DH-44. Terkuak

95 16 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Jangan pernah kau ungkit mereka yang sempat salah jalan dan saat ini tengah bertaubat. Karena ucapan rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi pun, disebutkan bahwa. "Setiap anak adam pasti berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat."

-Happy Reading!-

🕊️🕊️🕊️

"Biya?"

Di antara banyaknya manusia yang tercengang kala mendengar sebuah nama yang sempat Ahsan sebut tadi, ada Fajar yang turut menganga seakan dirinya merupakan orang yang paling terkejut atas terbukanya kabar tersebut.

Tak menyangka seseorang yang pernah mengisi sebagian hidupnya selama satu bulan, kini dijadikan sebagai seorang tersangka oleh temannya sendiri.

Lelaki itu melirik Ahsan meminta penjelasan.

"Kenapa lo nuduh Biya pelakunya, San? Kayaknya lo salah orang deh, Bro. Bukan Biya ini, tapi gue yakin Biya yang lo maksud itu bukan Biya orang Bandung tapi Biya orang Garut."

Entah Fajar tahu dari mana di kota dodol ada manusia yang bernama Biya. Lagipula ada hubungan apa mereka dengan Biya orang Garut?

"Sekarang bukan waktu yang tepat untuk bercanda, Fajar," teguran lembut dari Bu Trisa membuat Fajar merapatkan mulut. Senyuman kikuk terpancar.

Lalu semua atensi kini teralih pada siswa kelas XI yang tengah basah bermandikan keringat disertai ekspresi wajah gelagapan.

Seluruh tubuh Biya terasa bergetar takut.

Dipojokan ratusan manusia karena sebuah kesalahan, belum pernah Ia bayangkan akan terjadi sebelumnya. Disertai tangan yang mengepal, Ia menatap sekitarnya was-was.

"Kenapa kamu menyebutkan Biya sebagai dalangnya, Ahsan? Dan apa untungnya dia melakukan semua ini?" tanya Pak Bagyo yang kian merasa bingung dengan alur cerita ini. Baginya, alur cerita ini terlalu rumit.

Sembari tersenyum kecil, Ahsan menyahut tenang. "Karena seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, saya sempat mendengar perkataannya dengan seseorang mengenai rencana ini secara langsung, Pak. Selain itu, dia adalah kekasih dari si ketua geng motor yang sempat menyerang Bapak malam itu. Bahkan saat tengah berkumpul, saya melihat Biya ada di sana. Dan untuk keuntungan apa yang dia dapat dengan melakukan semua ini ... Mungkin akan lebih baik lagi jika kita mendengarnya langsung dari mulut Biya."

Kini Pak Bagyo mengalihkan pandangannya pada Biya. Menatap Biya dengan tatapan teduh, Ia berkata hati-hati.

"Saya tidak mau kembali merasakan penyesalan dalam bertindak seperti sebelumnya, Biya. Maka dari itu ... Saya beri kamu kesempatan untuk menyanggah ucapan Ahsan jika seandainya campur tanganmu dalam peristiwa ini tidak ada. Kamu berhak membela diri jika kamu benar. Jangan pernah takut selagi apa yang kamu sampaikan tidak bertentangan dengan kebenaran."

"Tidak perlu, Pak. Saya memang terlibat dalam konspirasi ini," aku Biya. Jika tadi dirinya ingin melarikan diri seperti pengecut. Namun sekarang akan Ia hadapi semua orang yang mungkin akan menyangkanya sebagai manusia tak berperasaan, karena telah bersikap kejam pada Pak Bagyo maupun Aira.

Sekaligus ingin mengeluarkan segala kerikil jemu yang sudah membumbung di dasar hati. Sanksi yang akan diberikan pihak sekolah nantinya pun, sudah tidak lagi Ia ambil peduli.

Dengan wajah mendongak penuh keangkuhan, Biya melanjutkan ucapannya yang sempat terjeda.

"Saya memang pelakunya. Saya yang merencanakan semua ini, dan yang menyerang Bapak malam itu, memberikan balok kayu untuk memukul Bapak, semua itu tangan saya ini yang lakukan, Pak. Saya pelakunya."

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang