Harusnya Helen menyimpan rasa penasaran itu sendirian. Harusnya, ia tidak usah jadi terlalu jelas di depan Marvin. Sayang, mulutnya benar-benar tidak bisa dijaga dan berakhir dengan dia mengiyakan ajakan Marvin secara impulsif.
Perempuan itu menghela napas kesal setelah diam selama bermenit-menit tanpa ada kejelasan.
Ia membuka mata, melihat hamparan rumput di lereng perbukitan lalu tanpa pikir panjang bangkit berdiri, meninggalkan Marvin yang masih duduk meditasi di sebelahnya dengan suara grasak-grusuk.
"Len!" panggil Marvin saat sadar ditinggal sendirian. Ia buru-buru bangkit dari duduknya, bergerak terburu-buru dan nyaris terjungkal akibat turunan bukit. Ia berdiri menghadang Helen yang segera menghentikan langkahnya.
"Ini sia-sia," ucap Helen, natap lurus pada sepasang mata hitam di balik lensa kaca mata tebal itu. "Gak ada yang terjadi. Atau memang serigala itu gak mau ketemu aku."
"Prosesnya memang agak makan waktu."
"Sampai kapan?"
Marvin tidak bisa menjawab karena dia juga tidak tahu jawabannya.
Ini ide Marvin yang mengajak Helen pergi ke rumah peristirahatan keluarga besarnya di sebuah daerah dataran tinggi di tepi kota. Rumah besar yang hanya ramai ketika ada acara kumpul keluarga itu jadi rumah Marvin kecil tinggal dan dididik dengan keras oleh kakek agar bisa memunculkan Max.
Meditasi adalah salah satu cara yang dilakukan oleh kakek (selain sederet cara kekerasan brutal yang menarik Max secara paksa untuk memunculkan dirinya.) Marvin tidak mungkin pakai cara kekerasan itu pada Helen. Tidak sekalipun dalam seribu tahun ke depan. Jadi satu-satunya cara yang ia pakai adalah meditasi. Duduk, mengosongkan diri sambil mempertajam indra pendengaran agar bisa mendengar suara serigala mereka yang kadang teredam oleh bisingnya pikiran sendiri.
Marvin mengikuti Helen berjalan di jalan setapak yang membelah kebun jeruk di belakang rumah keluarga. Rumah besar bergaya tradisional yang didominasi oleh kayu jati keras yang semakin lama semakin berharga.
Mereka masuk melalui pintu belakang dapur, di mana para pelayan sibuk menyiapkan makan malam. Semua orang sontak menghentikan kegiatan saat mendapati si Tuan Muda dan pasangannya berada di sana.
"Tuan Muda dan Nona perlu sesuatu?" tanya Mirabelle, kepala pelayan di tempat itu, mendekat pada Marvin dan Helen yang tertegun karena mendadak jadi pusat perhatian dapur yang ramai.
Marvin mengulum senyum tipis. "Tidak. Terima kasih," jawabnya lalu segera mengejar Helen yang sudah melangkah lagi, bahkan tidak repot-repot untuk berhenti dan menjawab.
"Kamu gak boleh kaya gitu ke pelayan," ucap Marvin sambil terus melangkah menaiki anak tangga, mengikuti Helen kembali ke kamar tamu yang sejak kemarin ia inapi.
Masa bodo dengan ucapan Marvin. Mood Helen yang sedang tidak baik akan membuat apapun yang keluar dari mulut omega itu jadi sangat menyebalkan untuk didengar siapapun. Jadi Helen memilih diam untuk kebaikan bersama.
"Helen!" panggil Marvin karena omega itu terus-terusan mengabaikannya. Tangannya meraih pergelangan kecil Helen.
Helen berbalik sebelum ia mampu mencapai pintu kamarnya. "Apa?!" bentaknya dengan suara melengking.
"Kurasa itu bukan sikap yang sopan dari Omega kepada Alpha," celetuk sebuah suara tenang mengambil atensi Helen dan Marvin.
Sorang perempuan paruh baya dengan pheromonnya yang seperti perpaduan aroma bunga Lavender dan citrus datang bersama suara derit anak tangga dari kayu yang beradu dengan ujung sol sepatunya yang keras. Tubuh tinggi semampai dengan kulit pucat, rambut hitam legam, dan bibir merah merona membuat perempuan yang Helen yakini sebagai alpha itu kelihatan menyeramkan. Matanya yang besar dengan naungan bulu mata lentik menatap Helen dari ujung kepala sampai kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Omega Bau Klepon
Fanfiction[On Going] Marvin ingat pernah mencium aroma ini. Baunya seperti perpaduan pandan, kelapa, dan gula merah hangat. warning : markhyuck, gs, lokalau, ABO! Omegaverse Start : May 31, 2022 #1 genderswitch (8 oct 2023)