Cahaya kuning keemasan matahari yang menerobos melalui celah-celah gorden membuat gadis itu mengeluarkan lenguhannya. Mengintip celah mata bahwa ada sebuah tangan yang menindih perutnya. Lunaisa memiringkan badan, menatap wajah lelap sang suami.
Jari mungil Luna mencoba menyentuh setiap inci wajah rupawan itu. Hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, bibir yang merah alami, serta kelopak mata yang memejam dengan tenang. Astaga kenapa Arga bisa setampan ini??
"Tau aku ganteng gak usah dilihatin gitu," kata Arga dengan suara seraknya. Luna terkesiap, ia malu karena terciduk.
"A–apa sih?! Ganteng dari mananya coba orang itu banyak belek juga," kilah Luna. Saat itu Arga langsung membuka matanya, menggerakkan tangannya mengambil kotoran di sudut mata lalu mengelapkannya pada baju Luna. "KYAAAA ARGAAA JOROK BANGET SIH!! IH JIJIK BANGET 'KAN BAJU AKU JADI KOTOR!!"
"HAHAHA ...." tawa Arga menggelegar memenuhi kamar. Alih-alih bangkit dari posisinya, Arga justru menarik Luna ke dalam pelukannya lalu kembali memejamkan mata.
Ini minggu ketiga sejak Arga mengucapkan ijab qabul di pernikahan mereka. Entah kenapa Luna masih merasa canggung untuk banyak hal. Seperti sekarang saat dia merasa tidak bisa bernapas karena kepala Arga yang berada di dadanya. Bukan karena berat, hanya saja Luna merasa gugup setengah mati.
Lunaisa membuang dehemannya. "Kamu gak mau bangun, Arga? Sarapan gitu? Umm ... aku juga bentar lagi mau ke katering."
"Ini hari Minggu, aku gak kerja jadi mau seharian tidur sambil peluk kamu. Gak usah pergi ke katering lah ngapain juga?" respon Arga santai. Luna merotasikan bola matanya sebal.
"Katering tuh penting buat aku tau! Kalau kamu mau malas-malasan sendirian aja jangan ajak aku," balas Luna lalu bangkit dari posisinya. Arga yang merasa gulingnya sudah bangun pun akhirnya ikut bangkit lalu tertawa hehe. Selama tiga minggu memang Luna dijadikan guling oleh Arga. Ia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk sang istri.
"Ya udah aku ikut kamu ke katering. Kita pacaran di sana." seketika Luna melirik Arga sambil memelotot. "Aik! Sambil kerja loh yang. Aku mau bantu kamu biar cepat selesai," lanjut Arga merevisi perkataannya.
"Kalau gitu kamu mandi dulu sana, aku mau masak buat kita sarapan," titah Luna segera dipatuhi Arga. Arga masih sama, dia masih manja. Lihat saja sebelum mandi dia minta Luna untuk mengecup seluruh wajahnya tanpa terkecuali.
"Arga Arga," kekeh Luna merasa gemas dengan tingkah suaminya itu. "Masak apa, ya?" gumamnya sambil melihat-lihat bahan di makanan yang ada di kulkas. Karena sedari dulu ia sering membantu Lusi, jadi memasak itu adalah kegiatan yang menyenangkan. Apalagi saat melihat makanan yang ia buat habis tak tersisa sedikit pun.
Lunaisa bersenandung halus sementara tangannya mulai menumis bumbu. Ia juga mencuci beras lalu menanaknya. Wangi dari masakan Luna beradu dengan bau sabun yang datang dari belakang. Hingga sepasang tangan sudah melingkar melalui perutnya yang rata.
"Lapar." Argantara mengadu seperti yang ia lakukan beberapa tahun lalu kepada Anisa. Dibalas dengan kekehan, Arga menaruh dagunya pada bahu sang istri. "Cepetan masaknya! Cacing di perut aku udah demo nih. Walaupun mereka lemah tapi mereka juga pengen dikasih keadilan. El, ayoo buruan ih kita makan!" oceh Arga yang lagi-lagi membuat Luna terkekeh.
"Siapin piring sama gelasnya. Ini udah mau selesai." Arga mengangguk lantas melakukan kegiatannya. Selepas Luna menyajikan masakannya, kedua insan itu kini tengah sibuk mengisi perut. Sesekali keduanya berbincang ringan untuk menemani waktu sarapan. Sekedar membahas masa-masa dulu ketika berpacaran atau ketika Arga iseng ia membahas rencana bulan madu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Boy Arga [SELESAI]
Teen Fiction[ COMEDY ROMANCE ] Apa benar poin plusnya Arga itu hanya soal tampangnya yang sempurna? Tampan, putih, dan tinggi? Tidak ada yang lain? Misalnya rajin, suka menolong, pintar, disiplin, dan gemar menabung? Hmm ... JANGAN HARAP!! Dia Argantara Mahen...