DH-1. Hilang?

759 55 0
                                    

"Jika Allah sudah menjanjikan kebahagiaan di akhirat kelak. Lantas mengapa kebahagiaan dunia yang masih kau prioritaskan?"

-Humaira Khanza-

🕊️🕊️🕊️

"Aira sini, Nak. Bawa Al-Qur'an kamu." Amina menepuk tempat di depannya agar putrinya mendekat. Aira menurut. Seperti biasa, usai melaksanakan shalat maghrib berjamaah bersama Aira di kamarnya, Amina selalu menyempatkan diri untuk menemani putrinya membaca Al-Quran meskipun hanya satu lembar.

Sebisa mungkin, selama ruh masih berada dalam tubuh. Amina akan berusaha menanamkan nilai-nilai agama dalam hidup Aira untuk bekal kedepannya. Karena kelak, tanpa harta putrinya masih bisa hidup. Namun tanpa ilmu agama, adakah yang masih bisa dijadikan pegangan untuk hidup putrinya kelak?

Mendengar perintah dari Ibunya, Aira yang semula berada di belakang Amina pun mendekat. Gadis itu mulai membuka halaman terakhir Al-Quran yang sebelumnya ia baca untuk dilanjutkan dan menyimpannya di pangkuan.

Gadis itu mulai membaca Al-Quran dengan tartil. Telunjuknya bergerak maju menunjuk ayat yang tengah ia baca secara perlahan.

Di hadapannya, Amina mendengarkan bacaan putrinya dengan seksama. Sesekali melihat tulisan ayat yang Aira baca memastikan tajwidnya tidak salah. Hal itu terus berlangsung sampai Aira membacakan ayat terakhir.

"Shadaqallahul 'adziim." Aira menutup Al-Qurannya setelah membaca tiga puluh ayat dari surat Al-Mulk. Kemudian mendongak mendapati Amina tengah melihat ke arahnya sembari tersenyum. "Kenapa, Bu?"

"Nggak papa, Sayang." Amina mengelus kepala putrinya penuh sayang. "Bacaan kamu semakin lancar."

"Alhamdulillah." Aira tersenyum. Lalu menyimpan Al-Quran yang sudah ia baca di tempat seharusnya. Setelahnya Aira mengambil duduk di samping Amina, sejak tadi gadis itu ingin bertanya sesuatu pada sang Ibu. Mungkin, ini saat yang tepat, pikirnya.

"Oh, ya, Bu. Aira mau nanya nih, tadi di sekolah guru PABP ngebahas keutamaan surat dalam Al-Quran. Salah satunya, ada surat yang bisa menjaga si pembaca dari siksa kubur. Namanya surat Al-Mulk. Surat Al-Mulk yang dimaksud itu surat yang tadi Aira baca, kah?"

Amina mengangguk. Rencananya, sehabis Aira membaca Ayat suci Al-Quran, dirinya hendak menjelaskan isi kandungan serta keutamaan dari surat yang sudah Aira baca. Namun, nyatanya hal itu sudah terlebih dahulu dilakukan oleh guru Aira di sekolah.

"Iya sayang, surat Al-Mulk yang guru kamu maksud itu yang tadi kamu baca," katanya sembari mengelus pipi chubby Aira.

"Masyaa Allah." Aira berkata takjub. "Aira baru tahu, Bu. Ternyata keutamaan surat ini dahsyat banget ya."

"Iya. Jadi ... Kalo kamu mau selamat dari siksa kubur, jangan lupa amalin surat ini setiap malam ya, Sayang. Kamu bisa mulai dari malam ini habis shalat isya. Mudah-mudahan, dengan rutin membaca surat Al-Mulk bisa menjadi pelindung kita dari siksa kubur."

Aira mengacungkan jempol. Amina tersenyum sembari mengelus puncak kepala Aira yang masih terbalut mukena.

"Dan ... Lebih bagus lagi kalo surat ini kamu hafal. Cuma tiga puluh ayat aja, kok. Bisa?"

"In syaa Allah. Aira usahain, Bu!" seru Aira semangat.

Untuk saat ini Aira sangat bersyukur. Allah memberikannya keluarga yang bukan hanya peduli akan kehidupan dunianya melainkan juga kehidupan di akhirat kelak. Dia selalu dibekali ilmu agama oleh sang Ibu meskipun hanya semampunya. Hal itu menjadi acuan pula untuk dirinya kelak di masa depan. Agar bisa memberikan pengajaran untuk anaknya nanti. Karena sejatinya seorang Ibu merupakan madrasah pertama bagi seorang anak. Maka dari itu, mulai dari sejak dini Aira ingin menjadi perempuan shalihah yang cerdas yang kelak bisa mencetak generasi yang berkualitas.

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang