-Part 39-
Dengan langkah gontai sebisa mungkin Morrow mencapai toilet. Dia muntah kembali untuk ketiga kalinya di hari ini. Bukan karena mabuk, melainkan dia mengalami mimpi mengerikan. Terlalu nyata. Semua aroma, udara, warna, dan ketakutan menular kepadanya.
Jauh sebelumnya Morrow sama sekali tidak mengenal siapa sosok Tara Lipinski. Mereka adalah kedua orang yang sama-sama asing, bertolak belakang dan memiliki kehidupan yang berbeda. Namun kenapa perasaan terikat itu membuat dia merasa bertanggung jawab?
Morrow duduk bersandar ke dinding toilet. Pandangannya sangat kabur, kepalanya serasa pecah hingga berulang kali dia memukulnya mencoba mengurangi sengatan itu. Sampai tampak keningnya memerah dengan garis urat yang tajam.
Tiga hari ini dia seperti dihantui ketakutan luar biasa, kesedihan dan keputusasaan. Semua karena dia bermimpi tentang tragedi kecelakaan Tara Lipinski. Terlalu nyata untuk dianggap bunga tidur dan ini sangat ekstrim seolah enggan membiarkan dirinya untuk tidur nyenyak.
Tanpa bisa dikuasai, kantuk Morrow menyerang kembali. Dia jatuh tertidur dalam duduknya.
Dia lelah mengulang semua ini, dimana dirinya berdiri di persimpangan Hotel Dupont City tepat pada tengah malam. Morrow memperhatikan lampu merah dan detik waktu yang melangkah mundur.
Sebuah mobil hitam tampak berhenti, Morrow langsung tau siapa yang berada di dalamnya. Tara Lipinski tampak menikmati mendengar alunan lagu di mobilnya, tersenyum ringan sambil mengetuk-ngetuk stir mobil menunggu lampu berubah menjadi hijau.
Beberapa detik kemudian muncul sebuah truk besar berlaju cepat, tanpa memberi kesempatan langsung menabrak mobil yang di tumpangi oleh Tara. Jauh terpelanting ke sisi jalan lainnya. Dentuman suara keras membuat telinga Morrow berdenging sakit. Morrow tidak bisa menghentikan apapun. Dia membeku dalam beberapa detik.
Setelah truk itu melarikan diri dengan kecepatan tinggi. Morrow akhirnya mendapatkan sebuah dorongan untuk bergerak mendekat ke sisi mobil Tara.
Kondisi mobilnya remuk, terbalik dan berasap. Jantung Morrow nyaris berhenti berdetak ketika dia mencoba menunduk ke bagian kursi kemudi. Sosok Tara tampak menyedihkan, dia merintih tanpa suara dan dalam kondisi kritis.
"Kau ada bersamaku. Bertahanlah." Morrow menyingkirkan potongan-potongan kaca jendela secepat mungkin. Diapun mengulurkan tangannya meraih tangan Tara yang terkulai penuh darah. Morrow mencoba memberi kekuatan dalam genggamannya.
Bibir Tara memucat, ekspresinya kacau dan putus asa. Mata mereka saling berpandangan satu sama lain membuat Morrow jatuh tenggelam pada kepekatan mata Tara yang bergetar. Apapun caranya dia harus menolongnya.
"Aku takut.. Aku sangat takut..." Suara lemah itu membuat tangan Morrow berubah dingin.
Kecelakaan ini bukanlah bagian dari cerita novel. Ini adalah kenyataan yang benar. Tara Lipinski akan mati.
Dan sekali lagi Morrow tersentak dari tidurnya. Pandangannya menunduk ke arah tangan kanannya yang mengepal kuat. Sekuat apapun dia membenci perasaan ini, dia tak sanggup untuk melakukannya. Apalagi ketika Tara benar-benar ketakutan seorang diri, membalas genggaman tangannya dengan sisa kekuatannya.
Kenapa malah dirinya semakin terikat dengan wanita itu? Bagaikan Tara harus selalu berada dalam dekapannya.
____________
"Ini adalah ruangan khusus untuk aku menulis. Dan kau kuizinan untuk memakainya selama kau menetap disini." Rachel mendorong pintu besar ruangan di ujung koridor. Merekapun melenggang masuk dan langsung di hadapkan sebuah ruangan dengan fungsi maksimal untuk penulis profesional. Rak buku, arsip referensi, papan tulis, meja kerja yang nyaman, terdapat juga tv dan proyektor, bahkan ada meja billiard untuk menghilangkan stress.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smooth & Tasty Vanilla [End]
Romance"Pukul satu dini hari, sehari setelah perayaan tahun baru, terjadi sebuah kecelakaan beruntun di sebuah persimpangan Hotel Dupont City, hingga nyaris menewaskan seorang wanita bernama Tara Lipinski berusia dua puluh lima tahun. Berita acara meliput...