Kejadian Itu

1.5K 194 19
                                    

Kalau ada yang ingin Helen hapus dari ingatannya, pastinya adalah kejadian itu.

Kejadian di hari Sabtu malam yang berakhir memunculkan sosok Sun dari dalam diri Helen.

Mungkin Helen tidak ingat detail bagaimana proses Sun bisa muncul, tapi kejadian sebelum kemunculan Sun adalah satu hal yang membuat Helen selalu merasa was-was dengan para alpha. Rasanya seperti berlari dalam roda hamster. Terus berlari, tapi tidak ke mana-mana.

Tapi lembutnya pheromon Marvin yang menguar, menguasai seisi mobil seolah membuatnya nyaman. Seperti sedang menyesap teh hangat di tengah udara dingin sehabis kabut turun.

"Waktu kecil aku tinggal di kota lain. Ayahku sering keluar kota. Jadi hanya ada Ibu dan Kakakku di rumah. Tapi karena Ibu juga bekerja dan Kakak pulang sekolah sore, aku sering dititip pada seorang tetangga. Dia seorang alpha yang belum bertemu matenya," ucap Helen.

"Dia orang yang baik. Rasanya seperti punya kakak lagi selain Miguel."

Helen bergerak dengan tidak nyaman di kursinya. Ini seperti membuka luka lama yang selalu ia simpan. Luka yang ia biarkan dan ingin lupakan.

Ia kira waktu dapat menyembuhkan. Nyatanya waktu tidak pernah menyembuhkan. Ia hanya membawamu pergi memakai topeng kenyamanan untuk sesaat. Pada akhirnya Helen harus kembali menghadapi lukanya untuk bisa sembuh seutuhnya.

"Kalau kamu nggak mau cerita, aku nggak apa-apa," ucap Marvin menyadari aroma pheromon Helen yang berubah seperti tepung mentah dan getir.

"Nggak papa. Kamu juga harus tahu, kan? Nggak adil kalau aku terus menghindari kamu gara-gara hal ini," ucap Helen berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk cerita.

Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Mungkin waktu itu aku sedang sial atau apa. Aku dititipkan Ibu di rumahnya tepat pada siklus rutnya yang datang setahun sekali," ucap Helen. "Aku terjebak dan hampir..."

Sesak.

Kalau diingat-ingat lagi rasanya Helen ingin mati saja. Bahkan aroma alpha dengan pucuk daun teh yang hangus dan pucuk melati yang terbakar itu masih cukup lekat di hidung Helen. Tidak bisa lekas hilang sekalipun Helen berusaha.

"Hei-"

Marvin buru-buru menepikan mobil ketika ia melirik Helen dan melihat matanya sudah berkaca-kaca penuh air mata.

Helen mendadak sesenggukan. Napasnya tersenggal-senggal.

"... itu menyeramkan," ucap Helen terbata-bata dalam tangis. Tangannya mencengkram seatbelt erat-erat.

Helen ingat jelas ketika ia lari dari kejaran seorang alpha yang sedang rut. Pria yang ia kenal sebagai sosok kakak yang baik mendadak menjadi makhluk yang tidak ia kenal. Pria itu mengejarnya seperti kelinci buruan dengan mata buas dan penuh birahi.

Kaki-kaki Helen terus berlari sejauh yang ia bisa hingga ia kelelahan dan putus asa. Perlahan Helen merasakan hangat di dalam dadanya. Seperti ada kekuatan tambahan yang merenggangkan struktur tulang dan ototnya dengan begitu menyakitkan. Kegelapan menguasai matanya.

Selanjutnya, Helen tidak ingat lagi.

Ia terbangun di atas punggung Miguel yang menggendongnya pulang. Langit masih setengah gelap. Matahari baru menampakkan sedikit sinarnya.

"Kak..." panggil Helen. Ia mengeratkan pelukannya pada leher Miguel. Jaket hitam melindungi punggungnya dari terjangan angin subuh.

Ia menyamankan kepalanya di bahu Miguel. Menghirup aroma kakaknya yang seperti campuran kelapa, vanila, dan susu. Entah kenapa, pagi itu rasanya aroma Miguel seperti ada campuran bau anyir.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang