Air mata.
Ya. Rheas baru saja ditelan ke dalam kenangan pertemuan pertamanya dengan Arthkrai. Ketika dirinya mengulurkan jabat tangan yang lancang, sementara pangeran itu justru tahu-tahu menangis.
Itu adalah air mata pertama Arthkrai yang dilihatnya.
Hah. Rheas benar-benar tidak bisa membaca bagaimana urutan halaman kenangan yang dipampangkan Arkiv untuknya. Meski ingatan yang satu ini tidak termasuk batu-batu trauma lampaunya, dan malah lucu juga ketika diingat-ingat ulang, tetap saja—
Sesuatu yang dingin terasa menetesi sebelah pipinya.
Rheas mengalihkan jemari dari gapai di antara kabut dimensi Arkiv, untuk beralih meraba apa gerangan rasa dingin di permukaan pipinya ini.
Eh?
Air mata.
Kenapa...? Bukankah yang menangis seharusnya Arthkrai?
"Arkiv adalah cermin."
Suara gema dari hampa itu berkata, seakan menertawakan.
"Cermin yang bisa memantulkan apa saja, tanpa terbatas hanya bisa memantulkanmu."
Tunggu—
"Kau membutuhkan pantulan dari sudut pandang orang lain untuk memutuskan."
***
Tiba-tiba, Rheas melihat dirinya sendiri berdiri di depannya. Padahal tak ada cermin yang membingkai di hadapan, dan sosok itu tidak setengah-setengah seperti si penulis. Itu benar-benar dirinya.
Kemudian, pandangannya memburam. Padahal Rheas sama sekali tak merasakan pening menghantam kepala, atau apa pun yang terasa seperti tanda-tanda bahwa dirinya akan kehilangan kesadaran. Hei. Lagipula, jika dirinya terjebak ke entah kenangan mana usai terlalu dalam merasuki sihir, entah separah apa, seharusnya kabut sihir terlihat semakin jelas di lapis matanya, bukannya lenyap tak tampak bahkan sisanya—
Buram pandangannya buyar, menjadi sensasi basah yang menggores di sebelah pipi.
Kali ini, dengan jantung yang serasa mencelus, Rheas tidak perlu meraba untuk tahu bahwa ini adalah air mata.
Kali ini, bahkan meski jemarinya refleks hendak meraba lagi, Rheas tidak akan bisa. Dirinya merasakan sekujur badan ini tidak menanggapi perintahnya untuk menghapus seketika air matanya, bukan termangu membiarkannya tidak berhenti.
Rheas terpaku. Sensasi air matanya ini tidak lagi sekadar terasa basah. Ini bukan sekadar terasa dingin atau hangat. Sesuatu ... ada sesuatu yang membuncah, mekar. Merasuki kolam hatinya. Sensasi yang persis seperti sihir ... tetapi ini tidak terasa seperti sihir yang biasa dirasakan Rheas, jadi apa?
Di depan matanya, sosok dirinya sendiri sudah mengubah ekspreksi. Ekspreksi yang sempurna mengutarakan campuran dari keterkejutan, keheranan, kepenasaran, dan keterpanaan. Baik tatapan, kerutan alis, kedutan bibirnya itu. Wajar saja. Rheas sendiri pasti akan membuat ekspreksi persis begitu, kalau melihat dirinya sendiri menangis tanpa alasan.
Juga, seperti dirinya itu yang membuka mulut perlahan tetap dengan perhitungan hati-hati, Rheas akan memanggil—
"Pangeran Arthkrai...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
QuietUs
FantasySatu kebangkitan sihir memanggil sebuah buku bernama Arkiv yang menuliskan rahasia masa depan, dan ada tiga yang harus menjaganya diam; Arthkrai, sang pangeran yang terlalu mudah mengurai air mata. Dia yang memanggil malapetaka itu, bisakah tegar hi...