Kesempatan

1.6K 223 19
                                    

"Iya. Kasian mate lo kalo lo menghindar terus."

Ucapan Regina berputar di kepala Helen seperti kaset rusak. Seberapa keras pun ia ingin mengelak, mempertanyakan untuk apa seorang omega sepertinya mengasihani alpha yang secara strata kelas selalu berada di puncak rantai kehidupan, nyatanya kalimat itu tetap mengganggu Helen sampai pada tahap ia menjadi kesal sendiri.

Apa yang perlu dikasihani dari seorang alpha?

Mereka suka menindas. Bertindak seenaknya sendiri. Memakai alpha tone mereka untuk mengambil keuntungan pribadi.

Makhluk egois.

"Kamu kedinginan?" tanya Marvin ketika punggung tangan mereka tak sengaja saling bersentuhan.

Lamunan Helen pada rintik hujan yang turun semakin deras teralihkan pada Marvin. Ia menoleh pada alphanya yang sampai hari ini masih tidak terasa seperti alpha. Dibanding alpha kebanyakan penampilan Marvin tidaklah menyeramkan. Tubuhnya yang lebih pendek daripada alpha kebanyakan, ramah senyum, dan memperlakukan Helen dengan hati-hati lebih terasa seperti anak kucing yang sedang beradaptasi dengan majikan barunya. Kadang ia akan mendekat dengan antusias, lalu melambat ketika sudah dekat, merasakan aura tidak bersahabat yang Helen pancarkan.

Marvin ini lain daripada yang lain.

"Sedikit," jawab Helen sambil merapatkan kardigan basah yang memeluk tubuhnya lengket, menghalau hembusan angin.

Hujan turun begitu tiba-tiba ketika Marvin dalam perjalanan mengantar Helen pulang. Marvin akhirnya terpaksa menepi ke depan mini market, seperti orang-orang lain, sambil berharap bahwa hujan akan segera berhenti atau paling tidak jadi tidak terlalu deras.

Namun satu jam berdiri di depan mini market, hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Yang ada semakin deras, membuat tirai air yang membatasi antara atap ruko dengan atap langit.

Marvin membuka ranselnya lalu mengeluarkan hoodie abu-abu yang terlipat dari sana. "Nih. Pake aja biar kamu gak kedinginan. Ini masih baru, kok. Aku baru ambil dari lemari."

"Kamu aja yang pake," tolak Helen. "Jaket kamu juga basah."

Marvin melirik jaket bomber yang masih ia pakai. "Gak papa. Kamu aja. Bibir kamu udah mulai keunguan. Jangan sampe sakit."

Entah apa yang menyihir Helen. Padahal Marvin juga tidak menggunakan alpha tone. Lelaki itu hanya mengucap dengan lembut. Tapi hal itu berhasil membuat Helen melunak dan menurut padanya.

Helen menerima hoodie yang Marvin sodorkan.

Marvin sontak mengalihkan pandangan ketika Helen membuka kardingannya. Kemeja merah muda itu mencetak lekuk tubuh Helen dengan begitu jelas. Pipi Marvin memerah. Ia berharap bahwa Helen tidak mendapati isi kepalanya yang mendadak jadi begitu bersemangat dengan cara yang salah. Tidak, Marvin tidak boleh begini. Tapi ia sendiri tidak bisa berbohong bahwa serigala dalam tubuhnya begitu senang melihat Helen.

"Terima kasih," bisik Helen menenggelamkan dirinya dalam balutan hoodie tebal kebesaran yang beraroma seperti Marvin. Aroma teh hitam yang pekat sekaligus lembut yang menghangatkan Helen di tengah dinginnya malam ini.

Marvin mengulum senyum sebagai jawaban.

Kemudian keduanya kembali terdiam, ditemani dengan suara rintik hujan.

Dalam hati Marvin menyesal kenapa ia harus bawa motor. Kalau ia hanya sendirian, mungkin ia tidak akan terlalu ambil pusing dengan hujan yang membuat dia basah kuyup di perjalanan. Namun sekarang lain. Ia jadi memikirkan untuk memiliki sebuah mobil. Melihat tubuh mungil Helen gemetar kedinginan dengan bibirnya yang membiru serta rambut yang berantakan basah akibat hujan membuat ia tidak tega membiarkan hal itu terjadi lagi.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang