Gentleman

1.2K 178 20
                                    

Pada dasarnya, Helen tetaplah omega.

Termasuk dengan perasaannya yang luka ketika Marvin bercanda kelewat batas padanya semalam, membuat matanya bengkak di pagi hari karena menangis. Meski begitu, Marvin percaya, sekeras apapun kepala Helen itu berpikir, tetap saja ada sisi-sisi lembut yang kalau disentuh dengan benar mampu meluluhkan hati omega itu.

Sama halnya ketika Marvin berhasil menyentuh titik lembut Helen lewat perangainya. Helen tahu-tahu mendapati dirinya tersenyum tipis saat memandangi Marvin makan masakannya dengan lahap.

"Enak?" tanya Helen.

Marvin mengangguk antusias. Pipinya menggelembung penuh makanan. "Henak," jawabnya.

"Telen dulu," komentar Helen membuat Marvin tersenyum hingga matanya menyipit.

Lelaki itu menelan makanannya lalu meraih minum. "Kamu ternyata jago masak."

Pipi Helen menghangat, namun ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan sibuk menumpuk piring kotor ke sink. "Itu kemampuan dasar untuk bertahan hidup," kilahnya.

Sebagai ucapan terima kasih karena diperbolehkan menginap, Helen berinisiatif memasak untuk Marvin. Dia kan tidak ingin dianggap numpang cuma-cuma (meskipun Marvin tidak akan berpikir seperti itu). Jadi, selama seminggu, Helen selalu memasak di malam hari saat mereka pulang bekerja. Bukan masakan yang wah sebenarnya. Hanya sup ayam, atau kadang tumisan sayur dan gorengan-gorengan sederhana yang resepnya sudah Helen hafal di luar kepala karena membantu Mama memasak di rumah.

Setelah Helen memasak, giliran Marvin yang mencuci piring dan peralatan masak. Tidak ada kesepakatan seperti itu pada awalnya. Hanya mereka yang tahu-tahu membagi tugas seperti itu.

Kebanyakan orang akan mengernyitkan kening saat melihat seorang alpha mencuci piring sedang omeganya berada di sana. Kata mereka, tidak pantas seorang alpha mengerjakan pekerjaan omega.

But well... ini Marvin, alphanya Helen yang perangainya lebih mirip beta. Dan Helen tahu, ia harusnya bersyukur punya alpha seperti Marvin.

.
.
.

"Marvin mana?" tanya Louis saat Jere baru saja tiba di cafe.

Jere mengedik bahu. "Lagi sama matenya, kali."

"Mate?" ulang Harry yang hanya mendengar sepotong pembicaraan kawan-kawannya. Lelaki itu meletakkan gelas kopi pesanannya dan Louis di meja sebelum ikut duduk di sebelah Louis. "Dia udah ketemu matenya?"

"Iya. Jadi bucin sekarang. Nempelin omeganya mulu," ujar Jere lalu menyambar kopi Louis.

"Pesen sendiri!" hardik Louis merebut kembali minumannya dari Jere. "Siapa suruh tadi gak nitip."

Jere manyun sambil misuh-misuh. "Kan gue naik motor, gimana caranya gue tau kalo kalian mau pesen duluan?!"

"Jadi sekarang belom pesen?" tanya Harry.

"Udah tadi, lewat aplikasi."

Tak berselang lama, namanya dipanggil barista. Ia pergi mengambil segelas caramel macchiato dingin lalu buru-buru kembali ke sofa di ujung bagian outdoor cafe yang mereka duduki.

"Lo pada dateng gak ke reuni SMA?" tanya Jere tiba-tiba teringat penyebab grup SMA di whatsapp jadi sangat berisik belakangan ini.

"Oh... yang di grup angkatan, ya?" tanya Louis memastikan.

Harry mengangguk sambil menghisap vape yang menggantung di leher lantas menghembuaskan uap beraroma anggur dari mulutnya. "Lo dateng?"

"Dateng, lah! Kapan lagi reuni akbar kaya gini. Apalagi sponsornya angkatan lima. Udah pasti wah banget gak sih?" jawab Louis heboh. "Kenapa? Lo gak mau dateng."

Omega Bau KleponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang