"Kejadian buruk, jika berlaku pada orang yang baik. Maka akan menghasilkan sesuatu yang hebat yang bahkan belum tentu dapat dilakukan oleh mereka yang selalu bahagia."
-Humaira Khanza-
🕊️🕊️🕊️
"Alhamdulillah, kita sudah sampai."Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, mobil sedan berwarna silver itu berhenti di depan sebuah tanah kosong yang terletak tidak jauh dari panti asuhan.
Berangkat menggunakan mobil milik Pak Angga, serta di dampingi oleh Bu Sherly. Aira bersyukur saat tahu partnernya saat ini merupakan sesama jenisnya, yakni Zahwa.
Berjalan sekitar dua puluh meter, sampailah mereka di bangunan yang terlihat tua tetapi nampak sangat terawat. Sekeliling halamannya dipagari dengan pagar bambu yang diberi cat hijau serasi dengan warna pepohonan di sekitar. Meski terpencil, sepertinya tempat itu nyaman untuk ditempati.
Begitu menginjakkan kaki di halaman yang ditumbuhi rumput teki. Seorang Pria sepuh berambut ikal keluar dari bangunan hendak menyambut. Di belakangnya, seorang perempuan berjilbab hitam mengikuti.
Dari ciri-ciri yang diceritakan Pak Angga saat di mobil, dapat Aira tebak sepasang suami istri itu tiada lain merupakan pemilik yayasan panti asuhan As-syifa ini.
"Assalamu'alaikum, Pak, Bu. Selamat siang." Pak Angga menyapa terlebih dahulu kala mereka sudah berhadapan.
"Wa'alaikumussalam. Selamat siang pula, Pak, Bu, Dek," balas Pak Edi mengabsen tamu-tamunya. "Mohon maaf kami tidak menyambut di depan, ada sedikit urusan mendadak tadi. Silahkan masuk." Pak Edi mempersilahkan Pak Angga berjalan di sampingnya.
Menapaki ubin yang terbuat dari granit, Pak Edi mengajak perwakilan SMA Cendekia berkeliling. Menyusuri bangunan panti yang Ia dirikan sejak sepuluh tahun lalu. Nampak seperti rumah biasa. Hanya saja, dilengkapi dengan banyak ruang termasuk kamar yang memanjang sehingga membentuk seperti lorong.
"Dari luar nampak sederhana, tapi begitu masuk ke dalam interiornya sungguh tidak mengecewakan." Pak Angga berterus terang.
Tiba di ruang tamu, Bu Ani mempersilahkan para tamunya duduk. Tidak enak rasanya jika berbincang sembari jalan-jalan. Usai menghidangkan jamuan sederhana untuk para tamu, Bu Ani lantas mengambil duduk di sebuah kursi di samping Pak Edi. Sedangkan kursi samping kanan-kiri diisi oleh perwakilan Cendekia hingga membentuk posisi leter U.
Sedikit bercerita, yayasan As-syifa yang berhasil Pak Edi rintis dari sebelum bangunan ini ada, bukanlah tanda bahwa mereka orang yang asetnya berada di mana-mana. Melainkan, sebuah pengingat bahwa Pak Edi pernah dibesarkan di tempat yang sama yakni panti asuhan.
Saat itu, Pak Edi yang masih berusia sebelas tahun di ajak sang Ibu untuk tinggal di kota bersama ayahnya, mengontrak. Pikiran saat itu, biarlah hidup seadanya asalkan susah senang dihadapi bersama.
Hingga suatu hari, Pak Bagus-Ayah Pak Edi yang bekerja sebagai supir angkutan umum mengajak anak beserta istrinya untuk berwisata ke salah satu tempat yang ada di Bandung. Berusaha membuat senang keluarga, dengan merelakan satu hari kerjanya untuk family time.
Singkat cerita, family time itu sukses. Raut wajah bahagia pun masih terbayang dengan jelas kala mata mereka melihat indahnya kawah putih untuk pertama kalinya. Namun, siapa sangka. Cuaca yang semula cerah di pagi hari, berubah menjadi hujan badai di waktu petang.
Keluarga Pak Bagus yang saat itu berada di perjalanan pulang, sedikit kesulitan mengakses jalan karena kabut yang cukup tebal membuat sekitaran terlihat buram.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Humaira ✓
أدب المراهقينMenilai masa depan seseorang berlandaskan masa lalunya adalah suatu kekeliruan. Karena Umar Bin Khattab yang dahulu sangat membenci islam bahkan hendak membunuh Rasulullah pun kini terbaring di sampingnya. Hal tersebut terjadi karena hidayah Allah...