Bab 38

1.4K 98 8
                                    

Assalamualaikum, Dear.
Maaf, ya, baru bisa up. Seperti biasa, Bella berharap kalian tidak lupa untuk meninggalkan vote dan komen, sebab votmen kalian adalah booster buatku. Selamat membaca dan enjoy ❤️

Lope kalian banyak-banyak ❤️❤️🥰🥰

🌹🌹🌹

Selang beberapa minggu setelah Bayu menemukan persembunyian Shafa dan keluarganya, Aisyah benar-benar menepati ucapannya. Ia telah mengajukan gugatan cerai dan surat dari pengadilan agama tersebut kini telah berada dalam genggaman Bayu. Dengan tangan bergetar lelaki paruh baya itu membuka amplop yang sudah bisa ia tebak isinya. Sebelumnya, Bayu masih berharap bahwa apa yang diucapkan Aisyah hanyalah sebuah gertakan saja. Namun, saat surat gugatan itu telah berada dalam genggamannya, hatinya benar-benar hancur tidak berbentuk.

Semua akan berakhir? Benaknya masih terus melayangkan tanya.

Bayu terduduk lemas. "Bagaimana ini, Bu? Aisyah benar-benar menepati ucapannya," ucapnya lirih dengan genangan air yang mulai memenuhi pelupuk matanya. Penyesalan, rasa bersalah dan rasa takut kehilangan seketika menggulung dalam dirinya.

Bu Ani mengambil lembaran kertas itu dari tangan Bayu, lalu membacanya. Kakinya  mendadak kehilangan tenaga setelah selesai membaca surat dari pengadilan agama tersebut. Perlahan tangannya mulai meremas lembaran kertas itu kemudian membuangnya sembarangan. Ia ikut terduduk lemas di sisi putranya. Tangan yang mulai mengeriput itu terangkat dan mengusap lembut punggung putranya untuk menguatkan. Meski hatinya pun tiba-tiba merasa takut dan tidak menentu, tapi ia berusaha tidak menunjukkan.

"Bagaimana, Bu?" Bayu kembali bersuara saat Bu Ani masih sibuk dengan pikirannya.

Nada suaranya begitu lirih mengandung banyak penyesalan yang mendalam.

Akhir-akhir ini, hari-harinya memang penuh dengan penyesalan. Terlebih setelah melihat secara langsung bagaimana istri dan ketiga putrinya hidup saat memutuskan jauh darinya. Air mata keempat wanita yang selama ini ia abaikan terus saja menghantui benaknya. Entah seperti apa lagi ia harus menunjukkan penyesalan agar Shafa terketuk hatinya memaafkan segala kekhilafan yang pernah ia lakukan.

"Lepaskan saja Aisyah, Bayu. Kamu sudah terlalu lama memberinya luka. Setidaknya, ijinkan wanita malang itu menyembuhkan luka dan menemui bahagianya dengan cara kamu melepaskannya."

Elis bersuara di antara keheningan yang tadi sempat tercipta, membuat Bayu seketika mengangkat wajah, menatap kakaknya dengan sorot tidak percaya.

Lepaskan katanya? Hati Bayu protes.

"Mama!" Aira memperingatkan mamanya agar menjaga ucapan dan tidak sembarang bicara.

"Apa lagi yang kamu harapkan? Kamu hanya akan terus menjadi luka bagi Aisyah dan putri-putrimu. Terlebih Shafa. Shafa telah kehilangan kepercayaannya terhadapmu," sentak Elis tidak mengindahkan peringatan putrinya.

"Elis!" Kali ini Bu Ani yang menegur putrinya dengan tatapan marah.

Ia tidak suka jika Elis berbicara demikian. Setidaknya jika tidak bisa membantu, jangan sampai semakin mematahkan perasaan Bayu  yang kini dirundung perasaan bersalah dan penyesalan teramat.  Ia juga masih berharap menantu serta cucu-cucunya bisa berdamai agar ia bisa menebus setiap kesalahannya dahulu.

"Lalu apa lagi, Bu? Ibu tidak lihat bagaimana terlukanya Aisyah? Ibu tidak lihat bagaimana kesakitan yang dirasakan Shafa? Masih ingin memaksa Aisyah kembali setelah apa yang ia alami karena keegoisan kalian. Ah, tidak! Tidak hanya kalian. Aku pun ikut andil di dalamnya. Andai dulu aku tidak diam saja dan membiarkan Bayu serta Ibu berbuat  semena-mena pada Aisyah. Andai dulu aku tidak membiarkan Bayu mendua. Andai dulu ...." Elis tidak sanggup lagi melanjutkan ucapannya.

RETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang