the club

1.8K 138 3
                                    

Jaywon au / highschool au / violence / no angst / teen romance / kissing / ada beberapa character yang aku buat sendiri












____







Di titik ini, Jay benar-benar tidak menyukai ayahnya.

Selama 17 tahun hidup, kebanyakan ia habiskan tanpa bimbingan kedua orang tuanya. Tidak ada ibu yang selalu menyediakan makanan dirumah ataupun ayah yang bisa memberi suport pada putra tunggal nya.


Hanya ada dirinya sendiri.


Sejak kematian Sang ibu, ayahnya benar-benar menjadi seorang lelaki bodoh dan tidak berperasaan.

Jujur saja, Jay tidak ingin menganggapnya sebagai sosok ayah.

Tapi ia masih butuh rumah untuk tidur, ia enggan berkelana menjadi pengemis karena tidak menyukai rumahnya sendiri.

Setidaknya sang ayah bukanlah orang yang sering kali menjadikannya samsak hidup untuk pelampiasan.
Ayahnya terlalu sering pergi, mungkin lupa dengan eksistensi putra nya sendiri.




"Kita pindah ke Bandung"

"Kita?"

"Ayah tidak bisa tinggal di sini lagi. Pekerjaan tetap ada di bandung, disana ada pamanmu yang bisa menemani"


Jay ingin menolak hal itu. Dirinya ingin berkata jika ia bisa hidup sendiri, tapi ayahnya tidak memberi ruang untuk penolakan.

Sekali lagi, Jay masih butuh tempat tinggal.

"Terserah"















____










Jika Jay disuruh membandingkan tentang sekolah lamanya dan saat ini. Jujur saja Jay lebih menyukai sekolah di bandung ini, ayahnya memilih sekolah yang cukup besar dan terlihat mumpuni.

Tidak seperti di Jakarta yang hanya berisi sekelompok berandalan di jalan.

Ah.. Jay pasti akan merindukan kelompoknya.

Bangunan sekolah ini terdiri dari empat lantai, kelas yang ia tempati ada di lantai kedua, tidak jauh dari tangga.

Murid-murid disini tampak tidak peduli dengan eksistensinya. Jay diam-diam mensyukuri hal itu karena ia sedang tidak ingin berbicara pada siapapun.

Semuanya berjalan begitu normal. Hanya perkenalan dan disusul dengan belajar seperti biasa.




Ini sekolah formal pada umumnya, Jay juga tidak berniat menjadi berandalan di sekolah seperti ini.

Tidak ada yang menarik. Jay tidak melihat siapapun yang menarik perhatian nya.

Tidak di kelas, tidak di kantin, dan tidak dimanapun.

Murid murid disekolah ini benar-benar tidak peduli dengan kehadirannya.



"Anak-anak bodoh itu judi jotos lagi? Gak capek?"





Pembicaraan yang menarik.




Ternyata di sekolah seperti ini pun tetap memiliki para berandalan.

"Gue mau liat! Katanya yang tarung dari anak kelas satu sama kelas tiga. Kalau kita menang taruhan, duitnya bisa di pake buat rokok"

"Lagi gak ada duit bro, nanti kalah makin kere gue"

Adu jotos kedengarannya menarik, Jay ingin melihatnya nanti.
Toh tidak ada yang akan memarahi jika ia tidak pulang tepat waktu.






























our jungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang