DH-51. Mengikatmu Di Hari Yang Mulia

240 25 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Q.S Ar-rum : 21)

-Happy reading!-

🕊️🕊️🕊️

"Masyaa Allah, masyaa Allah, masyaa Allah. Jarang pake make up, tapi sekalinya pake make up bener-bener bisa bikin pangling."

Tak henti-hentinya Chika berdecak kagum. Melihat Aira yang sudah selesai dirias dari atas sampai bawah oleh seorang MUA, dan kini tengah berada di masjid Miftahul Jannah yang terletak di dekat rumahnya.

Masjid tersebut hendak dijadikan tempat berlangsungnya akad nikah beberapa saat lagi.

Aira berada di ruangan terpisah bersama Chika. Tengah menunggu dipanggil oleh seseorang usai Ahsan berhasil mengucapkan ijab kabul.

Perempuan bergaun brukat warna mint itu meneliti sahabatnya sekali lagi.

Di mana penampilan Aira terlihat begitu anggun. Ia memakai gaun putih panjang berbahan satin yang dikombinasikan dengan tile menjuntai menyapu lantai. Dihiasi manik-manik di seluruh tepian gaun. Serta hijab putih syar'i menutupi dada. Dan tak lupa dengan sebuah mahkota cantik yang bertengger di atas kepalanya dengan indah.

Tanpa bulu mata palsu dan cukur alis pun Aira bisa terlihat secantik ini.

"Chik, aku deg-degan," adu Aira sembari memegangi tangan Chika yang sedikit hangat berbeda dengan tangannya yang terasa serba dingin.

Dengan entengnya Chika menyahut. "Kan lo emang masih hidup, Ra. Jadi pasti deg-degan lah." Chika terkekeh. Bukannya menenangkan Ia justru malah berkata seperti itu sembari tersenyum mengejek pada Aira.

Alhasil bibir Aira yang dilapisi lipstik berwarna soft pink itu terlihat melengkung turun. Ia memilih menggunakan ruas jari-jari tangannya untuk berdzikir menghalau resah.

"Becanda deh, Ra. Jangankan lo yang mau nikah, gue yang cuma mau jadi saksi aja ngerasa gemetar nungguin Ahsan beres ijab," ujar Chika.

Lalu tangan Aira yang sudah dihiasi dengan henna berwarna putih itu Ia genggam erat. Kedua sahabat yang sudah dipertemukan sejak tujuh tahun lalu kini berdiri berhadapan saling menatap.

Wajah ceria Chika terlihat mulai menyendu. Namun bibir tipisnya perlahan mengulas senyum.

"Nggak kerasa ya, Ra. Lo udah mau jadi istri orang aja. Padahal kayak baru kemarin kita ngelewatin masa-masa SMA. Mikirin pusingnya ngerjain tugas. Berjuang buat cari ilmu yang bukan hanya bisa bermanfaat di dunia tapi juga bisa bermanfaat untuk di akhirat kelak. Mati-matian ngehafalin rumus. Belum lagi pas mau akhir-akhir sekolah. Kita harus ngeluarin tenaga ekstra buat ngikutin segala kegiatan pengayaan biar dapet pelajaran tambahan dan hasil yang didapet pas Ujian Nasional bisa memuaskan."

"Semua itu ternyata udah terjadi beberapa tahun lalu ya, Ra. Bener-bener kerasa cepet," ucap Chika dengan pikiran yang menerawang jauh.

Sahabatnya pun turut melakukan hal yang sama. "Iya, Chik. Kita ternyata udah berjalan sejauh ini. Dan alhamdulillahnya kini masih tetep sama-sama sampai sekarang."

Mengingat itu Aira tersenyum penuh arti. Masa-masa SMA adalah masa yang tak pernah Ia lupakan sampai kapanpun. Selain mendapatkan pelajaran akademis. Ia juga banyak mendapatkan pelajaran hidup.

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang