"Kita selalu bertanya. Mengapa semua ini terjadi? Namun Samantha malah bertanya padaku. Bagaimana jika tidak pernah terjadi apapun?"
Sederhananya, jika tidak pernah terjadi apa-apa. Mana mungkin mereka bisa bersama. Jantung Tara terenyuh sesaat. Dia seolah di tampar keras oleh fakta. Kini alur sudah terlihat secara garis besar..
"Mudahnya. Kau menyelamatkan aku dan aku menyelamatkanmu. Semua hal berat yang kau lalui selama menjadi Vanilla, itu untuk membantuku di kehidupan sekarang. Dan dari itu kita menjadi terhubung meski ingatanku tidak sempurna, tapi intuisiku tetap tajam seolah segala informasi sudah terekam di alam bawah sadar. Sehingga aku bisa menyingkirkan Darrel Boston lalu menjalani hidup lebih baik."
Untuk apa mengeluh. Mereka hanya perlu menerima kenyataan yang lebih luar biasa dari ekspektasi manusia. Tara langsung menerima kekuatan dari genggaman tangan Benedict. Pria itu tersenyum baik.
"Penderitaan kita memiliki bayaran yang mahal. Jadi, jangan merasa dirimu terlalu sial dan tenggelam oleh penderitaan." Benedict memperingatkan dengan lembut.
Pikiran Tara lebih jernih. Perasaannya berubah lapang, hingga bisa bernapas lega. "Permintaanku di detik kematian ternyata memiliki bayaran sangat tidak murah."
........
Menjelang akhir tahun. Tara bersumpah tidak akan menyentuh televisi suram dan menonton acara kembang api di balik layar. Dia harus menikmatinya penuh kesungguhan. Dari ini, Benedict memutuskan untuk memesan kamar hotel di pusat kota agar Tara bisa menikmati perayaan spektakuler dengan mudah.
Apalagi terdapat rooftop yang menyelenggarakan pesta kecil untuk para pengunjung. Jadi, mereka bisa menikmati makanan dan minuman sepanjang malam.
Sore hari mereka menyempatkan diri berjalan-jalan di daerah sekitar hotel. Menikmati jajanan dan pertokoan. Tanpa mereka sadari, ini kencan pertama mereka setelah mereka akhirnya bersama. Atau mungkin mereka hampir tidak pernah melakukannya.
Kini Tara duduk di kursi panjang di tepi trotoar, sedangkan Benedict masuk ke salah satu toko pakaian untuk membelikan sebuah syal dan sarung tangan untuk Tara.
Tara tersenyum ringan mengamati segala keramaian yang dipenuhi antusias dari orang-orang. Menutup akhir tahun dengan rasa syukur dan menyambut awal tahun dengan harapan-harapan indah. Tangan Tara membelai lembut perutnya yang sudah semakin besar. Sepertinya beberapa minggu lagi bayinya akan lahir. Dan ini membuatnya semakin berdebar.
Tak lama kemudian Benedict sudah kembali. Sambil duduk bersebelahan, dia membantu Tara mengenakan syalnya dan sarung tangan yang hangat.
"Kenapa kau memilih warna merah maroon?"
"Sepertinya itu terlihat cantik ketika aku membayangkan kau mengenakannya. Dan benar, ini sangat cocok untukmu." Benedict terang-terangan membalas dengan nada merayu. Yang menyebabkan wajah Tara bersemu merah, akhirnya merekapun tertawa bersama.
"Sepertinya kau harus lebih kreatif. Cantik itu abstrak. Kau bisa memuji hal yang lebih detail dari pada mengatakan kalimat yang memiliki makna luas." Tara menanggapi ini dengan kerutan dahi yang serius.
"Seperti?"
Tara mendekat, berbisik tepat di telinga Benedict. "Dari pada mengatakan, kau adalah pria yang selalu luar biasa di atas ranjang. Aku rasa kau akan lebih senang jika aku berkata, aku suka setiap kali tangan kasarmu yang membelaiku lembut dan hati-hati."
Sontak sekujur tubuh Benedict memanas, ketika Tara mengakhiri kalimat dengan desahan panjang di tengkuknya.
"Kau memancingku?"
"Aku sengaja melakukannya!" Tara penuh semangat bangkit dan melanjutkan perjalanannya lebih dulu. Benedict terkekeh pelan menyadari kejahilan Tara. Lihat saja ketika mereka sudah tiba di kamar hotel. Wanita itu tidak akan mudah menginjak lantai di bawah ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smooth & Tasty Vanilla [End]
Romance"Pukul satu dini hari, sehari setelah perayaan tahun baru, terjadi sebuah kecelakaan beruntun di sebuah persimpangan Hotel Dupont City, hingga nyaris menewaskan seorang wanita bernama Tara Lipinski berusia dua puluh lima tahun. Berita acara meliput...