Assalamualaikum ...
Apa kabar semua? Maaf, ya baru muncul. Sudah berbulan-bulan. Entah masih ada yang ingat cerita ini atau enggak. 🤭 Semoga saja kalian tidak lupa, ya.Oiya, selamat menjalankan ibadah puasa semua. Happy baca dan enjoy 😘
🍁🍁🍁
Empat tahun telah berlalu. Kini, Shafa dan ibu serta kedua adiknya mulai menuai hasil dari setiap kerja keras dan perjuangan berat yang pernah mereka lalui.
"Shofia, buruan!" Shafa membuka pintu kamar adik bungsunya yang sejak tadi belum juga menampakkan diri.
"Iya, Kakak ... sebentar lagi," sahut Shofia sembari merapikan hijabnya yang sebenarnya sudah rapi.
Shafa memasuki kamar yang didominasi warna pink tersebut. "Ya ampun, Shofiii ... Ini sudah rapi," gerutu Shafa saat melihat adiknya sibuk merapikan sesuatu yang sudah tampak sangat rapi.
"Ih, Kakak ... aku agak grogi ini. Hari ini 'kan hari istimewa Kak Syifa dan aku tidak ingin membuat Kak Syifa malu karena penampilanku yang berantakan," gerutu Shofia mengabaikan ucapan kakaknya.
"Auh!" Gadis itu tiba-tiba mengaduh, karena Shafa mencubit gemas lengannya. "Ih, Kakak ... sakit tau."
"Makanya, gak usah banyak tingkah. Ini tuh sudah perpect dan kamu mau yang kayak gimana lagi, hum?" Shafa berkacak pinggang.
Shofia mengerucutkan bibir dan mengelus-elus lengannya yang sedikit terasa panas akibat cubitan Shafa. Gadis itu sekali lagi menatap cermin kemudian menyudahi acara merapikan dirinya.
"Ayok!" ajaknya tanpa senyuman.
Shafa menautkan kedua alisnya. "Begitu?" tegurnya seraya berkacak pinggang.
Shofia menghentikan langkah. Menghela napas pelan lalu dengan sedikit terpaksa ia mengurai senyum. Shafa terkekeh dibuatnya, sebab senyum itu tampak seperti orang yang sedang menahan hajat buang air besar. Raut cemberut kembali menghiasi bibir Shofia melihat sang kakak malah menikmati kekesalannya.
"Baiklah. Baiklah. Kita berangkat sekarang," ujar Shafa menahan senyum lalu merangkul bahu adiknya yang masih merengut.
Shofia tidak merespon. Ia cukup mengikuti langkah sang kakak karena masih sedikit kesal.
"Sudah dua puluh tahun kok, masih suka cemberut," sindir Aisyah saat melihat kedua putrinya keluar dari rumah. Sudah hampir setengah jam wanita paruh baya itu menunggu.
"Ibu ...." Shofia merengek tidak terima. Bibir tipisnya kian manyun karena ucapan ibunya. Benar-benar manja.
"Lah, ini. Bibir manyun begini?" kekeh Aisyah.
Shofia bersedekap. Memperhatikan satu persatu wajah-wajah di depannya.
"Nanti saja dilanjut kesalnya." Aisyah menarik Shofia dan merangkulnya hingga masuk ke mobil.
Shafa menggelengkan kepala melihat polah ibu dan Shofia, kemudian ikut menyusul dua wanita terkasihnya itu.
***
Shafa, Ibu dan Shofia akhirnya sampai di kampus Syifa.
"Ibu, Kakak, Shofi." Syifa melambaikan tangan saat melihat kakak, adik, dan ibunya.
Shafa dan yang lainnya tersenyum, lalu melangkah ke arah Syifa.
"Congrats, Calon Dokter." Shafa memberikan buket bunga yang indah pada Syifa kemudian disusul Shofia dengan buket coklat kesukaan Syifa.
Syifa menerima kedua buket dari orang terkasihnya itu dengan perasaan bahagia dan senyuman lebar yang semakin memperindah wajahnya. "Terima kasih kakak dan adik tersayang," ucapnya seraya memeluknya bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETAK
RandomPerkataan orang-orang bahwa Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya sepertinya keliru, sebab bagi Shafa sosok ayah adalah lelaki yang pertama kali mematahkan hatinya sampai berkali-kali.