Helen benci minum teh.
Serius. Apa enaknya, sih? Minuman itu berasa pahit, agak asam, tapi tidak bisa membuatnya terjaga semalaman seperti kopi.
"Mending minum air putih sekalian," ucapnya mengomentari kebiasaan pagi Regina.
Regina menatap Helen tajam. "Aku sumpahi matemu bau teh!" ucapnya yang tidak dihirau Helen.
Ah, iya.
Di umurnya yang ke-25, Helen belum juga menemukan matenya. Padahal teman-teman sebayanya sudah menemukan mate mereka masing-masing. Banyak juga yang sudah ditandai sehingga aroma mereka bercampur. Dan yang terpenting, mereka tidak harus melewatkan heat dengan cara yang menyiksa.
Helen benci sekali ketika siklus heat-nya yang terjadi setahun dua kali itu tiba-tiba datang tanpa bisa diprediksi. Ia tidak bisa memakai aplikasi alarm pengingat heat seperti halnya Regina.
Dia omega late bloomer. Seperti late bloomer kebanyakan, jadwalnya heatnya selalu kacau. Kadang bisa sangat berdekatan. Kadang bisa sangat lama. Tidak bisa diduga. Helen hanya bisa mengira-ngira dengan mengamati perubahan fisiologi (yang seringnya juga tidak ia sadari). Helen harus selalu sedia supresan dosis tinggi.
Naas, hari itu heatnya datang mendadak dan suppresannya tertinggal di tas lain.
Badannya mendadak panas dan lemas. Kelaminnya menjadi gatal dan mengeluarkan cairan berbau feromon hingga menyebar dengan kencang di seluruh lobby mall.
"Helen!" teriak Regina panik sambil memegangi Helen yang sudah bersandar di tubuh kecilnya. Lemas sama sekali. "Tolong! Tolong panggil ambulan!"
Dalam keadaan setengah sadar, terangsang, dan ingin dibuahi, samar-samar Helen bisa melihat kekacauan yang ditimbulkannya. Banyak orang membentuk benteng, melindunginya dari serangan alpha yang belum memiliki mate. Bahaya. Bisa-bisa dia diperkosa saat itu juga oleh alpha-alpha kurang ajar.
Ujung penciumannya menghirup aroma tebal, agak seperti kacang, dan juga fermentasi sesuatu. Sesuatu yang menangkan dan mengingatkan Helen akan teh yang selalu diseduh Regina di pagi hari.
Seketika kesadarannya hilang.
"Omega..."
.
.
."Udah bangun?" tanya Regina ketika melihat perlahan kedua kelopak mata Helen terbuka.
Helen berusaha mengatur napas sambil berpikir di mana kah ia sekarang. "Di rumah sakit, ya?"
"Iya. Bisa-bisanya lo nggak bawa suppressan," gerutu Regina. "Untung aja ambulam cepet sampe dan banyak yang ngelindungin lo dari serangan alpha jomblo."
Regina menyerahkan secangkir teh hangat yang sudah ditambah dua saset gula. "Nih, minum."
Alisnya naik tinggi-tinggi ketika Helen mengendusi teh tersebut sebelum menyeruputnya pelan-pelan. "Thankyou."
Tidak sampai habis, memang. Tapi Helen yang biasa tidak akan mau minum teh hangat. Dia lebih suka minum kopi, atau air putih sekalian.
Setelah dokter memberikan satu suntikan supresan lagi untuk Helen dan Regina selesai mengurus biaya administrasi, Mereka langsung pulang ke apartemen baru Helen di lantai 12.
"Telfon gue kalo butuh apa-apa," pesan Regina sebelum meninggalkan unit itu agar Helen bisa melewati heatnya tanpa malu. Regina sendiri berencana menginap di apartemen Yangyang, matenya.
"Gue boleh minta teh lo, nggak?" ijin Helen sebelum Regina meninggalkannya seorang diri selama empat hari ke depan.
Alis Regina naik tinggi-tinggi. "Tumben? Ada apa?"
Helen membuang pandang pada kaki meja makan. Ia mengusap tengkuknya. "Nggak tahu juga. Waktu gua mendadak heat tadi, gue nyium bau teh yang biasa lo seduh dan itu agak bikin gue merasa tenang."
Helena tersentak ketika Regina memegangi kedua bahunya dengan mata berbinar. "Serius? Wah... mate lo beneran bau teh!"
"Belom tentu!" sungut Helen.
Regina tidak peduli. Ia menepuk-nepuk kedua bahu Helen sambil tersenyum lebar. "Semoga lo cepet ketemu mate bau teh lo itu ya!" ucapnya setengah meledek lalu membanting pintu ketika Helen nyaris saja melemparinya dengan sandal bulu.
Ucapan Regina benar-benar membuat Helen pusing. Apa benar kutukan temannya itu jadi kenyataan?
Tapi Helen pun tidak dapat menampik. Ketika heatnya terasa semakin nyeri dan menusuk perut, ia pergi ke dapur untuk menyeduh teh hitam milik Regina. Dan berangsur-angsur rasa sakitnya berkurang.
.
.
."Hai!"
Helen mengerjapkan mata. Ia memandangi gadis cantik berambut panjang berwarna pirang agak oranye di depannya. Gadis itu punya aroma seperti peppermint dan gula batu. "Siapa, ya?"
"Aku Nara, yang tinggal di depan," kata perempuan itu sambil menunjuk pintu belakangnya dengan ibu jari. "Omong-omong, aroma heat kamu kemarin sampai ke lorong depan lift. Untungnya satpam dan beberapa penghuni beta dan alpha bergantian berjaga di sini."
Pipi Helen memerah malu. "Maaf. Aku tidak tahu kalau baunya akan sekuat itu."
"Aku buat sup untuk pereda nyeri setelah heat. Sebentar, ya!" Nara menghilang di balik pintu unit seberang. Tak lama, seorang laki-laki tinggi besar, mungkin matenya, membantu membukakan pintu untuk Nara yang menenteng sebuah panci panas di kedua tangannya.
Mau tidak mau, Helen mempersilahkan Nara masuk ke unitnya.
"Waw... baunya pekat sekali," komentarnya sambil nyengir. "Nanti aku pinjamkan air purifier supaya baunya cepat hilang. Supnya jangan lupa dihabiskan, ya!"
Nara kembali ke unitnya lalu masuk lagi membawa sebuah alat besar. "Pakai saja."
Pintu kembali menutup, menyisakan Helen yang masih agak linglung.
Aroma sup jagung dengan potongan daging spam buatan Nara benar-benar menggoda perutnya yang kelaparan setelah tiga hari ini tidak mengkonsumsi apapun selain susu di kulkas.
"Enak..." komentar Helen setelah mencicipi seujung sendok. Ia mengambil mangkok kecil dan sendok sup untuk memakan masakan Nara.
.
.
.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Omega Bau Klepon
Fanfiction[On Going] Marvin ingat pernah mencium aroma ini. Baunya seperti perpaduan pandan, kelapa, dan gula merah hangat. warning : markhyuck, gs, lokalau, ABO! Omegaverse Start : May 31, 2022 #1 genderswitch (8 oct 2023)