After The Night

1.6K 187 37
                                    

Regina tertawa lepas mendengar keluhan sahabatnya yang sekarang lebih memilih untuk membenamkan wajahnya ke bantal sofa lantaran malu.

"Kentang banget gak sih, Re. Gua udah liar kaya gitu malah berhenti di tengah-tengah!" keluh Helen.

Semalam, kalau kalian kira akhirnya Helen dan Marvin benar-benar berhubungan badan, kalian salah besar! Semua kegiatan mereka berhenti di tengah jalan gara-gara Marvin! (Tentu saja, Helen tidak akan mengakui kalau ada salahnya juga di sana).

"Hei," panggil Marvin pada Helen dengan napas menderu. Kejantanannya sudah tenggelam dalam milik Helen, dipijat kencang hingga rasanya Marvin bisa melayang saat itu juga. Helen duduk di pangkuan Marvin di atas kasur yang sudah basah dan berantakan. Kedua tangannya berpegangan bahu Marvin. Wajahnya kelihatan kesakitan akibat memaksakan diri untuk menelan seluruh milik Marvin.

Tangan besar Marvin mengusap dahi berkeringat Helen. "Ada apa?" tanya Marvin dengan nada lembut.

Helen bungkam. Perempuan itu malah berusaha bergerak kalau saja tangan Marvin tidak menahan tubuhnya agar tetap diam di tempat.

"Nggak, Len. Aku nggak mau lanjut kalo kamu nggak mau jawab," kata Marvin tegas.

Sentuhan Helen terasa begitu posesif, berusaha mendominasi Marvin lewat cumbuan yang buru-buru di sepanjang tulang leher Marvin. Alih-alih senang, Marvin merasa ini semua seperti dipaksakan.

Helen malah berdecak kesal. "Kenapa, sih?!"

"Kamu yang kenapa? Tiba-tiba begini?" tanya Marvin dengan tatapan bingung dan dahi berkerut.

Helen diam, tapi kesal masih menguasai dada. Apalagi ujung hidungnya masih bisa mencium aroma mentega, tepung, dan gula menempel lekat di tubuh Marvin bahkan setelah mandi dan keringat mereka yang bercampur pheromon. Helen amat sangat tidak suka dan ingin cepat-cepat menghapus aroma mengganggu itu.

Marvin menangkup sebelah pipi omeganya. "Len."

Perempuan itu menepis tangan Marvin. "Udah, lah. Aku udah gak mood," ucap Helen lalu bangkit berdiri, melepaskan penyatuan mereka lalu buru-buru pakai baju dan sungguhan meninggalkan Marvin sendirian di apartemen.

"Itu namanya lo cemburu!" Tahu-tahu Yangyang menjawab.

Helen sontak menoleh pada Regina yang ia kira sedang berkutat dengan laptop di meja pendek ruang tamu.

Iya. Regina memang sedang kerja, tapi sambil video call dengan Yangyang lewat panggilan telefon yang bersandar ke botol minum dua liter.

"Ups, sorry," ucap Regina tanpa rasa bersalah.

"Anjir, jadi dari tadi dia ikut dengerin?!" pekik Helen. Ia mendekat pada ponsel Regina, memastikan telefon video call itu sungguhan terjadi.

"Iya. Abisnya cerita lo seru banget. Gue gak kebayang sakitnya Marvin ditinggal sama lo di tengah-tengah main," ledek Yangyang membuat Helen mengerang kesal.

"Ngaku aja cemburu, susah amat," lanjut Yangyang.

"Gue gak cemburu! Kata siapa gue cemburu?" sangkal Helen.

Regina merotasikan mata. "Dia gak akan sadar sampai kena batunya sendiri," ucapnya pada Yangyang.

"Cemburu juga gak papa kalo sama mate sendiri ini," timpal Yangyang. "Kan artinya sayang."

Wajah Helen semakin sepat.

Regina menoleh pada Helen. "Lo marah, kesel, terus jadi posesif gitu, kalo bukan cemburu, namanya apa?"

"Ya kesel aja. Lagian, baunya nempel banget di badan. Gue gak suka!" adunya. "Gue gak ngerti, udah mandi juga itu bau omega gak ilang-ilang."

"Bau siapa?" tanya Yangyang.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang