|| Dua Puluh Sembilan []

11 5 21
                                    

Rheas salah.

Sejak kapan menyerahkan Arkiv ke tangan dirinya yang lain sebagai si penulis sama dengan mengalahkan Lorutares?

"Kembalikanlah Arkiv kepada penulisnya, niscaya segala derita darinya akan berakhir."

Setelah catatan itu membuka dirinya sendiri, mengancam Rheas untuk menurutinya dengan memperlihatkan masa depan kematian Arthkrai dan Riori, Arkiv memberikan pemahaman yang lebih dalam. Bahwa begitu Arkiv dikembalikan ke tangan penulisnya, seisi dunia akan melupakan ingatan akan keberadaannya yang pernah ada, pengecualian hanya bagi yang mengembalikannya. Semua orang akan lupa bahwa ada buku yang bisa menuliskan masa depan dari artefak sihir Arthkrai, sehingga tidak akan ada lagi yang mengejar-ngejar dan mengincar mereka bertiga. Ingatan yang bersangkutan dengan Arkiv akan termanipulasi dengan sendirinya.

Ya. Dengan begitu, segalanya akan selesai. Rheas akan kembali pada kehidupan biasa-biasanya yang tidak pernah biasa, tetapi setidaknya lebih biasa tanpa rutin mengalami situasi hidup-mati bersama Arthkrai dan Riori.

Namun, betapa bodohnya Rheas.

Dirinya bertiga dengan Arthkrai dan Riori yang terhubung langsung dengan Arkiv menjadi pengecualian.

Bagaimana mungkin manusia dari dimensi lain tidak termasuk pengecualian juga?

Dasar bodoh.

Rheas tidak tahu apa-apa lagi—tetapi insting di dalam dirinya tidak sudi. Tangan kirinya, yang baru sesaat lalu menggenggam dan mengoperkan Arkiv kepada si penulis, diregangkannya merampas sihir untuk merupa sarung tangan petir yang ikut menyambar ketika menebaskan tangan ke depan mengincar Lorutares.

Namun, tebasan tangan Rheas berakhir meleset, tidak mengenai apa-apa. Sesuatu serasa mencelus jantung Rheas di sepersekian kerjapan mata itu. Bersamaan sekilas Lorutares menyeringai kian lebar dengan kegilaan sihir hitam memancar dari matanya.

Rheas tersadar.

Sisa-sisa insting menyentak lengan kirinya untuk mencengkram dan menarik lengan si penulis. Rantai yang membelit di sana sampai siku menyerpih lenyap oleh sisa derik sihir Rheas. Membuat keduanya terjungkal jatuh bersama, tetapi selamat bernyawa dari rantai-rantai yang melecut sekaligus di tempat sebelumnya.

Luka dari lengan kanan Rheas yang tertembus rantai kembali terasa, menyadarkannya untuk segera mencengkram seutas rantai itu dengan tangan kiri, meremukkannya dalam cengkraman sihir hingga menyerpih lenyap. Meninggalkan luka berlubang yang seakan melelehkan lengannya dengan jejak hangus hitam.

Sial. Bukan masalah tangan dominannya yang terluka parah, tetapi sihir hitam dari jejak luka ini meracuni keseimbangan sihir dalam diri Rheas. Jangan bercanda. Rheas bahkan tidak punya waktu untuk menyalahkan diri sendiri, dan situasi gila ini menuntutnya memprioritaskan penyembuhan luka?

Di waktu yang teramat tepat untuk memperburuk segalanya itu, Rheas merasakan aliran kabut sihir hitam yang semakin berpusat dengan cepat. Udara dipenuhi hawa maut yang siap menunjuk siapa saja untuk dia jemput. Tidak. Bukan. Sebelum sihir hitam dengan kekuatan mengerikan itu, ada sesuatu yang sudah datang lebih dulu.

Bagaikan air bah, rantai-rantai yang warna peraknya sudah tergantikan hitam jelaga berkerumun naik lebih tinggi dari pohon-pohon, menombak langit malam, dan bersiap menukik jatuh meratakan tanah tanpa ampun.

Dengan luka di tangan kanannya ini, sihir Rheas tak akan bisa menahan serbuan rantai-rantai itu.

Arthkrai dan Riori juga—

"Hei! Sadarlah!" Rheas membentak si penulis yang bahkan belum mengangkat pandangannya. Murka membara di dadanya karena tidak sudi mengakui bahwa wanita yang tak berguna di ambang bahaya ini adalah dirinya yang lain. "Hanya kau yang bisa menahan itu sekarang! Ini bukan waktunya jatuh terpuruk! Kau seharusnya tidak mau mati di sini kalau kau adalah diriku!"

QuietUsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang