Heat (II)

3K 228 36
                                    

Helen terbangun saat jam sudah menunjuk pukul sepuluh lagi. Ia mengerjap lalu meregangkan tubuh selayaknya anak kucing. Gorden di samping kasurnya sudah terbuka. Segelas teh hangat dengan kepulan uap di atasnya sudah ada di meja nakas.

Pipi Helen memerah ketika ia melihat dua kotak kondom di samping gelas. Dia tentu ingat bagaimana bernafsunya ia semalam pada Marvin. Bagaimana ciuman mereka semalam membawa mereka pada sentuhan yang lebih intim. Bibirnya yang menelusuri leher Marvin. Mengecup tiap lekukkannya. Menandai leher putih itu seolah ingin berkata kalau Marvin miliknya.

Sentuhan tangan kasar Marvin yang menelusuri tulang punggungnya masih terngiang di kepalanya. Menyentuhnya dengan hati-hati. Kecupannya di sepanjang tulang belikat Helen juga masih tersisa. Helen bisa melihat bekas ruam kemerahan samar-sama di bahunya. Tidak ada gigitan, hanya kecupan.

Oh sial. Betapa malunya Helen kalau mengingat dia begitu liar semalam.

"Udah bangun?" suara Marvin menarik atensi Helen.

Omega itu semakin malu ketika Marvin mendekat ke kasur. Bercak-bercak merah seukuran bibir itu yang ia buat semalam di leher Marvin.

Duh, rasanya Helen mau balik tidur lagi saja. Ia langsung menutupi kepalanya dengan selimut.

Kasurnya bergoyang saat Marvin duduk. "Gimana? Masih sakit?"

Helen menggeleng di balik selimut. Tentu saja Marvin tidak bisa melihatnya.

"Hei-"

"Jangan dibuka!" seru Helen saat Marvin hendak menarik selimutnya. Marvin pikir, hari sudah siang. Pasti gerah meringkuk di bali selimut.

Mata Marvin mengerjap.

"Aku malu..."

Lelaki itu tertawa melihat Helen mendadak jadi manja seperti ini.

"Oke, oke," jawab Marvin.

Kasur kembali bergoyang. Helen mengira Marvin sudah pergi. Perempuan itu menunggu lagi selama beberapa saat. Aroma pheromonnya masih tersisa tipis. Helen pikir karena semalam mereka tidur bersama makanya aroma Marvin tertinggal. Setelah yakin Marvin sudah pergi, perlahan ia menarik selimutnua turun.

"Ih! Kenapa masih di sini?!" seru Helen saat menyadari kalau Marvin masih ada di kamarnya. Laki-laki itu hanya pindah untuk duduk di lantai. Ia kembali bersembunyi dalam selimut.

"Kenapa ditarik lagi selimutnya? Udah kelihatan gitu, kok," ucap Marvin.

Dengan tidak rela, Helen menurunkan selimutnya sampai sebatas hidung. Hanya matanya saja yang kelihatan.

"Kenapa ada di sini?" tanya Helen.

"Nemenin kamu heat. Regina bilang, suppresannya udah gak mempan."

Tangan Marvin terulur mengusak pucuk kepala Helen. Omega itu sontak memejamkan mata, menikmati sentuhan Marvin di kepalanya.

Pheromon omega itu menguar dengan lembut. Bukan jenis pheromone manis yang biasa keluar saat puncak interval heat. Marvin bisa merasakan aroma pandan yang lebih kuat seolah sedang mengatakan kalau Helen nyaman dengan gestur tubuhnya.

"Gelombang heatmu datang seberapa sering?" tanya Marvin.

"Bisa delapan sampai sepuluh jam dari yang pertama. Setelah itu durasi intervalnya akan semakin singkat," jawab Helen yang masih setengah sembunyi di dalam selimut. "Semalam aku selesai jam berapa?"

"Jam empat pagi."

Helen berhitung lalu menghela napas. Ia memandangi Marvin yang kelihatan sudah segar sehabis mandi. Meskipun aroma tubuh Helen menempel begitu lekat pada alpha muda itu, tetap saja, Marvin sudah kelihatan lebih layak dari sebelumnya.

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang