Sun

1.7K 233 14
                                    

Beep beep! Beep beep!

Rasanya kedua mata Marvin masih lengket ketika suara nyaring menyebalkan itu mengganggu telinganya. Alarmnya sudah berbunyi dua kali, memaksa Marvin untuk bangun mengingat ia harus pulang pagi ini.

Langit di luar sana masih gelap. Suara hujan tidak lagi terdengar. Seperti ramalan cuaca, hujan berhenti saat subuh. Marvin memaksakan dirinya untuk bangun meski enggan. Badannya pegal setelah semalaman tidak bisa bergerak sama sekali di sofa kecil itu. 

Apartemen itu masih segelap semalam. 

Ia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Samar-samar, ia mendengar ringikan tak nyaman dari pintu kamar Helen yang tertutup rapat.

Perasaannya jadi tidak enak.

Ia buru-buru menyeka wajahnya dengan tissue lalu pergi mengetok pintu kamar Helen.

"Helen, kamu udah bangun?" tanya Marvin setelah mengetok dua kali.

Kembali, ringikan itu yang terdengar.

"Len, kamu kenapa?" ulang Marvin semakin panik. Dadanya terasa sakit, tapi ia tidak benar-benar bisa bertelepati dengan Helen saat ini. Seolah ada dua suara pihak di dalam sana yang mencegah Marvin untuk masuk ke sukma dari Helen, sedang ada pihak lain yang memanggil-manggil Marvin untuk mendekat.

"Len, kalo kamu gak jawab, aku malah makin khawatir," ulang Marvin. "Paling nggak, jangan nge-block aku."

Ringikan itu tidak menjawab Marvin.

Masuk aja.

Begitu yang terasa di dada Marvin.

Sebagian dirinya ragu. Apakah itu sungguh-sungguh Helen atau bukan. Terasa familiar, namun juga asing di waktu yang sama.

Perlahan, Marvin menekan tuas pintu. Yang ia dapati bukanlah sosok perempuan yang selalu memberikan tatapan dingin padanya, melainkan seekor serigala dengan bulu cokat yang meringkuk dalam selimut dengan kedua mata tertutup.

Sesaat Marvin menjadi takjub melihat sosok serigala Helen. Ia mendekat, duduk di samping ranjang. 

"Helen?" panggil Marvin.

Sosok serigala berbulu coklat itu perlahan membuka matanya, menampilkan sepasang manik sayu sewarna jelaga. Ia meringik sebentar, lalu kembali memejamkan mata.

Di era modern seperti ini, sudah jarang orang-orang yang bisa bertransformasi menjadi serigala selain untuk kebutuhan ritual. Karena berjalan dengan kaki telanjang di atas aspal panas sangatlah tidak nyaman. Selain itu, hidup modern lebih membutuhkan wujud manusia mereka agar bisa bergerak lebih efisien.

Kebanyakan bahkan sudah tidak mampu lagi berubah menjadi serigala. Hanya mengandalkan natur bawaan mereka yang memiliki penciuman tajam, serta hasrat untuk bersetubuh dengan mate.

Menjadi serigala juga bukan hal yang mudah.

Marvin ingat, ia menghabiskan libur kelulusan sekolah dasar di umur dua belas untuk dilatih kakek selama dua bulan. Ia harus bagun ketika matahari bahkan belum tampak. Berlari menaiki bukit-bukit, melewati hutan. Berenang melawan arus di sungai ketika malam datang, belajar menahan napas dalam air. Semua itu semata-mata untuk menyiapkan tubuhnya sebelum bertransformasi menjadi serigala. Karena kalau salah-salah, yang terjadi adalah cedera dan yang terparah adalah cedera permanen yang menyebabkan kecacatan karena tubuh manusia tidak bisa mengimbangi tubuh besar serigala mereka.

“Kamu itu alpha. Kamu harus bisa berubah menjadi serigala!” kata Kakek ketika Marvin kecil nyaris kehabisan napas dalam air.

Energinya dikuras habis seolah berusaha mengosongkan seluruh dirinya untuk bisa menerima energi lain yang lama tersimpan dalam diri Marvin untuk bisa keluar.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang