33|Pressure

192 38 3
                                    

"Sekali gue macam macam, hancur gue dua kali! Hancur mental gue sama dia, hancur badan gue dipukulin Papa, walaupun udah tapi gue nggak mau memperparahnya.."

ZAYYAN

---

Setelah Aldevan hanya berkutat dengan ponsel karena kesal menembak musuh yang tak kunjung terbunuh, kini dia hanya bisa duduk diam dengan jaket yang sudah terpasang sampai lengan kanan atas. Kegiatannya itu terhenti setelah menerima telepon dari ayah, satu kalimat yang sukses membuatnya termenung mengevaluasi diri : [Dengerin ayah dulu, kemarin udah dikasih tahu kan? Paham kan? Ngerti kan, Aldevan Denanda putranya ayah Akbar?]

"Paham Ayah Akbar, ngerti kok! Putramu ini paham"

[Sekarang Giwang di mana?]

"Ketemu Zayyan, paling kalo nggak di Red ya di rumah dia"

[Jangan pada aneh aneh loh ya! Ingat kata ayah, jaga Giwang]

Aldevan memutar mata malas, "Udah gede Yah, kenapa juga harus dijaga? Dia bisa sendiri"

[Iya, maksudnya kan kamu yang udah paham pergaulan, harus tuntun Giwang biar tahu mana yang boleh mana yang nggak]

"Ya" Jawabnya malas.

[...] Ucapannya tidak jelas karena Robi menanggapi rekannya, Aldevan juga tidak mau dicap sebagai anak durhaka karena mematikan ponsel begitu saja saat belum adanya jawaban dari Bapak Akbar. [Ya sudah, kamu mau pergi kan? Nanti pulang sekalian jemput Giwang, Dev]

"IH NGGAK, ORANG MAU KE RUMAH IGEMI.. NANTI MALAH MUTER MUTER AYAH!!!"

[Nurut!]

"Iya udah, iya"

---


Media, dibalik mereka ada ribuan orang dengan tujuan masing masing. Ada yang sebenar benarnya ingin memberikan hiburan sampai mereka di sana untuk mendapatkan hiburan.

Namanya juga manusia.

Sisi gelap terang menjadi pembeda yang hanya diketahui orang orang di sana, dan mau tidak mau harus mereka simpan sendiri. Banyak proses yang dilalui tokoh publik untuk sampai titik dikenal banyak orang. Salah satu proses terberat yang dilalui Zayyan adalah ditahap memulai karir sebagai aktor, yang membuat semua semakin berat karena kedua orang tuanya yang sudah memiliki nama besar di industri ini, Zayyan memikul tanggung jawab dua kali lebih berat.

Nyatanya memakai narkoba untuk membangun kepercayaan diri demi ketenaran sudah salah sejak awal, meskipun dengan alasan apapun, Kang tidak seharusnya memaksa putranya.

Dari paksaan itulah Zayyan menjadi pecandu.

"Yan, lo tuh dirayu!" Suara Giwang yakin sepenuh hati menanggapi Zayyan, "Lo bingung karena, ya.. Udah kejadian aja, lo takut dan nggak bisa apa apa. Akhirnya malah lo menanggung semua sendiri"

Zayyan menggeleng, "Gue nggak bisa apa apa, kalo gue lapor hancur hidup gue! Iya, nggak apa apa kalo gue sendiri, bokap nyokap gue pasti bakal keseret, Wang. Karir mereka ikut hancur!"

"Tapi lo nggak bisa diam gitu aja, lo korban! Mau nggak mau ya harus speak up, lo bilang sama-" Ucapan Giwang berhenti setelah Zayyan tiba tiba mencengkeram kerah bajunya, menatap dengan nyalang.

"ANDREAS ITU JALAN GUE, WANG!"
"Sekali gue macam macam, hancur gue dua kali! Hancur mental gue sama dia, hancur badan gue dipukulin Papa, walaupun udah tapi gue nggak mau memperparahnya. Lo nggak ngerti, gue cerita sama lo karena lo udah lihat kondisi paling lemah gue, karena gue percaya sama lo, karena gue tahu lo nggak akan bisa bantu gue dan gue cuma butuh telinga lo buat dengar apa yang terjadi sama gue, sebatas itu aja!" Zayyan menghela napas gusar, melepas pelan tangan yang mencengkeram Giwang, semua ini membuatnya frustasi, "Seenggaknya, kalo gue mati ada satu orang yang ingat seberapa keras gue berusaha buat bertahan, ya itu lo, Giwang!"

THE SALVATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang