Terhubung

2.6K 247 32
                                    

Marvin memeluk Helen yang terlelap berbantalkan lengannya. Matanya memandangi rupa bekas gigitannya di perpotongan leher Helen. Lukanya sudah hampir mengering setelah Marvin bersihkan dengan jilatan dan liurnya sendiri, menyisakan empat titik merah di sana.

Helen masih terlelap, belum sadar dari proses mating dan marking mereka. Tubuhnya meringkuk, dekat dada Marvin. Tubuh omega itu terasa sangat panas, mendadak demam setelah ditandai. Kata Jere, itu wajar karena tubuh Helen sedang beradaptasi dengan racun gigitan Marvin.

Marking membuat ikatan mereka sebagai mate semakin nyata. Detak jantung yang seirama, begitu juga napas yang bersatu.

Rasanya masih seperti mimpi bagi Marvin ketika akhirnya ia menandai Helen.

Ia mendekat, mengecup dahi Helen, menyampaikan rasa cinta padanya.

Gerakan Marvin membangunkan Helen. Perlahan, kedua mata bulat itu terbuka. Perempuan itu diam memandangi wajah Marvin yang berada satu jengkal di depannya.

Tidak ada penolakan, tidak ada bantahan.

Kedua mata Helen kembali menutup, hendak kembali tidur, mengembalikan tenaganya yang habis. Lengan ringkihnya balas memeluk pinggang Marvin. Ia mendekatkan wajahnya pada kelenjar pheromon di leher Marvin. Menghirup dalam-dalam aroma teh hitam yang membuat perasaannya tenang.

.
.
.

"Helen!" panggil Regina begitu ia membuka pintu apartemen.

Air purifier sudah menyala, sedang bekerja menghilangkan aroma teh hitam, gula merah, kelapa, dan pandan yang masih ada di udara tipis-tipis. Cengirannya melebar ketika melihat Helen keluar dari kamar mandi dengan rambut basah di gulung dalam handuk.

"Gimana heatnya?" tanya Regina setengah meledek Helen.

"Gak gimana-gimana," elak Helen kemudian berlalu melewati Regina untuk mengeringkan rambutnya di kamar.

"Yakin?" tanya Regina tidak puas begitu saja dengan jawaban Helen. Ia mengikuti Helen ke kamar. Sementara Helen duduk di depan meja rias, Regina duduk di tepi kasur dengan seprai baru beraroma sabun. "Gue lihat-lihat, ada yang baru ditandain tuh?"

Pipi Helen sontak memerah. "Ih, Reee! Jangan ngeledekin gue!"

Regina tertawa lebar melihat temannya yang selama ini keras kepala akhirnya menyerahkan diri untuk ditandai alphanya. "Akhirnya ya, Len, lo mau juga ditandain Marvin."

"Ya gimana, ya. Gue juga lupa-lupa inget kenapa mau ditandain," bohong Helen.

Tentu saja Helen ingat bagaimana dia sangat bernafsu untuk bersetubuh dengan Marvin hingga apapun yang menghalanginya akan dia terobos. Bahkan dia tidak berpikir dua kali saat Marvin terakhir kali menanyakan apa dia yakin atau tidak. Isi pikiran Helen hanya bersetubuh.

Aish, sial. Kenapa kepalanya mesum sekali.

"Lo lagi mikir jorok, ya? Pheromon lo mendadak nyebar," celetuk Regina. "Hati-hati, Marvin bisa baca kepala lo sekarang."

"Duh, Re! Gimana sih cara biar Marvin gak bisa baca kepala gue? Masa dia terus-terusan baca isi kepala gue, sedangkan gue gak bisa?!" rengek Helen.

Sejak mereka terikat, Marvin dengan mudah membaca isi pikiran Helen. Memang, sih, benefitnya adalah Helen tidak perlu bicara banyak, Marvin sudah mengerti isi kepalanya. Tapi kan tidak semua hal perlu Marvin ketahui! Helen jadi merasa ditelanjangi dan tidak punya privasi.

Yang paling menyebalkan, Helen tidak tahu bagaimana caranya membaca pikiran Marvin. Dan semakin ia berusaha membaca pikiran Marvin, semakin lepas juga tawa alpha muda itu mengetahui usaha omeganya.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang