Decitan ban dengan aspal jalanan kedua kuda besi itu terdengar memekakkan telinga. Seperti ada yang memberinya perintah, Arga dan Joshua kompak melepaskan helm lalu mengedarkan pandangan.
"Di sini?" tanya Joshua dibalas anggukan oleh Arga.
"Depan rumah yang itu." Arga menunjuk titik yang dimaksud menggunakan jarinya. Joshua menghela napas. Dia masih sangat menyayangkan peristiwa itu. Hanya saja Kenta Bimantara terlalu baik untuk mati dengan cara tidak pantas seperti itu.
"Oke," sahut Joshua lantas berjalan menuju lokasinya. Laki-laki itu berjongkok, mengepalkan tangan sambil memejamkan mata, lantas berdoa. Istirahat dalam kedamaian, ya, Oom Kenta.
"Sampai sini lo masih mikir Kenzo bakal maafin gue?" tanya Arga, suaranya parau. Joshua yang telah usai dengan kegiatannya pun menoleh.
"Setidaknya kita udah coba. Kalaupun dia tetap gak mau maafin lo, yaudah. Biar Tuhan yang jadi saksinya. Tuhan tahu siapa yang benar siapa yang salah," balas Joshua. Arga mengangguk lesu. Bahkan ia tidak yakin bahwa dirinya tidak bersalah.
"Hmm ...." Joshua memegang dagunya seraya mengedarkan pandangan. "Titik ini lumayan strategis. Kalau semua rumah di sini pasang CCTV, harusnya bisa kelihatan di bagian manapun. Tapi ...."
"Tapi apa?" tanya Arga. Joshua menoleh.
"Cuma satu. Yang lainnya mungkin kehalang badan Jessy, lo, sama orang itu." kini Joshua berdiri tegap menghadap rumah di depannya. Rumah mewah yang nyaris seperti tak berpenghuni itu menjadi harapan mereka satu-satunya.
Arga menghela napasnya. Dia bahkan tidak tahu siapa pemilik rumah ini. Walau sempat beberapa kali melewatinya tapi Arga tidak pernah sekalipun melihat penghuninya. Mungkin sudah kosong sejak lama?
"Dahlah gak ada harapan," ujar Arga hendak beranjak dari tempatnya. Joshua berdecak.
"Kita belum nyari tau udah nyerah. Mental tempe lo?"
"Aik! Bukan gitu, Josh. Ini rumah udah lama kosong, gue gak pernah lihat ada yang tinggal di sini, siapa yang punyanya, cewek atau cowok, gue gak tau dan gak mau tau!" Arga bersedekap dada. Tanpa ia sadari apa yang dilakukannya membuat Joshua geram. Tangannya bergerak menjitak kepala Arga hingga terdengar bunyi tuk.
"Bego tuh dibuang yang jauh bukan malah dipelihara! Kalau rumahnya udah lama kosong gak akan sebersih ini. Ayo buruan gak usah banyak alasan lagi." lain dengan Joshua yang berjalan mendekati pagar rumah itu lalu menekan belnya, Arga diam-diam menggerutu.
Untung lo bayi gue kalau bukan udah gue mutilasi lo! Jadiin bakso sekalian.
Benar saja tak lama dari itu seorang pria berusia lima puluh tahunan keluar dari rumah mewah itu. Kemeja lengan pendek serta celana chino yang melekat pada tubuhnya kian mendekat.
"Ada apa, ya?" tanyanya. Joshua tersenyum ramah.
"Maaf ganggu waktunya, Oom. Saya kemari karena ada keperluan. Barangkali Oom bisa bantu?"
Pria itu tampak celingukan. Ia melihat ke arah Arga lalu berganti ke motor mereka. "Mau pinjam pompa?"
"B–bukan. Anu ... saya mau lihat CCTV di sini, ... dua tahun lalu. Mungkin Oom juga udah tau," ujar Joshua. Sesaat pria itu terdiam, ia kembali menatap Arga lantas mengulas senyuman tipis.
"Silahkan." dan gerbang menjulang tinggi itu pun terbuka lebar. Joshua dan Arga memasukinya, mengikuti dari belakang ke mana pria itu membawanya.
"Pulang yuk Josh? Gue takut dia pedofil," bisik Arga. Joshua tersentak, ia hampir tersedak oleh ludahnya sendiri. Dengan tatapan tak bersahabat ia menoleh pada Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Boy Arga [SELESAI]
Teen Fiction[ COMEDY ROMANCE ] Apa benar poin plusnya Arga itu hanya soal tampangnya yang sempurna? Tampan, putih, dan tinggi? Tidak ada yang lain? Misalnya rajin, suka menolong, pintar, disiplin, dan gemar menabung? Hmm ... JANGAN HARAP!! Dia Argantara Mahen...