"Ada beberapa hal di dunia ini yang memang diberi hak kebebasan sepenuhnya untuk memilih. Seperti contoh kecilnya, kebebasan dirimu untuk memilih menjadi hamba yang pandai bersyukur atau hamba yang lebih sering mengeluh?"
-Humaira Khanza-
🕊️🕊️🕊️
"Assalamu'alaikum, Tante. Apa kabar?"
"Wa'alaikumussalam. Masyaa Allah, Chika. Alhamdulillah kabar Tante baik."
Raut wajah bahagia Amina tampakkan. Menyambut kedatangan Chika di depan warung cukup membuatnya terkejut sekaligus senang.
Chika mendekat, untuk kemudian mengecup singkat tangan Amina dengan tulus. Tidak ada kecanggungan sedikitpun baik dari Chika maupun Amina. Pertemanannya dengan Aira selain mampu menyatukan hubungan antara dua orang. Juga mampu mengeratkan hubungan antar dua keluarga yang semula tak saling mengenal.
"Bagaimana kabar Ayah dan Ibumu, Chika? Mereka sehat?"
"Alhamdulillah, Tan. Sehat. Pake banget malahan."
"Alhamdulillah kalo gitu."
"Iya, Tan." Chika mengangguk. Kemudian masuk ke dalam warung mengekori Amina. Membantu memasukkan minuman botol ke dalam lemari pendingin guna mengisi ruang yang sebelumnya terlihat kosong.
Amina tidak melarang. Setiap kedatangannya ke sini, Chika memang selalu membantu dirinya merapikan barang dagangan di warung bersama Aira. Meskipun awal-awal dirinya merasa tidak enak karena terkesan merepotkan tamu. Namun, Chika sempat protes padanya dengan cara yang halus, yakni untuk tidak melarang dirinya yang hendak berbuat kebaikan.
Sejak saat itu, apapun yang Chika lakukan di warungnya, selalu Ia persilahkan. Toh yang dilakukan gadis itu juga tidak aneh-aneh. Membantu merapikan pekerjaan jika ada. Selebihnya, menunggu warung sembari menemani putrinya supaya tidak kesepian.
"Oh, iya, Tan. Aira nggak ada di warung, dia lagi di rumah, ya?"
Chika bertanya usai memasukkan satu dus minuman cola ke dalam kulkas. Beralih merapikan makanan renceng dekat etalase.
"Aira lagi pergi ke makam Ayahnya. Katanya lagi kangen," tutur Amina.
Mengingat, usai melaksanakan shalat dhuha, putrinya bergegas untuk pergi ke TPU setelah meminta izin.
Amina tentunya tidak melarang. Ia memberikan kebebasan untuk putrinya bercerita di atas pusara. Barang kali, hal tersebut dapat menjadi obat bagi rindu yang tak bisa tersembuhkan dengan cara bertemu.
"Oh, pantesan aja dari tadi nggak kedengeran musik shalawat di sini. Biasanya, setiap Chika mampir ke warung, setiap plosok pasti menggema dengan musik shalawat. Eh, ternyata pawangnya lagi berada di belahan bumi lain, ya, Tan," kelakar Chika.
Mendengar itu Amina tersenyum kecil. Yang dikatakan Chika sepenuhnya benar. Jika ada Aira, pasti lantunan shalawat yang akan mendominasi pendengaran di sekitar. Menciptakan ketenangan batin serta membersihkan hati bagi siapapun yang mendengar lantunannya.
Selain itu, dengan memperbanyak membaca ataupun mendengar shalawat, mampu membuat diri lebih sering mengingat Nabi. Serta menumbuhkan cinta kepadanya, dengan harapan bisa mendapatkan syafaat beliau di Yaumul Akhir.
Setelah memastikan warung benar-benar rapi. Barulah keduanya duduk santai di kursi plastik depan teras. Menunggu rezeki berupa pelanggan yang datang sembari menunggu kepulangan Aira.
Ngobrol ngaler-ngidul perihal berbagai hal sudah dilakukan. Namun rupanya, hal tersebut membuat Chika tetap merasakan adanya sesuatu yang kurang.
"Tan, Chika mau susulin Aira aja deh ke makam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Humaira ✓
Teen FictionMenilai masa depan seseorang berlandaskan masa lalunya adalah suatu kekeliruan. Karena Umar Bin Khattab yang dahulu sangat membenci islam bahkan hendak membunuh Rasulullah pun kini terbaring di sampingnya. Hal tersebut terjadi karena hidayah Allah...