separuh nyawanya. ibarat, gempar dunia karena zombie juga kalau dia belum fisik nggak akan mau tahu"
"Giwang, itu dia mungkin masih les. Coba cari aja ke tempat lesnya"

Aldevan mendengus, "Les apaan sih ayah? Orang nilainya udah keluar. Tapi rahasia kuat kayak Om Agam gimana ya Yah?"

"Aish! Bahas si Agam nanti aja, tanya sendiri kalau orangnya udah istirahat joging. Ujianmu dapat peringkat nggak?"

Lelaki seusia ayahnya namun memiliki badan lebih besar juga kulit yang gosong karena terlalu sering terpapar sinar mtahari ini sepertinya lebih menarik daripada harus menjawab pertanyaan ayah tentang Giwang, "Nggak tahu, kan hasilnya dikirim Ayah"

"Oh, Ayah belum cek email. Sebentar" Robi mengambil ponsel dikantongnya, "Ayah harus pindahin kamu kemana lagi ya ini?"

"Enak aja, nggak separah itu juga lah ayah" Aldevan menatap heran lelaki yang sedang tersenyum lebar mencari nama putranya di tabel nilai Hermes. "Emang kalo nilai jelek bisa dikeluarin dari Hermes, Yah?"

Robi mengangkat bahu, "Mungkin, ayah masukin pesantren nanti kalo nilainya jelek"

"Jangan, masukin ke peleton Om Agam aja yah. Biar gosong sekalian sampai tulang tulangnya"

THE SALVATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang