13|Mahir Boxing

296 64 16
                                    

Sesakit sakitnya pukulan bunda, lebih sakit memang dipukul di kepala.

---

"Udah ya, gue balik dulu. PR-nya jangan lupa, nanti kirim jawabannya ke gue lagi!" Ucap Imran buru buru memasang sepatunya.

"Iya nanti Giwang kirim bang, hati hati dijalan"

Giwang masuk kembali kedalam kamarnya, mengerjakan soal soal yang tadi Imran berikan. Hari ini ingin segera menyelesaikan tugasnya dan bermain PS atau nanti bermain game online bersama Aldevan kalau sudah pulang. Tumben sekali dia ingin menghabiskan waktu dengan saudara yang hampir tidak mau dia akui ini.

Tapi Aldevan sendiri masih berada di sebuah Cafe, menunggu Igemi. Sudah habis tiga gelas jus buah tapi kekasihnya itu belum juga datang.

"Silahkan kak, jus jambu pesanannya" kata salah satu pelayan Cafe.

Aldevan mengangguk, malu rasanya yang memberikan minum adalah pelayan yang sama sejak tadi.

Tak lama setelahnya Igemi datang. "Hai, sayang maaf aku telat banget ya?"

"Oh enggak, ini aku baru pesan minum. Kamu mau minum apa, sayang?" Ucap Aldevan berbohong karena tidak mau membuat Igemi merasa bersalah. Atau lebih tepatnya takut diamuk kekasihnya ini.

Dua porsi steak ayam dan segelas chocholate blend datang ke meja mereka. "Maaf ya tadi, tiba tiba kakak aku pulang dari luar kota, sama mama disuruh bantu bersihin kamar kakak" Igemi memegang tangan Aldevan, membujuknya supaya tidak merajuk.

"Ih, nggak apa apa sayang aku. Kalo bisa, besok kabarin dulu ya, aku tadi dilihatin satu geng mbak mbak di sana, kalo kamu ngabarin kan aku bisa nunggu dimana gitu"

Igemi tersenyum lalu mengangguk, Aldevan tidak pernah marah dengannya. Meskipun dia melakukan kesalahan, seperti saat ini. Itulah yang membuat Igemi begitu mencintai lelaki manis yang murah senyum ini.

Igemi mulai menceritakan tentang kakak kakaknya, Igemi adalah anak ke empat dari empat bersaudara. Ketiga kakaknya adalah anak laki laki, dan semuanya sudah berada pada perguruan tinggi dan ada juga yang sudah bekerja, "Kakak aku yang kedua itu nggak pernah mau ngalah, kalo kita beli martabak gitu maunya dia martabak telur, aku nggak suka padahal"

"Sama banget kayak Giwang, kita juga sering rebutan susu, atau nggak roti isi selai. Kayak bocah orangnya"

"Iya ay, terus juga kakak aku yang pertama itu suka banget ngelukis, lukisannya bagus bagus, waktu itu pernah dipamerkan, karena diluar kota jadi nggak bisa lihat deh, sayang banget"

"Oh iya? Rumus matematika bisa ikut dipamerin juga nggak?"

"Hah, kok gitu?"

"Buku Giwang itu isinya cuma rumus matematika sama fisika, sayang banget kalo dibuang, mending buka pameran biar orang orang pada lihat itu"

Igemi menatap malas Aldevan, steak ayam yang sudah dia potong tidak lagi napsu dia makan.

"Giwang juga kalo jam empat gitu udah berisik banget, ada aja yang dikerjain. Tapi ya gitu, belajar" Tambahnya.

Aldevan menelan ayam yang sudah dia kunyah, "Terus ay, tau gak-"

"IH KAMU MAH!" Igemi kesal. Suaranya yang meninggi membuat Aldevan sukses mendongakkan kepala sampai melupakan makannya yang masih setengah.

"Pacar kamu tuh aku apa Giwang? Giwang terus yang diomongin!"

"Ya kamu lah sayang, tadi kan lagi ngomongin saudara. Saudara aku kan Giwang"

"TUH KAN!"
"Emang kakak kamu yang perempuan itu bukan saudara kamu? Ah udahlah, pulang aja sana. Apelin Giwang, pacaran aja sama Giwang" Igemi merajuk.

THE SALVATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang