DH-49. Satu Langkah Menuju Akad

161 24 3
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Jika modal utama dalam membangun sebuah pernikahan hanya mengandalkan cinta saja, maka ketahuilah bahwa cinta itu bisa mengalami fase surut. Namun jika ditopang dengan ketaqwaan. Jangankan di dunia, memohon untuk kembali dipersatukan dengan pasangan di surganya Allah ta'ala pun, besar kemungkinan dapat terwujud."

-Happy reading!-

🕊️🕊️🕊️

"Assalamu'alaikum, Ibu."

"Wa'alaikumussalam, Sayang. Maaf ya, pintunya baru bisa Ibu buka sekarang. Tadi suara kamu kurang terdengar jelas dari dalam," ujar Amina sembari lekas kembali menutup pintu menguncinya dari dalam.

Aira mengangguk mafhum. Lalu mencium punggung tangan Ibunya sekilas yang terlihat berpakaian lebih rapi dari biasanya.

Kepalanya masih sering menunduk. Berusaha menyembunyikan kelopak mata yang sedikit sembab akibat tangisan tadi dari Amina. Ia tidak mau membuat sang Ibu bertanya-tanya apa yang sudah terjadi sebelum dirinya masuk ke dalam rumah.

Mendengar riuh suara beberapa orang yang tengah mengobrol dan berasal dari ruangan sebelah, kening Aira seketika mengerut.

Ada siapa?

"Sayang, ada tamu yang pengen ketemu sama kamu." Seakan dapat menebak ekspresi bingung dari sang anak, Amina langsung berkata demikian.

"Ada tamu, Bu?" Aira bertanya dengan lemah.

Jujur saja Ia ingin pergi ke kamarnya saat ini. Namun tidak enak juga jika mengabaikan tamu yang datang sedangkan Rasulullah sendiri memerintahkan para umatnya untuk menghormati tamu.

"Siapa?"

"Dia ... Ayok, kamu ikut Ibu."

Menyimpan terlebih dahulu barang bawaannya pada meja yang terletak dekat pintu, Aira membiarkan tangannya ditarik lembut oleh sang Ibu yang berjalan cukup tergesa memasuki ruang tamu yang berjarak sekitar lima meter dari pintu utama dan terletak disamping ruangan yang mereka diami sebelumnya.

Dalam langkahnya Aira bertanya-tanya.

Apakah tamu yang Ibunya maksud ada hubungannya dengan Abi? Mengingat, beberapa menit lalu Abi juga sempat terlihat keluar dari dalam rumahnya entah karena ada urusan apa, Ia pun tidak tahu.

Laki-laki itu juga tidak sempat menjelaskan alasan mengapa Ia bisa berada di rumah Aira. Disebabkan, sejak tadi mereka hanya terfokus mengurusi masalah perasaan Abi yang katanya sejak dulu sudah berusaha untuk dipendam.

Sesampainya di ruangan bercat warna biru langit, Aira melaunkan kakinya saat tahu siapa tamu yang Amina maksud ingin menemuinya.

Dia tidak salah lihat?

Beberapa orang yang dikenalnya secara acak, kini berkumpul dalam satu atap dan duduk pada sofa ber-letter U dengan raut wajah bahagia juga membawa beberapa paper bag yang disimpan di atas meja.

Orang-orang tersebut tiada lain merupakan Dokter Sarah yang sempat menangani Ibunya di rumah sakit. Pria bernama Ivan yang dompetnya tertinggal di masjid dan sempat Aira tolong untuk mengembalikannya saat itu juga. Fatimah yang sudah tidak asing lagi di penglihatan. Dan yang terakhir ... Laki-laki berwajah teduh sekaligus sahabat karib dari Abi juga turut ada di sana yang tiada lain merupakan Ahsan teman seangkatan Aira.

Mereka sedang apa di sini? Terlebih ... Hendak menemuinya?

Kamal selaku Om-nya juga turut hadir. Pria berkemeja lengan pendek dipadukan celana bahan warna hitam itu, duduk di sofa single dan tengah terlihat asik berbincang dengan Ivan.

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang