Tidur

1.8K 247 34
                                    

Helen tahu, dia memang sudah berhubungan intim dengan Marvin hingga akhirnya ia ditandai. Ia juga ingat hangat tubuh Marvin beserta aroma teh hitam miliknya yang membuat Helen terlelap begitu nyenyak.

Tapi menyadari kalau malam ini ia harus tidur bersama Marvin membuat Helen sungguhan takut!

"Takut apa, sih? Tidur sama mate sendiri, kok. Tidur sambil dipeluk enak, tahu!" jawab Regina menanggapi curhatan Helen.

Omega beraroma kelapa, gula merah, dan pandan itu menghela napas gusar. Ia mengusap wajahnya lelah. "Duh, Re. Itu kan gue lagi dalam keadaan setengah sadar. Ini gue seratus persen sadar!"

"Terus?"

"Terus, ya gue takut aja. Nanti awkward sama Marvin, gimana?" rengek Helen lagi.

Hari sudah larut. Nyaris jam sepuluh malam. Udara semakin dingin. Seharusnya Helen sudah di kamar tidur, berbaring di atas ranjang dengan selimut tebal melingkupinya, lalu bersiap untuk berangkat ke pulau kapuk.

Sayangnya, ketakutannya terhadap Marvin membuat ia menyingkir ke teras samping, berhadapan dengan kolam koi sedalam dua meter di samping ruang makan. Ia hanya berbalut kain Bali untuk menghalangi dinginnya angin malam (siapa yang kira kalau Sentul di malam hari akan sedingin ini?)

Rumah besar itu sudah sepi. Semua lampu utama sudah dimatikan, hanya menyisakan lampu-lampu di lemari pajang dan kitchen set yang masih menyala dan semburat lampu-lampu taman yang menyorot.

Helen pikir, ia akan sekamar dengan Nara. Nyatanya tidak demikian. Nara malah pergi ke kamar Jere dan menggodanya, "Kan kamu udah pernah mating sama Kak Marvin. Jadi kita tidur sama pasangan masing-masing aja," ujar Nara ceria.

Tante Thiya dan Om Jamal juga tidak terlalu ambil pusing dengan hal itu. Hanya Helen yang sibuk memikirkan hal ini sendirian.

"Len, lo mikir kaya gini, memangnya Marvin gak baca pikiran lo?" ujar Regina menyentak Helen.

"Bener juga... dia pasti baca pikiran gue..."

Ada kalanya Helen benci dengan ikatan ini. Marvin yang bisa membaca pikirannya, sementara Helen masih belum bisa membaca isi pikiran alpha itu. Rasanya seperti ditelanjangi.

"Dah, tidur sana. Kasian mate lo. Masa perkara tidur aja dia juga perlu usaha, sih. Lagian, mau sampe kapan lo kaya gini? Udah ditandain, udah pernah tidur bareng juga. Cuma tidur, Len."

Helen menghela napas. "Bener..." ia menyetujui ucapan Regina.

"Ya, kecuali lo mau lebih. Gue rasa Marvin juga gak akan nolak," ledek Regina.

"Mulut lo kotor banget, sumpah!" sungut Helen. "Dah. Doa-in temen lo ini baik-baik aja besok."

"Amin," tandas Regina. "Dah!"

Lalu telefon berakhir. Helen menyimpan ponselnya ke dalam saku celana training yang ia kenakan. Ia berbalik, hendak kembali ke kamar tidur Marvin di lantai dua kalau saja ia tidak nyaris tertabrak dengan tubuh besar Jere di tangga.

"Sorry!" ucap Helen refleks.

Ia mengerjapkan mata ketika melihat Jere dalam balutan jaket begitu juga Nara yang mengikutinya di belakang. "Kalian mau pergi?"

"Iya! Kita mau motoran ke puncak!" jawab Nara girang.

"Malem-malem?" Helen tidak bisa menahan alisnya untuk tidak naik sebelah.

Jere mengangguk. "Kalo Mama cariin, bilang aja gue sama Nara pergi cari Indomie," pesan Jere. Alpha tinggi itu menggandeng tangan omeganya, berjalan melewati Helen.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang