Typo?! Tandai aja
🍁Happy reading🍁
Duduk di depan ruang bernama UGD. Termenung menunggu orang yang sedang ada di dalamnya.
Mencoba berfikir keras dan mencerna omongan Tisna dan perbuatan Wilson. "Maksudnya Tante Tisna apaan ya?"
"Tadi kan dia bilang gue gak bisa selamat kalo ayah belum datang. Nah tapi tadi yang datang cuma om Wilson. Eh dateng dateng langsung peluk peluk gue. Mana nangis lagi. Atau salah selfer?" Batin Zahra
"Keluarga pasien?" Ucap seorang pria berbaju putih keluar dari ruangan.
"Iya pak. Saya temannya" jawab Zahra
"Gimana kondisi teman saya?" Tanyanya
Dokter memberikan selembar kertas pada Zahra. Tapi tulisannya itu tidak bisa di baca. Biasalah tulisan dokter itu hanya orang orang tertentu yang bisa membacanya.
"Tulisan apaan ni dok?. Saya kagak bisa baca. Abisnya tulisannya kek ceker ayam" Zahra mengembalikkan kertasnya pada sang dokter
Dokter hanya tertawa kecil. "Teman kamu baik baik saja. Dia hanya terpengaruh oleh bius yang di berikan sebelumnya" jawabnya yang membuat hati Zahra lega
Setelah dokter keluar, Zahra segera masuk dan menemui Zahir ada di dalam ruangan berbau obat itu
"Lo udah sadar?" Zahra menatap Zahir dari samping ranjangnya
"Masih merem!. Lu gak liat apa mata gue padang kek gini" ketus Zahir
Zahra tertawa kecil. "Iya iya sorry. Gue kan panik"
Selang beberapa menit, datanglah Wilson yang baru saja dari ruang administrasi untuk membayar biaya pengobatan Zahir
"Bagus deh kamu gak kenapa kenapa. Nanti langsung pulang ya. Ayah gerah di sini" ucapnya mendekati Zahir dan Zahra
Zahra hanya terdiam. Dia tau sifat Wilson. Zahir selalu menceritakan semua pada Zahra
"Nanti Zahir pulang sana Zahra. Ayah tinggal aja" jawab Zahir
"Engga!. Zahra akan ikut dengan ayah pulang" Wilson mendekat pada Zahra
Dengan gugup, Zahra memberanikan diri untuk menolak ucapan Wilson
"Engga usah om, Zahra bisa pulang sendiri. Zahra mau nemenin Zahir dulu" jawabnya
Wilson menatap Zahra. Dia baru ingat jika Zahra belum mengenalinya. Sebenarnya, ini adalah kesempatannya untuk mengambil Zahra dari Haura
"Jangan! Sama om aja. Gak baik, ini udah mulai gelap harinya. Apalagi kamu kan anak perempuan" modus Wilson
Zahra menggelengkan kepalanya "kan ada Zahir om"
Terpental. Terjungkal. Dia lupa jika ada Zahir
"Zahir kan sakit, dia mana bisa bonceng kamu" jawab Wilson yang masih terus mencoba agar Zahra mau pulang bersamanya
"Udahlah yah, kita kan bisa naik taxsi.
Ayah pulang aja" Zahir memotong pembicaraan ayahAyah semakin menatap tajam Zahir. Andaikan Zahir tau apa yang akan di lakukan ayahnya
"Enggak! Ayah gak akan biarin kamu berduaan sama Zahra di ruangan seperti ini! Nanti kamu macem macem lagi!" Wilson menuduh Zahir yang tidak tidak agar Zahra percaya padanya
Zahra membalikkan tubuhnya dan menatap tajam Wilson. Kali ini tidak takut. Mengapa harus takut dengan seorang pecundang sepertinya!
"Om mau fitnah kita?!. Saya anak baik baik om!" Ucap tak terima Zahra
"B-bukan seperti itu. Bukan kamu Zahra. Tapi Zahir!. Om takut kalau Zahir apa apa in kamu" ucapnya dengan memegang pundak Zahra
Zahra menepis tangan Wilson kasar. "Zahir anaknya om loh. Masak seorang ayah engga ada rasa sedikitpun percaya sama anaknya. Bahkan ayahnya, gak mau nemenin anaknya yang lagi sakit. Kurang ajar apa coba?!"
Wilson mengerutkan keningnya. Zahra mulai berani mencari gara gara dengan Wilson.
"Jaga omongan kamu! Saya menyuruhnya pulang sendiri itu biar dia mandiri. Dan saya mau antar kamu pulang, biar kamu enggak di apa apa in sama anak saya. Kamu gak tau sifat anak saya!"
"Saya tau sifat dia om!. Mungkin bahkan kalau di adu, saya akan lebih menang dari pada om untuk urusan sifat dia. Om selama ini ngapain?!. Sampai sampai dia setiap hari curhat masalahnya ke saya karena om!" Balas Zahra yang masih teguh pada pendiriannya
"Dan satu lagi, ini bukan soal kemandirian. Tapi dia lagi sakit om!. Mana rasa kasian om sama Zahir! Dimana!. Seharusnya, seorang orang tua dia akan menemani anaknya yang sedang sakit. Bahkan harusnya, orang tua akan rela menukar rasa sakit anaknya pada dirinya jika itu bisa!. Karena apa?! Karena mereka tidak mau anak mereka kenapa kenapa!"
"Dimana hati nurani anda om?!!"
"Atau jangan jangan, Zahir bukan anaknya om?"
Plakk
Wilson menampar keras muka Zahra.
"Cukup yah!!" Zahir membangunkan tubuhnya dari ranjang tempat tidur
"Ayah keterlaluan!" Zahir memeluk Zahra yang berisak sakit
"Kamu engga papa?" Zahir mengelus elus pipi Zahra yang sedikit merah karena ulah ayahnya
Melihat Zahir dan Zahra saling melindungi satu sama lain, hati Wilson bergetar hebat. Setetes air mata jatuh dari ujungnya
"Zahra putriku" batinya
"Sudah, sebaiknya ayah keluar dari sini! Zahir gak butuh ayah"
Degh.
Kalimat itu menyakitkan
"Ayah akan keluar sama Zahra!"
Wilson menarik paksa tangan Zahra agar mau ikut dengannya
"Jangan yah! Ayah gak berhak!!" Zahir ikut menarik tangan dan tubuh Zahra yang terpegang erat oleh Wilson
"Ayah berhak mengambilnya! Karena dia juga anak ayah!"
"Anak ayah?!"
TBC...
Jangan lupa vote dan komen biar author lebih semangat 😉

KAMU SEDANG MEMBACA
Zahir The Series [END]
Roman pour AdolescentsZahir the series - Menghela nafas dan melihat sekitar Hujan turun begitu deras membasahi tubuhnya Dia Zahir, anak yang hanya ingin mendapatkan keadilan bukan keterpurukan Jaga omongan kamu! Saya menyuruhnya pulang sendiri itu biar dia mandiri. Dan s...