"Duduklah disini." Ujar si pembantai pada Tara agar mereka lebih nyaman berbincang di kursi.
Segera Tara mengikuti permintaan itu. Menarik sebuah kursi lalu duduk dengan punggung sedikit kaku. Udara semakin dingin, seolah mendukung pertemuan mereka yang sangat menyesakkan.
"Perkenalkan namaku Darrel Boston. Kau pasti sudah tau kenapa kau berada di tempat ini." Ujar pria itu tanpa melepaskan senyuman sambil mengulurkan tangan.
"Simpan perkenalan ini. Tuan Darrel." Balas Tara memperingati.
"Kalau begitu kita akan ke topik utama."
Darrel mengeluarkan sesuatu dari tas ukuran sedang berwarna hitam lalu di letakan bersusun di atas meja.
"Kau boleh memilih ingin dibunuh seperti apa. Aku memberi kekhususan untukmu, Vanilla. Biasanya aku yang menentukan kematian seperti apa kepada korbanku. Disini aku menyediakan untukmu sebuah pisau, curter, kapak, pistol, racun, gunting, tali, obat tidur atau kau ingin aku membuatmu jatuh dari gedung atau mengalami kecelakaan mobil seperti ketidak sengajaan dalam lalu lintas?"
"Aku ingin pulpen disakumu." Tara menunjuk pulpen yang berada di balik jas Darrel.
"Kau ingin aku menusuk jantungmu dengan sebuah pulpen?" Darrel mendelik penuh selidik.
"Bukan. Aku hanya ingin memiliki itu. Apakah boleh?" Sekali lagi Tara memamerkan senyumanya. Dia perlu bersikap hati-hati pada setiap pergerakan, ucapan maupun keputusan yang ia ambil.
"Tentu saja." Darrel memberikan pulpen itu pada Tara.
"Aku tidak peduli kau memiliki masalah dengan Morrow karena itu bukan urusanku. Tapi bisa kau jelaskan tentang ini?"
Darrel melihat sebuah foto yang diserahkan Tara.
"Foto ini aku ambil sekitar awal tahun. Aku menabrak mobil seorang penulis terkenal bernama Tara Lipinski, dia adalah wanita cantik, seksi dan cerdas. Aku mengaguminya, namun sayang sekali dia tidak mati padahal mobilnya terpelanting hingga terbalik. Bagaimanapun, aku yakin dia tidak akan bertahan lama. Kepalanya pecah, tulang rusuknya menembus bagian paru-paru dan diagnosa kehilangan tiga puluh atau lima puluh persen fungsi otaknya. Dia akan mati." Jelas Darrel.
"Kenapa kau ingin sekali membunuhnya? Apakah dia mempunyai salah padamu?"
Darrel tidak menduga bahwa wanita di depannya ini ternyata memiliki hubungan dekat dengan Tara Lipinski.
"Apakah aku harus memiliki sebuah alasan untuk membunuh orang lain?" Jawab Darrel ringan bagaikan mereka membicara tikus mati yang tertabrak mobil di jalanan.
Jantung Tara serasa berhenti mendengar pengakuan Darrel. Kemudian pria itu melanjutkannya "atau kau ingin aku mencari sebuah alasan? Seperti membunuh orang lain itu adalah hobiku. Kesenanganku dan kehidupanku?"
Tara bersedekap, punggungnya di sandarkan ke kursi sembari kaki kanannya berpangku pada kaki lainnya. "Bagaimana jika kita balik pernyataan tersebut. Kenapa kau tidak punya alasan untuk membiarkan orang lain tetap hidup?" tanya Tara.
"Kau kerabat dari Tara Lipinski? Kenapa dari sekian banyak korban yang kubunuh kau memilih foto ini padahal tidak ada gambar Tara Lipinski di dalamnya. Aku hanya memfoto bagian mobilnya saja dan itu pula nyaris tertutup oleh orang-orang dan polisi."
"Aku bukan teman dekat Tara Lipinski ataupun kenalannya."
"Lalu? Kau penggemar novelnya?" ucapan Darrel mulai menajam.
Tara mengulum senyuman. "Kau bisa menganggapku orang sinting Darrel Boston. Aku adalah Tara Lipinski. Wanita yang kau tabrak itu." Tara berkata perlahan dan ada penekanan di kalimat terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smooth & Tasty Vanilla [End]
Romance"Pukul satu dini hari, sehari setelah perayaan tahun baru, terjadi sebuah kecelakaan beruntun di sebuah persimpangan Hotel Dupont City, hingga nyaris menewaskan seorang wanita bernama Tara Lipinski berusia dua puluh lima tahun. Berita acara meliput...