"Shafa, Tante minta maaf karena tidak bisa berbuat banyak," ucap Elis saat shafa akan masuk ke dalam mobil.
Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya pagi ini dengan berat hati, Aira terpaksa harus mengantarkan Shafa juga.
Shafa tersenyum tipis dan mengangguk. "Tidak apa-apa, Tan." Hanya kalimat itu yang meluncur dari bibirnya.
Meski banyak kata sebenarnya yang ingin ia ucapkan tentang sakit hatinya, tapi ia tidak tega jika harus menyampaikan semuanya di hadapan Aira. Aira sangat baik dan menyayanginya. Apa yang akan ia pikirkan jika melihat Shafa marah-marah pada salah satu orang tercintanya.
"Ya sudah. Tenangkan lah dulu dirimu, jangan egois dan gegabah dalam mengambil keputusan, ya," ucap Elis lagi.
Shafa menatap Elis dalam. Sepertinya tantenya itu sudah banyak berubah. Mungkin kejadian-kejadian yang lalu telah menyadarkannya. Berbeda sekali dengan kejadian enam tahun yang lalu, saat Bayu mendua, Elis terkesan tidak peduli.
"Sekali lagi Tante minta maaf, ya. Jika sudah lebih tenang, datanglah kembali. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu." Elis memeluk Shafa sebagai salam perpisahan. "Salam buat ibumu, ya," lanjutnya dan dibalas anggukan oleh Shafa.
"Sudah?" Aira bertanya dan menepuk pelan bahu Shafa.
Gadis itu kembali mengangguk kemudian membuka pintu mobil dan segera masuk setelah mencium tangan tantenya. Setelah duduk dengan nyaman, Aira menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobil yang menjadi hadiah ulang tahunnya dua tahun lalu. Shafa pun melambaikan tangan pada tantenya.
"Hati-hati." Elis balas melambai.
Shafa memejamkan matanya.
"Ayah ... andai kau menghentikan aku, mungkin aku akan tetap di sini. Tapi lihatlah, kau bahkan tidak peduli dengan keputusanku. Sekarang pun kau entah di mana," batin gadis itu pilu.
"Shafa ada apa?" Aira tampak khawatir pada adik sepupunya yang seperti memendam beban berat.
"Aku oke, Kak," jawab Shafa dengan mata masih terpejam.
Aira menepikan mobilnya sebab sedikit khawatir pada Shafa.
"Kenapa, Kak?" Shafa membuka matanya dan menatap bingung pada Aira.
"Ayolah Shafa ... jangan selalu memendam semuanya sendiri. Ceritakan pada kakak," ujar Aira.
Shafa menghela napasnya. "Semuanya sudah jelas, Kak. Seperti apa yang aku katakan tadi malam," tuturnya dengan pandangan lurus ke depan.
Semalam Shafa sudah memutuskan untuk pulang dan tidak tau akan kembali lagi atau tidak, saat ayahnya mengatakan tidak akan mau memenuhi syarat yang ia ajukan. Gadis itu menawarkan pilihan pada ayahnya, jika ingin melihatnya tetap kuliah, maka sang ayah harus meninggalkan wanita itu.
Namun Bayu menolak syarat tersebut dan menghancurkan harapan serta impian Shafa seketika. Ia merasa sia-sia saja berjuang dan memilih untuk pulang saja menemani sang ibu. Meski Aira terus membujuknya, tetapi tekad gadis itu sudah bulat. Ingin pulang dan menenangkan hatinya.
Aira pun terdiam. Ia tidak tau harus membujuk Shafa seperti apa lagi. Akhirnya perjalanan mereka penuh dengan kebisuan. Aira memilih membiarkan Shafa dengan perasaannya sendiri. Ia paham, seperti apa pun usahanya membuat Shafa mengerti adalah sia-sia saja. Adik sepupunya itu memang butuh waktu untuk memikirkan semuanya.
Hampir satu jam, akhirnya Shafa dan Aira sampai di bandara. Aira pun melepas Shafa dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Namun, semua itu adalah pilihan Shafa. Ia hanya berharap, semoga tidak ada penyesalan dalam diri Shafa di kemudian hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETAK
RandomPerkataan orang-orang bahwa Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya sepertinya keliru, sebab bagi Shafa sosok ayah adalah lelaki yang pertama kali mematahkan hatinya sampai berkali-kali.