Bab 8

995 72 3
                                    

"Zahira Ash-Shafa Pratama binti Bayu Pratama, aku jatuhkan talak satu padamu. Mulai hari ini kau bukan istriku lagi."

Duar!

Seperti tersambar petir aku mendengar ucapan Mas Reno. Aku terus menggeleng, tidak percaya dengan apa yang aku dengar barusan. "Jangan bercanda, Mas. Semua ini gak lucu," lirihku mendekat pada Mas Reno. Aku menggapai tangan Mas Reno. "Tatap Shafa, Mas!"

"Reno! Kenapa hanya talak satu? Kamu masih mau kembali pada wanita ini?" teriak Bunda dan mendorongku hingga aku terjatuh.

"Shafa!" Mas Reno ingin membantuku tetapi ditahan oleh Bunda.

"Reno, kamu belum jawab Bunda!" Bunda kembali berteriak.

"Sudahlah, Bun. Talak satu juga cukup untuk memisahkan kami." Mas Reno berbalik dan berjalan ke arah jendela.

"Tapi, Ren ...." Bunda ikut menyusul Mas Reno.

"Reno mohon, Bun ...." Mas Reno mengiba dan akhirnya Bunda mengalah.

"Oke," sahut Bunda. Kini ia beralih padaku yang masih terduduk di lantai. Rasanya untuk berdiri saja aku sudah tidak mampu. "Dan kamu Shafa! Segera kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini!" ucap Bunda sinis.

Sekali lagi aku benar-benar merasa seperti disambar petir.

"Bun, Mas? Sudah, ya, bercandanya. Shafa benar-benar terkejut," lirihku. Aku mendongak dan berusaha tersenyum.

"Tidak ada yang bercanda! Kemasilah barang-barangmu dan pergi dari sini. Kamu sudah bukan istriku lagi!" sambar Mas Reno cepat.

"Massss!" Aku berteriak dan terus menggeleng.

"Heh, kamu tuli?" ujar Bunda, emosi.

"Shafa dengar semuanya, Bun. Sebab itulah Shafa minta berhenti bercandanya."

"Tidak ada yang bercanda, Shafa. Kamu bukan lagi istriku, dan segeralah pergi!" potong Mas Reno.

Lagi-lagi ia memintaku pergi, tetapi aku tidak tau alasan apa yang harus membuatku pergi.

"Tidak. Aku gak akan pergi sebelum tau alasan Mas Reno mence ...." Aku tidak sanggup melanjutkan ucapanku.

"Reno? Kenapa tidak kamu katakan saja, agar wanita ini tidak perlu lagi ada dalam keluarga kita," bentak Bunda.

"Karena ayahmu, Shafa!" ujar Mas Reno akhirnya.

"A-ayah? Kenapa dengan Ayah, Mas?" tanyaku masih belum mengerti.

Kali ini aku benar-benar seperti orang bodoh, tidak mampu mencerna setiap ucapan-ucapan Mas Reno dan Bunda.

"Aku membenci ayahmu, Shafa. Dan aku juga membencimu!" Telunjuk Mas Reno menuding ke arahku.

Dadaku semakin bergemuruh mendengar pengakuan Mas Reno. Dengan napas tersengal aku berdiri dan menghadap Mas Reno.

"Mas ...," lirihku. "Bisakah jelaskan semuanya secara gamblang? Aku benar-benar tidak mengerti."

Mas Reno menghela napas berat. "Baiklah, jika kamu terus memaksa," ucap Mas Reno. "Kamu kenal Indira?" tanya Mas Reno.

Aku menggeleng, tidak paham arah pertanyaan Mas Reno.

"Baiklah, mungkin kamu lupa." Mas Reno menuju ke arah Bunda. "Bun, bawa foto si j*l*ng itu 'kan?" ucapnya dan dibalas anggukan oleh Bunda.

Bunda memeriksa tasnya yang masih tersampir di pundak. "Ini!" ujarnya dan menyerahkan sebuah foto.

"Ini, pasti kenal dong?" tanya Mas Reno seperti mengejek.

Mataku terbelalak, melihat foto yang Mas Reno tunjukkan. "Di-dia siapa, Mas?" tanyaku terbata, lalu menatap Bunda dan Mas Reno secara bergantian.

RETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang