Part 36

529 49 3
                                    

-Part 36-

"Kau sangat mengerikan." Kalimat itu berulang kali diucapkan dari mulut Morrow, antara dia masih tak percaya dan menganggap semua ini gila. Membuat dada Tara semakin berat. Kecewa karena Morrow kecewa padanya. Apa yang sebenarnya dia harapkan dari pria itu? Menyelamatkannya? Mendukungnya? Atau masih menganggap dia akan selalu disisinya?

"Bodoh sekali," celetuk Tara lalu menutup mulutnya rapat. Tara membuang wajah, dia berangsur balik ke dalam selimutnya lalu tidur.

"Apa yang kau katakan?" pertanyaan Morrow kemudian tertahan karena kemunculan dokter dan perawat untuk memeriksa keadaan Tara paska operasi.

"Biarkan dia istirahat lebih banyak," tegur dokter menyadari bahwa Morrow terlihat ingin membicarkan sesuatu yang berat.

Perawat mengganti cairan infus dengan yang baru lalu memberikan sebuah suntikan sesuai dengan intruksi dokter. Pikiran Tara yang berisik oleh berbagai hal seketika hening dan perasaannya ikut melayang. Ini lebih baik. Obat penenang adalah jalan tercepat untuk menolongnya.

"Jika dokter sudah memberi izin untuk pulang. Aku ingin kembali ke rumahku saja." Tara langsung membuat jarak dengan Morrow. Dia bukan melarikan diri. Melainkan menyerah pada semua keadaan.

"Kita akan bicarakan itu nanti." Morrow lekas pergi, langkahnya berat dan cepat. Tangannya mengepal gemetar menahan luapan marah. Tetapi bagaimanapun ke depannya Morrow mencamkan baik-baik untuk tidak membiarkan wanita itu lepas.

______________

Ini pertengahan musim semi ketika Tara dan Morrow tiba di New York. Udara terasa hangat dan cukup berkeringat. Namun di antara mereka jelah terjadi perang dingin. Mendiamkan satu sama lain lalu beradu mulut di dalam hati sampai lelah.

Tara turun dari mobil, dia berdiri di depan apartemen tua tempat Vanilla tinggal. Anehnya apartemen itu masih di pertahankan oleh Morrow dengan dia menanggung semua biaya sewa. Sedangkan Tara hampir melupakan tempat suram tersebut. Pada dasarnya dia benar-benar ingin pulang ke rumah miliknya sediri.

"Jangan bertingkah macam-macam. Saat ini identitasmu berbeda. Sedangkan apartemenmu sendiri memiliki tingkat keamanan tinggi dan kau mudah di curigai." Kata-kata yang tajam.

Morrow menyerahkan kunci apartemen kepada Tara. Seberapa besar dia ingin meluapkan kemarahannya, tetapi melihat wajah Tara masih lebam dan tubuhnya yang kurus membuat dia meredam semuanya.

Siapa yang tidak ingin meledak, mengetahui beban kebencian di dada selama bertahun-tahun langsung mendapatkan jawaban paling pahit. Hidupnya adalah cerita novel. Persetan.

Morrow enggan melihat kenyataan yang ada. Kedua tangan dia terkepal kuat, sedang matanya menguarkan hinaan ke arah Tara. Tindakan dia masih terbilang baik, mana mungkin ada seseorang yang mau mengantar pulang sampai depan rumah seperti ini setelah apa yang terjadi.

"Kenapa kau membuat diriku terjebak dalam tuduhan pembunuhan dan dijebloskan ke penjara?" Ini pertanyaan paling utama yang membuat Morrow penasaran.

Tara yang tadi melangkah segera berbalik dengan tatapan lebih beku. "Bukankah itu jalan yang lebih baik?"

Mulut Morrow langsung menggeretak. Ini wajah Tara yang sebenarnya, dia wanita yang paling tak berhati.

"Kau di kucilkan oleh keluargamu, kau di bully, kau di tuduh sebagai pembunuh, kau di sidang di tengah banyak hujatan, semua menganggap dirimu sampah tak berguna, kau di asingkan, di buang, dia usir dari sisi keluargamu, kau habis dalam penjara." Ini jelas ucapan paling tajam, dan ini adalah Tara Lipinski yang sebenarnya. Dia kembali menjadi dia yang dulu.

"Bukankah itu lebih baik?" ucapan itu terulang meski kini bernada lebih tenang. "Aku tanya padamu. Apa jadinya jika kau masih terkurung di dalam otoritas dan pengaturan keluargamu selama puluhan tahun kau hidup?"

Smooth & Tasty Vanilla [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang