Bab 31

1.1K 73 1
                                    

Pagi-pagi sekali Aisyah sudah berangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan kue yang akan ia buat nanti. Di hari kedua menjadi warga di desa itu, ia bermaksud untuk membagikan kue-kue buatannya pada beberapa tetangga yang dekat dengan rumahnya. Kemarin ia belum sempat bersilaturahmi dan berkenalan dengan tetangga-tetangganya itu. Ia juga berniat sekaligus untuk memberitahu jika ia membuka jasa membuat aneka kue atau cake dan katering nanti.

Shafa dan kedua adiknya mulai membantu ibunya. Sesekali Syifa terlihat menggoda Shofia dengan mengoleskan mentega kadang terigu ke pipi adiknya itu.

"Ih, Kakak ... rese banget, deh." Shofia menahan tangan Syifa yang kembali ingin mengerjainya.

"Aduh, kalau disambi becanda begini, kapan selesainya," tegur sang ibu yang mulai jengah melihat pertengkaran kedua putrinya.

"Mending Syifa dan Shofia hengkang dari dunia perdapuran ini, deh," tambah Shafa  yang mulai kehilangan kesabaran juga.

Kedua adiknya itu sejak tadi tidak berhenti saling menggoda, hingga Shafa dan ibunya sedikit terganggu fokusnya.

"Yes!" Shofia bersorak gembira, kemudian berlari meninggalkan dapur.

"Huh, emang terpaksa dia itu," cibir Syifa menyusul Shofia.

Aisyah dan Shafa terkekeh.

"Sudah, ayo dilanjut, Nak," kata Aisyah kemudian.

Benar saja, setelah kepergian dua adiknya itu, Shafa dan ibunya benar-benar fokus pada kegiatan mereka. Keduanya tidak lagi perlu mendengar rengekan Shofia atau keusilan Syifa yang tadi sempat mengganggu.

"Alhamdulillah ...." Aisyah berucap setelah kue-kue buatannya sudah selesai. "Ini, anter ke Bude Ina dulu." Ia menyerahkan kue tersebut pada Shafa.

Shafa mengangguk dan gegas menuju rumah wanita bertubuh bongsor itu yang terletak persis di depan rumahnya.

"Assalamualaikum, Bude." Shafa tersenyum ramah mendapati wanita yang katanya tinggal sendirian itu tengah bersantai sambil menikmati teh di depan teras rumahnya.

"Waalaikumsalam. Nduk? Ayo sini, sini." Bude Ina menyahut tidak kalah ramah. Kemudian menepuk-nepuk kursi kosong di sisi kirinya.

Senyumnya mengembang sempurna mendapati kehadiran Shafa. Sepertinya wanita itu memiliki sifat yang sangat ramah dan itu membuat Shafa benar-benar senang.

"Lagi nyantai, Bude?" tanya Shafa seraya menyerahkan kotak berisi kue buatan ia dan ibunya.

"Eh, apa ini, Nduk?" Bude Ina menerima kotak tersebut dengan sedikit kebingungan.

Shafa duduk terlebih dahulu, sebelum menjawab kebingungan Bude Ina. "Oh, ini Bude, kue buatan Ibu. Kata Ibu buat salam perkenalan," jelas Shafa kemudian.

"Oalah, repot-repot." Bude Ina mengangguk mengerti.

"Sama sekalian kita mau buka usaha jasa menerima pesanan kue dan katering, Bude. Mungkin nanti jika Bude ada acara, bisa hubungi Shafa," lanjut Shafa lagi.

"Wah ... iya, iya, iya." Bude Ina yang mendengarnya antusias. "Nanti Bude juga bilangin sama temen-temen dan sodara Bude. Sama ibu-ibu pengajian juga," katanya seraya mengangguk-anggukkan kepala.

Senyum Shafa kian mengembang, mendengar kalimat Bude Ina. Ia sangat bersyukur karena dipertemukan dengan Bude Ina berhati baik dan sangat ramah pula.

"Ya sudah, Bude ... Shafa masih mau ke tetangga yang lain. Kemarin belum sempat berkenalan dan hari ini mau bersilaturahmi," tutur Shafa setelah beberapa menit menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Bude.

"Oalah, buru-buru amat, Nduk. Baru juga sebentar ngobrolnya," kata Bude Ina terdengar kecewa.

"Hehehe. Iya Bude. Mungkin lain kali, Shafa main lagi," balas Shafa.

RETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang