𑁍; Dainsleif

2.1K 193 44
                                    

She Fell First, He Fell Harder.
02.

Tags: romance, modern era, angst, timeskip

No warnings.

─────┈ ୨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

─────┈ ୨ ..𖣔.. ୧ ┈─────


Kata orang, waktu adalah obat. Tapi bagi seorang Dainsleif, ini bisa menjadi sebuah kebohongan besar. Faktanya, meskipun empat tahun berlalu pun, waktu masih belum bisa mengobati rasa bersalah dalam hatinya. Perlahan-lahan mengendap, terpendam meskipun masih terasa sakit.

Selama tiga tahun ia berpikir bahwa bertemu denganmu bisa saja mungkin, jadi ia tetap menunggu. Entah bagaimana waktu membayar penantiannya nanti, ia tetap menunggumu. Mencari tahu tentang kabarmu meskipun yang ia dapat adalah nihil. Bahkan orang tuanya pun berkata bahwa mereka tak tahu apapun tentangmu, selain sebelum kamu pergi.

Dan di tahun keempat, ia menyerahkan untuk mencari. Menyerah untuk menunggu, menyerah meyakinkan diri bahwa kamu akan kembali. Jadi, ia pikir ia akan mencoba untuk merela. Disamping itu, kesehatan ayahnya memburuk dan ia mulai disibukkan dengan banyak hal.

Namun hari ini, ketika kakinya baru saja melangkah keluar dari ruang rawat inap milik ayahnya, ia bertemu dengan seseorang yang terasa begitu familiar di lorong rumah sakit.

Kamu.

Ia bertemu denganmu. Ia hampir tak bisa mempercayai matanya, dan waktu pun serasa terhenti ketika masing-masing netra kalian bertemu. Suara bising antar orang-orang yang berlalu lalang seolah tak terdengar, fokusnya hanya padamu.

Rambutmu yang semakin panjang, wajah yang terlihat lebih dewasa, tubuh yang sedikit lebih tinggi, serta perutmu yang sepertinya tengah mengandung seorang bayi.

Tentunya, ia bukanlah ayah dari anak itu.

***

Lalu di sinilah kalian sekarang. Duduk berhadapan dengan canggung di sebuah kafe tanpa tahu harus berkata apa. Ia memperhatikan jemari kedua tanganmu yang kamu takutkan di atas meja, menemukan cincin berlian yang bertengger manis di jari manis tangan kananmu.

Ini artinya ia sudah terlambat.

Kamu sudah menikah.

"Bagaimana kabarmu, Dain?" kamu memulai obrolan, tak ingin pertemuanmu dengan laki-laki ini setelah bertahun-tahun lamanya terbuang sia-sia.

Ia memasang senyum tipis, "aku baik. Bagaimana denganmu?"

Kamu hanya mengangguk lalu tersenyum, "seperti yang kamu lihat, aku baik."

Setelah itu kembali hening. Rasanya sungguh canggung jika mengingat bahwa kamu meninggalkannya tanpa sepatah katapun beberapa tahun lalu.

Tapi untunglah hal itu bisa kamu jadikan sebagai topik lain.

"Dengar, ini pasti sudah sangat terlambat, tapi aku minta maaf. Aku pergi secara tiba-tiba tanpa mengatakan apapun."

"Tidak, jangan minta maaf. Kalau boleh tahu, sejak kapan kamu tiba disini?" tanyanya setelah menggeleng perlahan.

Kamu sedikit terkejut lalu menjawab, "loh, apa paman dan bibi tidak memberitahu? Aku dan orang tuaku datang ke tempat tinggal kalian yang baru, dua hari setelah tiba disini. Kalau tidak salah sudah dua minggu yang lalu, paman dan bibi bilang kamu masih bekerja."

Disitu Dain mengerti. Orang tuanya sengaja menyembunyikan ini darinya setelah mengetahui bahwa kamu sudah menikah. Mereka pasti tidak ingin melihat putra semata wayang mereka semakin merasa bersedih. Namun usaha ini tampaknya sia-sia, Dainsleif malah bertemu denganmu secara langsung tanpa sengaja.

"Oh, benar. Aku pasti lupa, maaf."

"Tidak apa-apa."

"Ngomong-ngomong, berapa usianya?"

Dari pertanyaan seperti ini, kamu sudah terbiasa, jadi kamu mengerti. "Sebentar lagi masuk bulan keenam."

Obrolan kalian pun berlanjut dengan ditemani hidangan kecil yang disajikan pelayan. Memang tak sebanyak dulu ketika kalian masih di bangku Sekolah Menengah Atas, tetapi untuk ukuran orang yang pernah saling jatuh cinta, ini obrolan yang lumayan.

Dainsleif menemukan bahwa kamu beberapa kali menengok ponselmu, bahkan mengetik sesuatu disana. Lalu puncaknya adalah saat ketika pada akhirnya kamu memutuskan untuk berpamitan karena suamimu akan segera masuk ke dalam.

"Eumn, ku pikir aku harus segera pergi setelah ini. Kau tahu, suamiku sudah datang menjemput," ujarmu sedikit canggung tapi ia lekas mengerti dan mengangguk dan tersenyum lembut.

"Tak apa. Hati-hati di jalan dan sampai bertemu lagi."

Kamu membalas senyumannya, "ya, sampai bertemu lagi."

Tepat setelah kamu mengatakan hal itu, seorang pria tinggi dengan rambut jahe dan mata biru masuk ke dalam cafe. Kamu sedikit mengangkat tangan padanya dan ia mengangguk sementara kamu mengambil tasmu dan tersenyum pada Dain sekali lagi, berjalan meninggalkannya.

Suamimu dan Dain sempat saling melempar senyum sebelum ia membukakan pintu kafe untukmu. Mengajakmu bicara dan menanyakan bagaimana hasil pemeriksaan hari ini.

Kamu menjawabnya dengan tersenyum, menceritakan perkataan dokter bahwa anak kalian baik-baik saja. Ia memperhatikan setiap detail ucapanmu dengan baik, menatapmu dan sesekali memperhatikan jalanan, juga membalas terkadang. Kalian terlihat sangat bahagia.

Dainsleif tak akan berbohong bahwa hatinya terasa benar-benar sakit, tetapi ia juga tak mau bersikap egois. Kamu terlihat bahagia bersama pria itu, dan baginya semua itu cukup.

Meskipun ia tak tahu apa isi obrolanmu, tetapi dari cara suamimu menatapmu, dia yakin benar bahwa orang awam pun pasti langsung tahu bahwa kamu benar-benar dicintai.

Tak apa, sekarang hatinya jauh lebih lega.

Kamu sudah berbahagia, dan itu sudah cukup.

─────┈ ୨ ..𖣔.. ୧ ┈─────

E

he.

Good ending: kamu sama Dain ketemu wktu kamu masih belum nikah, jadi kalian masih sama-sama gamon terus dia confess.

Tapi ini bittersweet eding juga sih.

BTW KALIAN SADAR GASIH KALAU KEMARIN DI EPS SEBELUMNYA AK LUPA NGASIH JUDUL. Tpi sekarang udh ak kasih 🙏🏻

Who's next?

✧ 𝐄𝐭𝐡𝐞𝐫𝐞𝐚𝐥 ⋮⋮ Genshin Impact Fanfictions✧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang