|| Tiga Puluh []

30 6 7
                                    

Ya. Sejak awal, dirinya tahu.

Sejak awal itu sejak kapan?

Sejak dirinya mendapati Lorutares tidak berada di ruangannya.

Sejak dirinya memutuskan untuk bertindak nekat setelah sekian lama berjalan di atas alurnya yang sempurna. Ah. Ternyata manusia memang tidak akan bisa lepas dari alur takdirnya. Biar saja. Dirinya menerapkan sihir dimensi untuk mengurai diri menjadi wujud manifestasi demi menyebrangi dimensi, menuju di mana Arkiv berada serta dipenuhi anomali.

Akibatnya, tentu saja, seperti yang dirinya duga dan mungkin sesuai rencana Lorutares—wujud manifestasinya tidak sempurna karena disiapkan terburu-buru seadanya saja.

Lantas kenapa?

Dirinya tetap punya ingatan dan kesadaran penuh. Meski tidak utuh, kedua kakinya pun bisa menopang tubuh. Maka, dirinya masih bisa menghentikan Lorutares—masih harus menghentikan Lorutares.

Karena itu, Rheas berlari. Sebagaimana dirinya yang meninggali dimensi ini berlari tadi demi menyerahkan Arkiv ke tangannya. Saat itu adalah kesalahan dirinya sendiri yang tidak bisa segera mengamankan Arkiv.

Namun, tidak lagi. Sementara dirinya dari dimensi ini mengait lengannya dan menyeru bahwa mereka harus mulai berlari, Rheas sudah melakukannya. Karena dirinya sudah membuat sosok ganda dirinya satu lagi. Menggantikan dirinya—untuk menipu dan mengecoh. Bahwa sesungguhnya Rheas sudah berlari melantas rantai-rantai legam dan kabut kacau sihir hitam. Di balik selaput sihir yang menyembunyikan keberadaannya sampai kehampaan.

Sedari awal, Rheas tidak pernah terbelit rantai jebakan Lorutares. Jadilah dirinya tentu bisa melepaskan diri dari sihir hitamnya yang teramat kuat. Demi muncul sekejap waktu, membuka portal dimensi yang masih terjangkar pada kendali dirinya serta Arkiv.

Kemudian, mendorong Lorutares ke dalamnya.

Rheas mendapati, di waktu yang terasa terdistorsi hingga seakan memelan, wajah Lorutares yang ada di hadapan menuduhkan segenap murka kepada dirinya.

Tentu saja. Rheas tahu Lorutares pasti akan murka karenya ritualnya dikacaukan dan digagalkan oleh dirinya. Dengan murka itu, sisa-sisa insting sihir Lorutares berusaha menghunjamkan rantai pada Rheas.

Namun, Rheas mencengkram tangannya, memutus jangkauan gapaian Lorutares dari segala sihir. Ya. Air muka Lorutares semakin diwarnai murka, tetapi kali ini hanya sesaat. Murka itu mengendur, sepasang mata itu terbelalak terpana selagi warna hijau jernihnya kembali dari kegelapan. Rheas tahu Lorutares akan menyadarinya, tetapi Rheas tetap tak bisa memungkiri rasa lega yang membanjirinya karena rasa percayanya tidak berakhir percuma.

Lorutares melihat senyumnya, merasakan ulang genggaman tangannya yang semakin merapat alih-alih mencampakkan dan menyelamatkan diri. Menyadari di waktu yang terasa terdistorsi.

Rheas yang sudah tahu sedari awal, sedari awal sekali—bahwa segalanya hanya bisa berakhir dengan pengorbanannya sendiri. Rheas tahu itu dan tidak ragu melakukannya.

"Lorutares. Mari kita lenyap bersama-sama di antara dimensi."

"Kenapa...?"

"Meski kau mengkhianatiku sejak lama, semua waktu yang kita lalui bersama juga nyata. Mana bisa serta-merta aku melupakannya. Maaf aku hanya bisa balas menyelamatkanmu seperti ini. Terima kasih."

Rheas bisa mengatakan sebanyak itu karena menyampaikannya langsung seperti aliran air ke kepala Lorutares. Pun, tidak ada jawaban yang diberikan Lorutares sampai akhir. Sampai portal idmensi yang akan memerangkap selama-lamanya ini menelan dirinya.

Namun, mendapati gejolak kebencian dalam sihir hitam Lorutares padam, di sekejap mata terakhirnya saja, itu pun sudah cukup.


QuietUsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang