DH-30. Akhir Sebuah Tanya

81 16 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Penilaian manusia itu mudah dimanipulasi dengan sebuah bukti. Berbeda dengan penilaian Sang Illahi Rabbi yang senantiasa menilai hamba-Nya pada ketulusan hati."

-Happy Reading!"

Setelah diarahkan oleh Pak Bagyo beserta Imran sebelumnya. Sepuluh sekbid yang sudah diberi tugas untuk melakukan razia masing-masing persekbidnya empat kelas itu, langsung bergerak dengan cekatan.

Dimulai dari sekbid satu yang mempunyai tugas memeriksa empat kelas pertama di kelas dua belas IPA. Yakni XII-IPA 1, XII-IPA 2, XII-IPA 3 dan XII-IPA 4. Lalu dilanjutkan oleh sekbid lain, yang diberi tugas untuk memeriksa kelas selanjutnya secara berurutan, hingga semua kelas terjangkau dan berakhir di kelas X-IPS 6.

Pemeriksaan dimulai sejak lima menit lalu. Sedangkan, para siswa-siswi yang bukan merupakan pengurus OSIS masih ditahan di lapangan.

"Rapi banget ya kelas IPA-1. Pantes aja sering jadi juara kebersihan," ucap Tami.

Mereka sudah selesai melakukan penggeledahan di kelas XII-IPA 1. Tidak membutuhkan waktu lama, karena yang dilakukan hanya sebatas menggeledah tas para siswa-siswi memastikan apa yang dicari di sana tidak ada.

Tidak diperkenankan melakukan hal lain, seperti membuka sesuatu yang tidak bersangkutan. Karena hal tersebut dianggap tidak sopan.

Dipimpin oleh Abi, mereka lalu memasuki kelas XII-IPA 2.

Melakukan hal yang sama dengan kelas sebelumnya. Akan tetapi, barang tersebut tak kunjung juga ditemukan.

Target selanjutnya adalah XII-IPA 3.

Saat tiba giliran kelasnya diperiksa, jantung Aira berdebar.

"Tas punya aku boleh aku sendiri yang periksa?" tanyanya. Gadis itu ingin memastikan terlebih dahulu barang apa yang sudah dititipkan oleh Alca dan belum sempat Ia buka. Jika praduganya memang benar, Aira akan menjelaskan pada teman-temannya terlebih dahulu agar mereka semua tidak salah paham.

Tami langsung menoleh. "Nggak boleh dong, Ra. Siapa tahu kan rokok elektrik itu ada di tas lo. Kalo lo sendiri yang periksa, nanti malah lo umpetin lagi." Dia terkekeh.

Namun candaan Tami rupanya membuat Aira kian khawatir. Kedua jemari gadis itu bertaut.

"Ngaco lo, Tam. Nggak mungkin lah Aira bawa kayak gituan. Tau juga belum tentu ya, Ra?"

"Gue juga cuma bercanda kali, Ul."

"Bercandanya nggak kiyuut."

"Iya lah. Kan yang kiyuut cuma gue." Lagi-lagi Tami terkekeh. Membuat Fajar yang tengah berdiri di ambang pintu kelas XII-IPA 3, langsung menoleh dengan kedua alis yang bertaut.

"Cepetan kerja woy, malah ngerumpi. Gue potong gaji kalian dua puluh persen, nih! Nanti nangis."

Bahkan mereka tidak digaji sama sekali. Karena menjadi pengurus OSIS itu bukanlah suatu pekerjaan, melainkan sebuah pengabdian. Biarlah yang membalas setiap peluh yang keluar dari tubuh adalah Allah yang Maha Rahman. Semoga saja, balasannya adalah pahala yang bisa memperberat timbangan amal kebaikan mereka, di hari perhitungan.

Semuanya mulai bertugas. Dan yang bertugas memeriksa tas Aira adalah Tami.

Semula gadis itu begitu exited saat menemukan sebuah Al-Quran kecil di tas Aira. Temannya itu memang menjadikan Al-Quran sebagai teman hidup dalam setiap langkah yang Ia tempuh.

Memastikan tidak ada yang mencurigakan, Tami beralih membuka resleting bagian depan. Bagian terkecil dari tas berjenis ransel berwarna abu itu rupanya menyimpan sebuah benda yang terbungkus plastik hitam dan mampu menarik perhatian Tami. Ia langsung mengambilnya untuk dibuka.

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang